Di Malang Jawa timur, tahun 1974 tepatnya tanggal 23 April, sore itu lahirlah seorang anak bernama Tejo Suhadi, ia adalah anak laki laki satu satunya dari 5 bersaudara, ia adalah anak ke empat di keluarga pak Hasim dan istrinya Dewi Kartika, mereka tinggal di gunung bunder, malang, Jawa timur, mereka mengontrak di sebuah rumah seadanya berukuran 6×7 meter, di rumah sekecil itu mereka harus tinggal 7 orang sekeluarga, anak nomer 1 ayuning, nomer 2 Windi, nomer 3 Mida, nomer 4 Tejo dan anak terakhir Agni yang masih berusia 1 tahun, beserta pak Kasim dan istrinya, mereka semua terpaksa tidur sempit sempritan di 1 kamar, dikarenakan bapak Tejo yang hanya seorang supir angkot membuat ekonomi keluarga kurang mampu.
Disaat Tejo lahir bapaknya senang tak karuan karena mengetahui kalau anaknya itu laki laki yang dapat membantu bapaknya dan dapat menjadi tulang punggung keluarga, waktu pun terus berjalan kini Tejo sudah berumur 7 tahun, di waktu waktu inilah keaktifan Tejo mulai, namun ia lebih sering bermain di dapur bersama kakak-kakaknya. Hal inilah yang membuat bapaknya geram dan kerap kali memarahi dan memukuli Tejo, bapaknya bilang “kamu ini anak lanang kok mainya di dapur terus kayak anak wedok aja kamu itu!!” Tejo yang kerap kali dimarahi bapaknya membuat ia bersedih dan lebih sering diam di rumah dan hanya melihat teman temannya bermain di luar.
Tejo yang kini sudah harus masuk sekolah didaftarkan di sekolah SD yang jauh dari rumahnya karena lebih murah harganya, hari pertama sekolah pun tiba bapak dan ibunya Tejo mengantarkan menggunakan angkot bapak sekalian ia berangkat kerja, Tejo berangkat bersama kakak-kakaknya beserta adiknya setelah sampai di sekolah Tejo, ia enggan untuk masuk Tejo berkata “aku takut masuk sekolah mau sama ibu aja”, ibunya membujuk dengan lembut “le kamu gausah takut, ibu akan selalu bersama kamu apapun yang terjadi” Tejo pun masuk, setelah di depan pintu kelas ia masuk dengan terpaksa, ibunya bilang “ayo kamu masuk le, ibu akan nunggu di luar”, setelah masuk ia melihat ke arah pintu dan ibunya sudah tidak ada di sana, ia langsung memanggil ibunya dan menangis, teman-temannya langsung tertawa dan mengejeknya “anak cengeng”.
Malam harinya saat semuanya terlelap tidur, Tejo bangun karena merasa kurang nyaman karena harus tidur sempit sempritan, ia pun merenung dan mengandai-andai jika ia punya kamar sendiri dan tak harus sempit sempritan, dari situlah cita citanya tercipta, ia bercita-cita memiliki kamar sendiri, dari impian itu perjalanan Tejo pun dimulai.
Tejo semakin giat belajar dan menjadi murid paling berprestasi di sekolah, kini ia sudah duduk di bangku kelas 5 SD, walaupun ia juara di sekolah namun ia tetap tidak punya teman, karena kurangnya pergaulan bapaknya yang melihatnya menjadi kesal, Tejo yang sedang belajar tiba tiba saja dihampiri bapaknya bapaknya berkata “kamu itu ga pernah keluar rumah ga punya temen ga ada gunanya hidupmu jika tidak punya teman”, Tejo langsung membalas “saya malu pak teman-teman pada main sepeda saya kan ga punya sepeda, lagipula kita kan orang miskin mana mampu beli sepeda” mendengar jawaban anaknya itu pak Kasim sontak terdiam, ia akhirnya mencari sepeda sepeda bekas yang sudah karatan untuk anaknya karena harganya jauh lebih murah.
Keesokan paginya ayahnya membangunkan Tejo dengan semangat katanya “heh kamu bangun tuh sepedanya sudah menunggu di depan” Tejo yang senang langsung bangun dan berlari ke depan, setelah melihat sepeda pemberian bapaknya ia terdiam dan murung dari raut wajahnya menunjukan rasa kecewa, ayahnya yang bingung kenapa anaknya itu murung langsung bertanya “loh kenapa to le itu Lo sepedanya sudah bapak belikan” Tejo menjawab “yah pak ini mah dipakai sebentar juga rusak (kecewa)”, bapaknya berkata “kamu itu jadi anak sudah bagus bapak belikan bukanya bersyukur”.
