Aku adalah anak satu-satunya diantara keluargaku. Hai, perkenalkan namaku Aglesia Beca, sebut saja dengan panggilan Eca. Bisa dibilang aku ini sangat manja pada ayahku. Cinta pertama anak perempuan adalah ayah handanya. Dimana anaknya lagi membutuhkan sesuatu pasti ayahnya selalu menemaninya. Dimana anak perempuan memanggil nama ayahnya disitulah peran ayah dimulai.
Dulu saat aku berumur 13 tahun aku selalu dimanja sama ayahku yang tercinta. Betapa sayangnya ayahku kepadaku, setiap saat aku ditemaninya, dicium keningku, dipeluk dengan rasa sayang dan manja. Seperti itulah ayahku saat perannya masih ada.
Tetapi saat aku berumur 15 tahun aku ditinggalkan sosok ibu yang aku sayangi. Saat itu ayahku benar-benar down. Ayahku benar-benar sedih dan setiap hari terus menangis di kamar.
“TOK TOK TOK, ayah keluarlah putrimu ingin bertemu” kataku dengan suara pelan “Sudahlah pergi jangan ganggu aku” bentak ayah “Ayah aku hanya ingin bertemu sekali saja” kataku dengan menangis “Eca tolong jangan ganggu ayah, ayah ingin sendiri.” Aku pun pergi meninggalkan kamar ayah.
Setiap hari aku berangkat sekolah sendiri padahal biasanya diantar jemput sama ayah. Besoknya pun aku bangun dan melihat kamar ayah terbuka. Aku berlali kearah kamar ayah dan masuk mencari ayah “Ayah aku sangat rindu padamu” kataku dengan memeluk ayah “Maaf nak, ayah ingin membuka lembaran baru.” “Syukurlah ayah sudah nggak sedih lagi.” “Yaudah ayah mau kerja dulu.”
Hari pun terus berlalu sampai ayah menemukan wanita cantik yang ayah mau nikahi. Ayah mau mengajak aku bertemu dengan wanita itu, tetapi aku masih ragu. Saat sudah bertemu dengan wanita itu aku pun pasrah jika ayah menikahinya demi kesenangannya.
Hari yang sangat bahagia bagi ayah pun sudah ada. Ayah sudah menikahi wanita itu. Aku, ayah, dan ibu tiriku tinggal seatap. Saat hari pertama aku dan keluargaku makan bersama. Ibu tiriku sudah memasakan makanan yang begitu banyak.
“Waduh kayaknya enak nih masakan istriku” kata ayah dengan memuji “Buatanku ini pasti enak dong” kata ibu tiriku “Tapi masih enakan masakannya almarhum ibu yah” ujar, aku “ECA, jaga ya omonganmu” bentak ayah “Tapi yah, emang benar” jawabku “Ga usah bilang gitu, jaga perasaan ibumu ini.” “Iya yah, maafkan Eca.”
Hari terus berlalu aku menikmati hariku dengan rasa gelisah. Setiap hari ayahku membentakku dengan nada keras, padahal masalah sepele pun aku selalu dibentak. Aku tidak terbiasa dengan perlakuan ayah kepadaku. Semenjak ibuku meninggal dan ayahku menikah lagi, aku merasa peran ayahku sudah hilang.
Saat itu aku lagi di kamar dan main handphone. “Eca tolong ibu belikan minyak goreng sebentar” suruh ibuku “Iya bu sebentar” kataku dengan bermain handphone “Loh Eca tolong belikan sebentar saja.” “Iya bu, aku bilang sebentar ya sebentar” kataku dengan membentak
Tidak sengaja ayah pun mendengarkan. Ayah bergegas masuk ke kamarku dan langsung mengambil handphone langsung membantingnya. “Eca, kalo disuruh ibu itu jangan membentak” kata ayah dengan nada tinggi “Aku kan Cuma bilang sebentar kenapa ayah membentakku” jawabku dengan menangis “Kamu ini nakal ya sekarang” membentak lagi “Ayah, kenapa ayah berubah aku ingin jadi putri kecilmu lagi” bentakku dengan menangis “Kamu ini bandel yaa, sudah pergi sana ayah nggak mau lihat kamu lagi” kata ayah ingin menampar pipiku
Aku masuk ke kamar dan mengunci rapat pintu kamarku. Aku terus menangis dengan suara keras di kamar. Aku merasa cinta ayahku mulai pudar. Aku merasa sudah tidak menjadi putri kecilnya dan aku merasa peran ayahku sudah hilang. Aku sadar bahwa dewasa tak seindah yang kupikirkan.
Cerpen Karangan: Laila Khoirotus S, SMPN 1PURI Blog / Facebook: bela.sabila SMPN 1 PURI