Malam ini sedang turun hujan diluar, dengan suasana dingin yang menusuk hingga tulang. Seorang gadis tengah melamun sambil membayangkan masa lalu dimana keluarga Fardana masih menjadi rumah terhangat dan nyaman yang ia miliki, namun sekarang? berbicara saja secukupnya rasanya mustahil mengulang segalanya kembali.
“Non”, pangil bi Ija sopan. “Iya bi ada apa?”, tanya Celine. Ya dia adalah Celine Calista Putri Fardana, gadis cantik dengan rambut pirang khasnya.
“Itu non, tuan nyuruh saya buat panggil non kebawah”, jawab bi Ija. “Oh iya bi makasih”, sopan Celine. Celine pun turun guna menemui sang ayah-Kenzo Fardana, ia tau ayahnya hanya akan membahas nilai ulangannya yang jelek hari ini.
“Ada apa yah?”, tanya Celine “Duduklah dulu nak”, jawab sang ibu-Cecilia Calista, seorang perancang busana terkenal di kota itu.
Setelah Celine duduk ayahnya pun memandangnya tajam, mungkin ayahnya sudah marah besar kali ini. “Apa apaan ini semua Celine?”, tanya ayahnya sambil melempar kertas ualangannya siang tadi. “Apa yang ayah lihat? nilai bukan?”, jawab Celine malas. “Saya tidak pernah mengajarkan kamu jadi anak pembangkang Celine!”, bentak sang ayah. “Sejak kapan anda pernah mengajari saya?, anda hanya sibuk kerja kerja dan kerja bukan!” ucap Celine turut membentak. “Celine” peringat sang bunda. “Kalian sama saja”, ucap Celine sebelum meningalkan ruang keluarganya.
Setelah 2 hari pertengkarannya dengan orangtuanya, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Itulah sifat orangtuanya yang membuat ia muak, mereka seperti anak anak yang hanya mau didengar tanpa mau mendengar.
Mereka semua tengah makan malam bersama di ruang makan, dan masih tetap saja mereka tidak ada yang mau bicara. “Kalian hanya akan diam?” tanya sang ibu. “Hm” dehem sang ayah. “Celine berhentilah seperti anak anak”, komentar sang ibu. “Aku? kekanak kanakan?, cobalah mengaca bu” jawab Celine tidak sopan. “Celine kamu ini kenapa? ucapanmu benar benar sudah seperti berandalan!” sentak sang ayah. “Kenapa? kalian tidak pernah mengajarkanku sopan santun dan itu kenyataan”, jawab Celine santai. “Anak tidak tahu diuntung, rugi saya melahirkan kamu!”, jawab sang ibu. Celine merasakan sesak teramat pada hatinya karena ucapan sang ibu.
“Saya juga tidak berharap menjadi anak kalian, jika bukan karena saya tau cara balas budi mungkin saya sudah meninggalkan rumah neraka ini. Kalian hanya tau cara menghidupi saya dengan harta kalian, saya juga manusia ingin mendapatkan kasih sayang, dan perhatian seperti orang lain”, jawab Celine berlinang air mata, ia pun beranjak pergi dari sana meningalkan orangtuannya yang membeku mendengar ucapannya.
Tiga hari sudah terhitung setelah perdebatan di ruang makan kala itu, Celine hanya mengurung diri di kamar ia keluar saat akan makan saja. Orangtuanya juga lebih sering melamun memikirkan ucapan Celine kala itu, rumah yang suram itu semakin jadi suram.
“Yah, sepertinya selama ini sudah salah” ucap ibu Celine. “Apa kita bisa mulai lagi setelah seperti ini?” tanya ayah Celine “Kita harus berusaha memperbaiki hubungan kita dengan Celine” ucap sang ibu semangat. “Iya kita harus bisa”, jawab sang ayah.
Celine bingung sudah 1 minggu ini orangtuanya perhatian dengannya, Celine juga merasa nyaman dan senang melihat perubahan kedua orangtuanya. Celine bertanya tanya apakah orangtuanya benar benar mau berubah? ia tidak tahu tapi ia sangat bahagia melihat perubahan itu.
Anak-anak juga hanya butuh perhatian dari orangtuanya tidak lebih, terkadang orangtua juga hanya berfokus pada kekurangan sang anak, hingga lupa bahwa mereka juga darah daging mereka.
Cerpen Karangan: Rohmatun Najah, Smp Negeri 2 Puri