Arjuna adalah anak dari Bu Surati dan Pak Bambang. Ayahnya telah meninggal saat Arjuna masih umur 4 tahun. Karena kepergian sang suami, Bu Surati harus banting tulang untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka berdua.
Akan tetapi, Arjuna adalah anak yang sangat nakal. Ia selalu ingin mainan, makanan dan minuman ketika diajak oleh ibunya ke pasar untuk bekerja sebagai buruh gendong. Jika sang ibu tidak mau memberikannya sebuah mainan, Arjuna akan menangis kencang bahkan sampai mencakar-cakar tangan sang ibu. Ibunya hanya bisa pasrah dan membelikan Arjuna mainan menggunakan uang yang seharusnya dipakai untuk membeli bahan-bahan memasak.
Hingga Arjuna tumbuh menjadi seorang remaja, Arjuna masih tetap menjadi anak yang nakal. Dia sering bolos sekolah, bahkan ibunya sering mendapat surat panggilan dari sekolah.
Pada suatu hari, ibunya datang ke sekolah karena mendapat panggilan dari sekolah. Saat ibunya berada di depan ruang Kepala Sekolah, tanpa sengaja teman-temannya melihat ibunya. Setelah ibunya pulang, Arjuna diejek habis-habisan oleh teman-temannya.
“Wah lihat, ada anaknya si Buruh Gendong!” “Orang miskin tapi gayanya sok kaya.” “Kenapa tidak membantu ibumu dengan mengemis di jalan.”
Arjuna terlihat sangat marah. Teman-temannya sekarang menjadi menjauhi dirinya. Tidak ada satupun yang mau mengajaknya bicara. Hanya ejekan saja yang keluar dari mulut teman-temannya untuk dirinya.
Saat pulang, Arjuna segera mencari keberadaan sang ibu. Ibunya sangat terkejut saat mendengar suara berisik di luar. Segeralah sang ibu beranjak pergi ke ruang tamu, dan disana terdapat Arjuna yang terlihat sangat marah.
“Ibu, kenapa ibu pergi ke sekolah? Aku sangat malu! Semua teman-temanku mengejekku karena dirimu.” “Ibu dipanggil ke sekolah karena kenakalanmu Juna!” “Seharusnya ibu memakai pakaian yang bagus dan berdandan yang cantik! Atau tidak ibu menyuruh tetangga yang terlihat kaya untuk datang ke sekolah!”
Hati sang ibu sangat teriris mendengar perkataan tersebut keluar dari mulut seseorang yang telah ia lahirkan dan juga ia besarkan. Sang ibu hanya bisa berdo’a kepada Tuhan supaya diberi lebih banyak kesabaran untuk menghadapi perilaku Arjuna.
Keesokan harinya Arjuna berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke sekolah. Namun itu hanya tipu muslihat Arjuna saja. Sebenarnya dia ingin pergi ke luar kota bersama teman-temannya. Hingga tiba waktu pulang sekolah. Arjuna tidak kunjung pulang, sang ibu merasa cemas namun dia tetap berfikir bahwa Arjuna memiliki acara di sekolahnya. Namun saat malam tiba, Arjuna tidak kunjung pulang. Sang ibu mulai bingung. Dan akhirnya sang ibu memutuskan untuk tidur dan berharap Arjuna besok pulang.
Hingga pada dini hari ahirnya Arjuna pulang, namun dengan baju yang kusut dan badan yang kacau. Arjuna memasuki rumah dan langsung tertidur di sofa ruang tamu. Dan saat pagi hari, sang ibu sangat terkejut melihat keadaan Arjuna.
“Arjuna! Dari mana saja kamu? Ibu sangat khawatir!” “Ibu bisa diam tidak! Ibu hanya bisa menggangguku saja! Lebih baik aku pergi dari sini.” Arjuna langsung pergi dari rumah tersebut meninggalkan seseorang yang merawatnya dari kecil hingga dia menjadi seorang remaja.
Setelah beberapa minggu akhirnya arjuna memutuskan untuk pulang menemui ibunya karena sudah tidak ada satupun teman yang mau menerimanya. Sesampainya di rumahnya, Arjuna hanya melihat sebuah rumah yang kotor seperti rumah yang tidak memiliki seorang penghuni.
Saat Arjuna memasuki rumahnya, tidak ada tanda-tanda dari ibunya. Ahirnya Arjuna memutuskan untuk menunggu ibunya pulang, Arjuna berfikir sang ibu sedang bekerja karena dia pulang pada pagi hari, waktu dimana pasti banyak sekali orang yang berbelanja di pasar. Akan tetapi, Arjuna telah menunggu sampai malam hari, namun sang ibu tidak kunjung pulang.
Keesokan harinya, sang ibu masih saja belum menampakkan dirinya. Ditengah hujan yang amat sangat deras, Arjuna memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu tetangga.
“Permisi Bu, apakah ibu tau dimana ibu saya?” “Loh.. Arjuna! Kenapa kamu kembali? Untuk apa dirimu kembali? Tidak puaskah dirimu menyakiti ibumu?” “Tidak seperti itu, aku datang untuk meminta maaf kepada ibuku.” “Sudah terlambat Arjuna. Ibumu telah tenang di alam sana. Ibumu sudah tidak perlu mendengar perkataan jahatmu lagi. Ibumu tidak perlu lagi memikirkan cara untuk mengubah dirimu.”
Arjuna lantas berlari menuju pemakaman desa. Arjuna mencari-cari keberadaan ibunya yang terkubur oleh tanah. Dan dia melihat sebuah tumpukan tanah yang masuh baru dan terdapat bunga di atasnya yang memiliki batu nisan yang bertuliskan nama ibunya. Arjuna lantas menangis dan memeluk makam tersebut.
Arjuna menangis sekencang mungkin. Arjuna harus hidup sendirian. Dia sudah tidak memiliki teman, bahkan kedua orang yang menyayanginya pun tega meninggalkannya. Maka dari itu, janganlah menjadi anak yang durhaka kepada orangtua dan meminta maaflah sebelum terlambat.
Cerpen Karangan: Risdha Cahya Kirani SMPN 1 PURI Blog / Facebook: chy_rnii