Setiap manusia sangat kuat menghadapi sesuatu yang mereka jalani begitu berat, setiap orang akan menangis jika mengalami tragedi, diputusin pacar atau bahkan sakit gigi tetapi apa yang mereka rasakan tak sesakit ketika kehilangan orang yang sangat kita cintai di dalam hidup kita, orang yang sangat kita percayai dan orangnya merupakan separuh belahan jiwa raga dan napas kita yakni seorang “ibu”. Ya, ibu, I-B-U. Seseorang yang sangat spesial dalam kehidupan kita, cinta pertama kita ada di dalam dirinya. Kita yang sehari-hari bersamanya tak bisa lepas dari pelukan ibunda, ketika merantau dan jauh darinya hati kita merasa kesepian dan bakal rindu sekali tak bisa sehari saja tak memikirkannya, bertanya-tanya dalam hati ketika sedang bekerja “bagaimana keadaan ibu disana ya?” “apa hari ini dia makan enak?” ketika kita sedang makan enak di restoran akan terpikirkan tentang ibu, hati saya ingin memberikan kepadanya tetapi saya sadar tak berada didekatnya. Sangat sedih tetapi kita bekerja juga demi membahagiakan ibu kita tercinta, bukan?
Sore hari, langit Jakarta sangat bagus untuk mata memandang sunset diantara gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, saya bekerja sebagai sekretaris suatu perusahaan dengan gaji UMR. Saya lahir di Surabaya, Jawa Timur dan sudah 7 tahun menetap di Jakarta sudah menjadi makanan sehari-hari jika macet, menghirup polusi kendaraan saat berjalan kaki untuk menuju halte Transjakarta. Jika saya sudah gajian tak lupa untuk memberi bagian jatah uang kepada ibu dan juga keponakan di kampung pastinya, sekarang saya yang membantu ibu mengirim uang karena bapak saya sudah meninggal ketika saya berumur 11 tahun. Di kampung ibu juga berjualan nasi goreng dan warung grosir yang dibantu oleh keponakannya serta adik ipar saya bersama istrinya yaitu adik kandung saya.
Ketika break time kantor untuk makan siang selalu saya sempatkan untuk panggilan video dengan ibu menggunakan hp adik saya karena ibu tidak punya hp yang bisa layar sentuh dan pernah saya belikan untuknya tetapi sia-sia saja ia tidak bisa menggunakannya lalu dibiarkan begitu saja sehingga saya berikan kepada sepupu saya. Ibu selalu menanyakan kabar saya setiap hari bertanya apakah sudah makan, bagaimana kegiatan di kantor, dan bagaimana dengan pekerjaannya, saya jawab dengan menghela napas dan menjawab “ya seperti biasa bu, hanya gitu-gitu saja sering diomelin sama atasan juga karena sering tidak fokus dan sering bengong saat meeting maupaun ketika mengerjakan berkas” “janganlah kamu menghela napas Abira, itu hal biasa dalam bekerja yang penting jangan lupa untuk berdoa sama Tuhan agar semua kegiatan kamu disana dilancarkan sesuai harapan. Kalau berhasil dan sesuai harapan kan kamu juga yang senang ibu hanya menjadi supporter kamu saja nak…” jawab ibu dengan senyuman yang membuat saya terdiam sejenak. “ibu sudah bangga sama kamu karena sudah mandiri dan orang yang bekerja keras, sudah bisa membuat ibunya bangga dan senang. Ibu hanya ingin bilang pertahankan hal tersebut nak karena ibu tak selamanya ada buat kamu, kamu akan menjalani kehidupan sendiri nanti bersama suami dan anakmu jangan jadi orang yang pesimis seperti dulu lagi ya, jangan keras kepala, harus bisa kontrol emosi jika ada masalah selesaikan dengan kepala dingin dan bicarakan dulu jangan langsung ambil keputusan dan asal ceplas ceplos dalam bertutur kata.” Perkataan ibu, itu membuat saya hampir nangis tetapi saya tahan karena keadaan saya masih di kantor karena setiap hari Kamis saya lembur, saya pun mengiyakan perintah ibu saya tetapi saya memikirkan kembali setelah di kost-an, mengapa ibu berbicara seperti itu pada saya, apa yang akan terjadi tapi disaat itu saya tetap berpikiran positif dan belum menyadari kalua akan terjadi suatu pada ibu saya kemudian hari.
