“Siapa suruh kamu ngomongnya berbelit-belit. Kamu kan tahu, aku males sama hal yang berbelit-belit. Rumit. Otak aku males nampungnya.”
—
“Rin, jadi gimana?” “…” “Rindu, kamu denger gak sih?” “…” “Ck, pantes aja. Sampai aku ompong juga gak bakal direspon.” Kanu mencopot paksa earphone yang bertengger di telinga Rindu. Rindu yang sebenarya memang mendengarkan ucapan Kanu dari awal, pura-pura tak mengindahkan. Ia berpikir, apa yang Kanu ucapkan terlalu berbelit-belit dan membuatnya pusing. Beruntung senjata andalannya -earphone- selalu ia bawa dan ia gunakan disaat seperti ini.
“Kamu lagi ngapain tadi? Ngapalain naskah drama? Bukannya pementasan drama udah lewat seminggu yang lalu, ya?” ucapnya pura-pura. “Jadi, kamu bener-bener gak denger?” Kanu memastikan. “Apa?” balas Rindu singkat. Kanu melongo. Jadi, sedari tadi ia berbicara sampai mulutnya pegal itu tak ada gunanya? Apa ia harus mengulangnya lagi? Mengulang dari awal semua kata-kata yang sudah ia rangkai sedemikian rupa dan jangan lupakan satu hal, jantungnya yang terus melompat-lompat tak karuan ketika ia mengungkapkan semuanya. Isi hati yang sudah lama ia pendam untuk gadis yang ada dihadapannya. Sahabat kecilnya.
“Oh, jadi dari tadi itu kamu ngajak ngomong aku ya?” lanjut Rindu. “Bukan. Aku lagi ngajak ngomong rumput.” Ucap Kanu ketus. Rahang Kanu mengeras. Kesal dengan sikap kurang peka Rindu yang sudah akut. “Memangnya rumput bisa diajak ngomong?” Ya Tuhan. Demi jenggot Pak Adis yang panjang. Kanu kesal setengah mati. Ingin rasanya ia berteriak keras sekarang. Berteriak seperti penyanyi Rock yang selalu kakaknya tonton di Youtube setiap malam.
“Dasar kurang peka.” Ucap Kanu pada akhirnya. “Siapa?” lagi-lagi dijawab dengan singkat dan sekarang ditambah dengan ekspresi sok’ polosnya. Dengan sekuat tenaga Rindu menahan semua itu. Ia masih ingin mengerjai pria dihadapannya ini. Terlihat semburat kemerahan di wajah Kanu, ketika ia menahan kekesalan yang teramat, yang disebabkan oleh kejahilannya.
“Aku juga suka kamu, Nu.” Jawab Rindu pada akhirnya. Ia memutuskan untuk berhenti menjahilinya. Pria itu terdiam kaget. Ternyata sedari tadi gadis ini hanya menjahilinya. Ia berpura-pura tidak mendengar rupanya. “Semua orang di sekolah ini juga. Jangan lupa, Pak Adis penjaga sekolah juga.” Ya Tuhan, gadis ini benar-benar. Kenapa Pak Adis? “Kenapa Pak Adis kamu bawa-bawa? Dengar ya, aku bukan cuma suka kamu. Tapi juga…” “Aku juga sayang kamu.” Potong Rindu cepat. “Dan aku juga bukan sekedar sayang. Tapi…” Kanu diam. Ia takut. Takut Rindu tak membalas perasaanya. Ia pun takut jika persahabatannya akan berakhir karena perasaan lebih yang ia miliki saat ini untuknya. “Aku juga cinta sama kamu” Ucap Rindu singkat. Rindu tidak tahu jika gara-gara lima kata yang ia ucapkan, bisa membuat jantung seseorang berdegup dengan cepat. Kanu butuh pertolongan sekarang.
“Maksud kamu? Jadi kamu?” Kanu masih belum bisa percaya. Ia speechless. “Apa?” “Jadi dari tadi kamu…” “Iya, aku denger. Aku kan nggak budeg.” kembali Rindu memotong ucapannya. “Terus tadi kamu cuma…” Kanu masih belum bisa percaya. “Aduuh, Kanu. Kok kamu ngedadak lemot sih?” Ejekkan Rindu tidak membuat kesal sekarang. tetapi rasa bahagialah yang mendominasi hatinya. “Iya, tadi aku sengaja. Siapa suruh kamu ngomongnya berbelit-belit. Rumit. Otak aku males nampungnya.” Katanya disusul dengan cengiran tiga jari khas miliknya. “Dasar rese.” Tangan besa Kanu dengan lincah mengacak-acak rambut hitamnya. “Ahh, jangan diacak-acak dong. Aku males kalo harus nata lagi.” Rindu cemberut. “Iya deh iya, jangan cemberut dong pacarku. Nanti cepet keriput lho.” Canda Kanu yang langsung disambut jitakan maut dari Rindu. “Aww. Ck, kamu kejam!” “Biarin. Lagipula, siapa yang jadi pacar kamu?.” “Kamu kan? Kamu juga tadi bilang kalau kamu Cinta sama aku. ” “Yeee, ge-er. Tadi itu kamu cuma ngungkapin perasaan aja kan? Bukan ngajakkin pacaran.” Kanu tak habis pikir sekarang. Selama hidupnya ia sudah bersama gadis ini, tapi tetap saja. Ia merasa masih membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa memahami isi hati dan juga otak gadisnya ini.
Tunggu. Apa Rindu sudah resmi menjadi gadisnya sekarang? Argh… Tapi, lain halnya dengan Rindu. Ia ternyata masih ingin menjahili pria yang sekarang tengah menahan kekesalan. Lagi.
“Tapi kan. Sama saja Rindu.” Ucap Kanu keukeuh. “Iya deh sama. Haha…” Gelak Rindu “Dasar Rindu reseee.” Balas Kanu kesal. Namun merasa sesuatu yang hangat mengalir di hatinya. Tawa gadis di depannya. Tawa yang akan menjadi tawa favoritnya.
End
“Rin, aku tahu apa yang akan aku ucapkan pasti akan membuatmu tertawa atau mungkin saja, malah membuatmu kecewa. Tapi, aku tidak bisa menyembunyikannya lagi. Perasaan ini tiba-tiba hadir dan aku tidak bisa menepisnya. Aku suka, bukan tapi sayang. Eh bukan tapi lebih tepatnya. Aku… duh gimna yaaa. Rin… aku mau hubungan kita bukan hanya sekedar dari sahabat.”
“Rin, jadi gimana?”
kkeut
Cerpen Karangan: Rinu Blog / Facebook: Fitri Nur’aeni
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com