Singkat cerita Tejo kini sudah SMP, ia masih memakai sepeda lamanya itu sampai bannya patah di jalan, karena itu ia harus berjalan ke rumah, kini Tejo tumbuh menjadi anak yang cerdas dan sopan ia selalu mendapat ranking 1 di sekolahnya, bapaknya pernah berkata jika Tejo ranking 1 lagi bapaknya akan memberi ia kamar sendiri, ya itu betul-betul terjadi Tejo benar mendapat ranking 1 namun bapaknya tidak.. saat Tejo meminta ke bapaknya Bapaknya hanya berkata “nak kamu mendapat ranking satu sudah sangat bagus nanti kamu dapat membeli kamar sendiri maafkan bapak belum bisa memberimu kamar, mungkin itu permintaan sepele bagi orang yang mampu, namun untuk kondisi kita sekarang ini, itu hanyalah sebuah mimpi” Tejo yang tak terima itu sontak membentak ayahnya “Tejo ga mau jadi orang miskin, hidup Tejo jadi begini itu karena bapak!!” Tejo yang sadar bahwa ia telah membentak orangtuanya sendiri langsung ketakutan karena takut dimarahi ia akhirnya hanya berlari ke luar rumah menghindari amarah bapaknya.
Waktu yang tak pernah berhenti berjalan melanjutkan perjalanan Tejo ke jenjang yang lebih tinggi, tahun 1990 Tejo kini sudah SMA ia mendapat beasiswa karena kepintarannya dalam pendidikan, di SMA ia punya teman bernama Ani, mereka dekat dari SMP kelas 3, nilai Ani yang kurang bagus membuatnya dimarahi ibunya, Ani yang menceritakan hal itu ke Tejo membuat Tejo merasa kasihan, akhirnya Tejo lebih sering mengajari Ani dan nilai Ani menjadi bagus, peluang ini dilihat oleh Ani yang menyuruh Tejo menjadi guru les privat, Tejo pun setuju ia bekerja bersamaan dengan sekolah, saat ia mengajari adiknya Ani, ia hadir ke rumah Ani untuk mengajarinya, di tengah tengah pembelajaran, Tejo izin untuk bersembahyang, adiknya menunjukan kamarnya untuk bersembahyang, Tejo terdiam sejenak sambil memegangi peci dan sarung untuk bersembahyang, ia melihat sekeliling dan merasa sedih ia bilang “harusnya masa kecilmu seperti ini kenapa aku tidak seperti keluarga Ani, adiknya dari kecil sudah punya kamar sendiri tidak seperti aku” setelah itu ia pulang.
Menjelang kelulusan sekolahnya Tejo tiba tiba dikirimi surat yang berisi bahwa ia diterima di salah satu kampus terkenal di bogor, Jawa barat, namun ayahnya marah dan tak setuju mahal katanya, ayahnya bilang “lebih baik kamu itu bantu bapak dibanding melanjutkan sekolah yang jauh dan tak berguna itu” Tejo menjadi bimbang disaat itu apa ia harus bantu ayahnya mencari nafkah untuk keluarga, atau pergi melanjutkan pendidikan tinggi di tempat yang jauh, bapaknya yang melihat anak laki-laki kebanggannya itu tampak murung setiap hari, ayahnya pun merasa bersalah ayahnya sadar juga bahwa pendidikan itu jauh lebih penting.
Di suatu sore ayahnya tumben sekali tak berangkat menarik penumpang, bapaknya itu malah mengajak Tejo pergi tanpa memberitahunya ingin kemana, di sepanjang jalan di dalam angkot tua itu ayahnya tak mengucapkan sepatah kata pun, akhirnya mereka sampai di tempat yang banyak sekali mobil-mobil rongsok ayahnya langsung turun dan menghampiri orang disana, tak lama kemudian ada orang yang memasukan angkot ayah Tejo ke tempat itu setelah itu ayahnya Tejo keluar sambil membawa segepok uang, ternyata uang itu untuk ongkos dan biaya Tejo berkuliah di Bogor, Tejo hanya bisa diam terharu melihat itu.
Waktu itu pun tiba tak terasa inilah hari Tejo berangkat ke Bogor untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, disaat hari perpisahan itu tiba ibunya bilang “pergilah nak, pergilah yang jauh kejar mimpimu sejauh apapun itu namun ingat lah bahwa kamu masih punya rumah untuk pulang yaitu kami bapak, kakak-kakakmu ini akan menjadi rumah kapan pun kamu mau pulang”
Bus pun berangkat, 13 jam perjalanan membuat Tejo merasa letih, saat ia tiba di Bogor ia nampak seperti orang bingung, dengan penuh usaha akhirnya ia sampai ke alamat kos yang ia tuju, itu adalah kos yang sudah disiapkan dari kampus, sesampainya disana ternyata ia tak sendiri, sudah ada mas Hadi yang ada di situ, mas Hadi berkata jangan terlalu berisik ia sedang mengerjakan skripsi, Tejo menyanggupinya.