Hari Minggu… Hari minggu pun tiba, saya libur dan saya bangun jam 07.30 untuk bersiap-siap menuju gereja bersama sahabat saya yaitu Feni sahabat saya sedari SMK sampai sekarang. Setelah misa selesai saya langsung pergi ke gua Maria dibelakang gereja dan disitu saya berdoa, meminta petunjuk kepada Bunda Maria dan Tuhan Yesus perkara omongan ibu saya pada hari Kamis, sejujurnya saya terpikirkan sampai hari Senin karena ibu tak pernah berbicara seperti itu dengan saya dan mengeluarkan air mata karena nangis bombai. Saya berdoa sambil meneteskan air mata “Tuhan tolong hamba-Mu yang sedang kebingungan yang sedang memikirkan maksud dari omongan ibu hamba, mengapa ibu ngomong seperti itu pada saya? mengapa ia menangis mendengarkan curhatan saya? mengapa saya masih terngiang-ngiang hingga detik ini? apa maksud dari perkataanya? jikalau itu teguran untuk saya, saya meminta maaf pada Mu Tuhan atas kesalahan saya kepada ibu saya selama ini. Tolong berikan saya petunjuk agar hamba lega ya Tuhan karena yang Engkau lah yang bisa memberikan hal tersebut kepada saya lewat perantara Bunda Maria Sang Bunda Kristus, amin…
Hari Senin ketika saya bangun saya merasa lega dalam lubuk hati saya, merasakan puas karena semua yang saya ceritakan kepada Tuhan kemarin dan disitu saya berpikir Tuhan sudah mendengarkan curahan hati saya dan sudah mengabulkannya. Selama seminggu ini adik saya mentelepon saya setiap hari karena biasanya kami selalu panggilan video tetapi tidak saya angkat/selalu saya tolak karena jadwal selama seminggu sangat padat dan seminggu penuh juga saya diwajibkan lembur.
Hari Jumat ketika malam hari sekitar jam 21.55 malam saya ada baru ada kesempatan untuk telepon adik saya tetapi nomornya tidak aktif dan saya pikir jaringan bermasalah atau bahkan kuotanya habis disituasi itu saya tetap berpikiran positif. Keesokan harinya adik ipar menelepon saya dengan nada sebal karena seminggu ini ditelepon tetapi tak diangkat sayapun menjelaskan bahwasanya saya sibuk selama seminggu penuh dihari kerja dan baru ada kesempatan telpon kemarin malam lalu adik ipar saya mengatakan
“owh begitu mbak, maaf banget ya kalau ganggu kerjaannya dan juga kalau mbak chat di nomor Kinan percuma karena hpnya rusak dua hari lalu makanya ini saya hubungi dengan nomor saya mbak” “gak apa, kenapa ya pada telepon saya? ya saya tau memang kan setiap hari teleponan dan bicara, jadi saya juga minta maaf” Abimara agak sedikit sedih. “saya telepon mbak soalnya mau beritahu keadaan ibu sekarang” adik ipar memberitahu dengan tergesa-gesa. “hah, ibu kenapa dek? kok kamu kasih tau kek orang panik dan tergesa-gesa, ada apa sih ini?” Abimara kaget dan bertanya kebingungan tentang ibunya. “ibu masuk rumah sakit mbak 3 hari lalu dengan penyakit kanker otak stadium 2, rambut ibupun sudah mulai rontok sedari 3 minggu lalu cuma ketika panggilan video dengan mbak ibu pakai penutup kepala dan bilang ke mbak karena habis ngelayat ke tetangga meninggal tetapi hal tersebut salah ia menutupi rambutnya yang sedikit demi sedikit rontok agar mbak tidak panik dan kepikiran saat bekerja karena ibu tak ingin menambah beban pikiran mbak’e” adik ipar menjelaskan sambil menitihkan air mata ia menelepon Abimara langsung dari ruang tunggu rumah sakit” “YA ALLAH, kok bisa dek, kapan ibu sakit & kumatnya dek? bisa-bisanya saya gak tahu, kok ibu bisanya sih tutupi ini dari saya, kenapa sih? ya ampun ibuuuuuu~~~” Abimara kaget mendengar berita tersebut ia teriak dan serontak melempar vas bunga yang ada di meja kerjanya dan membuat teman-teman yang ada disekelilingnya terkejut dan menyampari Abimara.