Singkat cerita kini Tejo sudah menjadi mahasiswa yang sangat rajin ia menjadi panutan bagi teman temannya istilahnya. “kumlot” (cum laude) yaitu mahasiswa yang sering dipuji dosen karena prestasinya singkat cerita Tejo sudah di semester 8 sebentar lagi ia akan lulus setelah mengerjakan skripsi yang butuh perjuangan ia berhasil lulus dengan menjadi mahasiswa terbaik di kampus.
Karena prestasinya Tejo tak perlu pusing mencari pekerjaan ia langsung diterima di perusahan swasta, di pekerjaan itu ia sudah mendapat banyak uang, kini dia sudah pindah ke kontrakan yang lebih baik, Tejo juga sering mengirim uang ke keluarganya di desa, namun krisis ekonomi yang melanda membuatnya lebih susah mengirim uang ke keluarganya ia sudah 3 bulan tak mengirim.
Suatu saat ketika Tejo sudah pulang ke rumah ibunya telpon dan mereka berbincang Disana kata ibunya “le apa kabar? Kamu kok sudah lama tak kirim uang Yo ibu juga gak masalah sebenarnya sekarang mbak mu mbak Mida sudah bekerja le di pabrik dekat rumah, kakakmu ayu juga sudah bekerja menjadi guru les, ya sudah le kamu jaga diri baik baik makan yang bergizi jangan sakit ibu dan bapak juga adik dan kakakmu sayang kamu le jangan pernah menyerah menggapai mimpimu”
Tejo hanya curhat tentang masalahnya di tempat jauh dan hanya bisa menangis kangen dengan ibunya, disaat ia sedang bekerja tiba tiba Tejo mendapat telepon di meja kerjanya ternyata yang menelepon adalah mr. evan klien dari Amerika serikat, setelah berbincang bincang Mr Evan membutuhkan Tejo sebagai karyawan tetap di perusahaannya di new York dengan hati yang sangat senang Tejo langsung menerima pernyataan itu.
Malamnya ia langsung menelpon ibunya dengan semangat ia teriak “BUU!! Aku diterima kerja Buu di new York Amerika ini semua berkat doa dari kalian Bu” ibunya yang tak tau apa itu new York hanya ikut senang dan menangis terharu
Tejo pun tiba di new York ia langsung menjadi karyawan terbaik bulan itu, bosnya sangat mengapresiasi hasil kerjanya, ia Sekarang sudah menyewa rumah, di sana rumah yang sangat mewah, disaat ia sendiri ia merenung tentang masa kecilnya dulu, ia merasa sangat kangen dengan keluarganya, dengan tekad yang sudah bulat ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia.
Sesampainya di sana ia sudah sampai kembali di tanah tempat ia dilahirkan, tanpa ia sadari kakinya sekarang sudah sampai di depan rumahnya dahulu berkat uang yang dikirim kan olehnya sekarang rumah itu sudah bukan rumah kontrakan melainkan sudah menjadi milik bapaknya, Tejo melihat bapaknya yang sedang membetulkan angkot, bapaknya yang sedang membetulkan angkot meraba raba mencari kunci Inggris, dengan sigap Tejo mengambilkan kunci itu, bapaknya yang bingung siapa yang mengambilkan langsung menoleh dan melihat wajah anak laki lakinya yang sudah menjadi orang sukses ia terharu dan memeluk anaknya ibu dan kakaknya pun juga bergembira karena kepulangannya.
Keesokan harinya Tejo diundang ke acara motivasi dan ia memberi motivasi disana ia berkata “saya bisa sampai disini karena perjuangan bapak saya” reporter yang merekam acara itu menghampiri bapak Tejo yang sedang menonton, ia berkata “bapak adalah orang hebat yang bisa membesarkan orang hebat seperti mas Tejo” bapaknya Hanya berkata “anak saya menjadi orang sukses bukan karena saya, namun karena tekadnya yang kuat karena hanya ingin punya kamar”
Sepulang dari itu Tejo yang menggantikan bapaknya menyetir angkotnya dan pulang keluarga itu kini menjadi keluarga bahagia lengkap dengan semua impian Tejo yang sudah terpenuhi berkat semua usaha yang disertai doa tulus dari keluarganya.
Dari cerita Tejo suhadi ini kita dapat mengambil pesan yang sangat berharga
“Jangan pernah berhenti meraih kesuksesan apapun yang dilewati sesusah apapun itu jangan pernah merasa gagal, karena kegagalan yang sebenarnya adalah ketika kita berhenti untuk mencoba”
SELESAI
Cerpen Karangan: Agung kinantyo, SMP Tarakanita 1 Pelajar SMP hanya pemula