Selama semalaman ketika ia sudah pulang kantor, Abimara menangis di tempat tidur sampai mukanya merah, ia memikirkan apa yang diomongin oleh adik iparnya tadi.
Keesokan harinya Abimara memasuki ruangan bosnya untuk meminta izin bahwasanya ia akan mengambil cuti untuk dua minggu tinggal di kampung. “saya mau minta izin untuk ambil cuti selama dua minggu pak, apa diperbolehkan?” tanya Abimara kepada pak bos dengan raut wajah yang pucat karena ia tak bisa tidur semalaman. “dua minggu ya, hmmm? Bagaimana ya? Sebenarnya dua minggu itu sangat lama sekali untuk meninggalkan pekerjaan kamu disini tapi karena selama ini saya lihat kamu rajin, profit kita naik, dan juga apa yang saya tugaskan untuk kamu di kantor berjalan lancer dan sukses bagi kita semua. Jadi daripada itu kamu saya perbolehkan untuk cuti, tapi ingat sesuai janji kamu “dua minggu” saja tidak lebih ya kalau sampai lebih kamu bisa kena potong gaji dari perusahaan.” pak bos menjelaskan sambil memberi peringatan bahwa tidak boleh lebih dari yang Abimara janjikan. “Puji Tuhan, terimakasih banyak ya pak atas kesempatan yang bapak berikan pada saya sehingga saya bisa ambil cuti untuk berangkat ke Surabaya besok.” Abimara senang karena diperbolehkan cuti dan tak sabar ingin menemui ibunya yang sakit.
Setelah mendapatkan izin dari pak bos, Abimara pun diizinkan pulang lebih awal dari biasanya karena juga pekerjaan kantornya sudah beres. Ia membeli tiket pesawat menuju Surabaya dan memilih berangkat besok supaya lebih cepat, ia membeli tiket dan akan berangkat pukul 12.00 siang dan akan menempuh perjalanan selama 1 jam 30 menit.
Abimara berangkat dari rumah menuju bandara pukul 10.00 pagi, selama di perjalanan ia hanya terbengong dan tidak bisa tidur karena memikirkan ibunya yang ada di rumah sakit. Ia berdoa untuk keselamatan selama diperjalanan, berdoa untuk ibu dan keluarganya disana.
Setelah menumpuh perjalanan akhirnya Abimara sampai di bandara Juanda di Surabaya dan ia dijemput oleh adik iparnya menggunakan mobil, di perjalanan menuju rumah sakit mereka sambil bercerita. “sudah lama ya saya gak balik kampung, sudah 4 tahunan kayaknya.” Abimara sangat rindu suasana kota tempat ia dilahirkan. “oh iya, ibu gimana keadaannya dek?” Abimara bertanya cemas. “ya begitulah mbak, ngeluh sakit, makan berkurang terkadang malah seharian penuh ndak makan kami sudah paksakan mbah tapi ibu nekat ndak mau makan, berta badan ibu juga turun 5 kg mbak kata dokter terus mukanya terlihat seperti orang begadang ya karena beberapa hari tak bisa tidur.” Adik ipar menjelaskan secara rinci tentang kondisi ibunda. Setelah mendengarkan cerita adik iparnya ia menghela napas karena tidak tahu akan sanggupkah mengurus ibu yang sakit sudah agak parah dan bertanya dalam hati “apakah dua minggu cukup untuk berada disini?” Abimara meneteskan air mata.
“mbak’e cuti kantor berapa lama?” “saya izin cuti untuk dua minggu, tetapi gak tau deh apakah cukup belum lagi kalau ibu minta aku tiap hari ada disampingnya karena rindu.” “ohh begitu toh, oh iya mbak itu rumah sakitnya tinggal belok kanan lalu sampai.”
Cerpen Karangan: Gerardus Ragha Putra Situmorang Instagram: cocowatermelon_pass