Siang yang panas di sebuah perempatan jalan hari ini ada pemandangan yang berbeda. Ya, hari ini ada seorang badut yang berjoget-joget di pinggir jalan di sebelah utara, dengan diringi musik yang cukup keras dari sebuah pemutar dan pengeras lagu. Sebelumnya perempatan itu bebas dari gepeng, pengemis, pengamen dan sebagainya.
“Hey, ada badut tu di perempatan,” kata Mira yang suka melihat badut pada sirkus. “Ih… aku takut sama badut. Aku pernah dikejar-kejar badut,” jawab Karina. “Lo, kenapa sampai dikejar-kejar?” tanya Mira. “Tak tahulah,” jawab Karina. “Mungkin yang jadi badut itu temanmu atau mungkin cowokmu?” “Ah, ngarang kau,” sergah Karina. “Hahaha,” tawa mereka terdengar riuh
Badut itu lucu, suka memembuat lelocon dengan gerakan-gerakan jenakanya. Terkadang badut juga memamerkan keahliannya memainkan suatu alat, seperti bola, botol, lingkaran rotan dan sebagainya. Badut itu tugasnya menghibur, membuat penonton tertawa. Namun, badut yang di perempatan jalan itu cuma berjoget-joget kecil yang sama sekali tak lucu. Kemudian, ia meminta-minta uang kepada para pengendara mobil atau motor yang terjebak lampu merah dengan menyodorkan kaleng atau topi.
“Itu badut pengamen, gak lucu!” kata Mira. “Memang. Gak ada lucunya. Mending ngamen dengan menyanyi,” kata Karina. “Makanya jarang yang kasih uang,” kata Mira. “Mungkin yang naik motor susah mau ngasih uang. Ambilnya susah. Kalo yang bawa mobil biasanya sudah disiapkan uang receh di dashbord mobilnya,” kata Karina.
“By the way, kamu kan suka badut apa kamu mau ngasih uang ke badut itu?” tanya Karina. “Enggaklah,” jawab Mira. “Lho?” kata Karina heran. “Kan aku udah bilang badutnya gak lucu?” jawab Mira. “Dia cuman cari duit,” kata Karina. “Memang badut jalanan beda dengan badut sirkus,” jawab Mira. “Iya sih, tapi kamu masa enggak kasihan sama sekali?” tanya Karina. “Maksudmu?” jawab Mira dengan tanya. “Dia mungkin terpaksa jadi badut,” kata Karina. “Sudah kamu tanyai badut itu?” tanya Mira. “Enggaklah. Kan aku bilang mungkin…,” jawab Karina. “Oke gimana kalo pulang sekolah nanti kita tanyai?” “Buat apa?” “Buat bahan tugasnya Bu Angel.” “Tugas apa?” “Menulis cerita pendek.” “Oh, iya. Baiklah ayo kita ajak ngobrol dia nanti sepulang sekolah.” “Tapi apa dia mau ya kita wawancarai?” “Pasti mau.” “Kalo enggak mau?” “Kita iming-imingi uang. 5000 untuk wawancara 5 menit, 10 ribu untuk 10 menit, 20 ribu untuk 20 menit.” “Waduh, otak kamu memang encer banget!” “Iya dong. Calon anggota DPR harus pintar negosiasi. Iya kan?” “Eit, cuman cita-cita, belum calon beneran.” “Hehehe, sama sajalah.”
Siang yang terik. Di perempatan jalan dekat sekolah dua orang badut tengah beraksi. Yang satu di sebelah timur dan satunya di barat. Mereka berharap arus lalu lintas dari dua arah utama itu membawa orang-orang dermawan lagi berjiwa sosial dalam mobil-mobil yang berhenti karena lampu merah lalu memberikan uang-uang receh mereka pada kaleng yang mereka sodorkan setelah berjoget-joget kecil, amenan mereka. Musik pengiring mereka berjoget terus bergema lumayan keras.
Sekolah memasuki jam pulang. Pasti terjadi kemacetan lalu lintas di perempatan sampai depan sekolah. Mira dan Clara berjalan menuju perempatan bersama teman-teman sekelasnya. “Ayo kita wawancara sama badutnya,” kata Mira. Namun tiba-tiba Eka dan Bagong meloncat ke depan mobil-mobil yang berhenti terjebak lampu merah. Persis di atas garis-garis zebra cross mereka berjoget komando. Dan bukan Mira dan Karina kalo tidak turut joget komando itu. Seketika perempatan menjadi heboh. Tepuk tangann riuh terdengar. Lalu tampak seseorang lelaki perlente turun dari mobilnya sambil merekam aksi bocah-bocah sekolah itu dengan handicamnya. Sementara Haz, menyuruh sang badut tetap mengedarkan kaleng mereka meminta sedekah dari para pengedara mobil dan motor yang berhenti.
Dua menit terasa sekejab. Lampu hijau sudah menyala. Mereka berempat minggir. “Terima kasih Nak sudah bantu saya,” kata Badut. “Siap-siap!!!” kata Haz lantang memberi aba-aba pada teman-temannya untuk tampil sekali lagi ketika lampu merah menyala dan mobil-mobil berhenti. “Ganti lagunya,” teriak Mira.
Sebentar kemudian lagu dangdut koplo bergema mengiringi joget komando mereka. Sekali lagi mereka mendapat aplaus dari para pengendara yang berhenti. Dan tampaknya si badut ditemani Haz terus mengedarkan kalengnya untuk meminta sedekah mereka. “Terima kasih para bos-bos yang dermawan. Selamat jalan semoga sampai tujuan dengan selamat!” terdengar suara Haz dari pengeras suara di badut itu. Kemudian mereka bubaran dan pulang ke rumah masing-masing. Mereka senang hari ini bisa berbuat kebaikan untuk si badut.
“Apa-apaan anak-anak itu,” ujar Sugeng sinis. “Kayaknya bantu si badut,” jawab Thalia. “Oh, kayak gak ada kerjaan aja,” ujar Sugeng. “Budiman ikut?” “Enggak.” “Santoso?” “Ikut. Menggala juga.” “Kita ikutan?” “Enggak ah. Males.” “Tapi katanya mereka bantu si badut untuk ngerjakan tugas.” “Tugas apa?” “Katanya menulis cerita? Kamu sudah selesai?” “Waduh, aku juga belum.”
Video anak-anak sekolah berjoget komando membantu Si Badut mengamen viral di media sosial. Banyak warganet memuji aksi mereka sebagai anak-anak yang kreatif dan peduli pada sesama. Mereka menjadi buah bibir warga sekolah dan dunia maya. Mereka terkenal dengan cepat.
“Hey… kita viral. Sudah tahu?” “Sudah dong. Aku sudah follow akun twitter orang yang unggah video itu.” “Mantap guys. Udah bilang terima kasih kan?” “Iya dong. Kita kan murid berkarakter, hehehe.”
Sore yang redup. Dua orang badut sedang bersiap mengakhiri aksinya hari ini ketika Mira dan Karina berboncengan motor dan berhenti di dekat mereka. “Assalamualaikum,” sapa Karina. “Waalaikumussalam,” jawab si badut dengan suara serak. “Kami yang ikut berjoget kemarin,” kata Karina. “Oh, terima kasih banyak ya, kalian murid yang hebat,” puji si badut sambil melepas kepala kostum badutnya. “Ya Allah,” seru Mira begitu melihat wajah di balik kostum badut itu. Ternyata, dia seorang kakek. Kemudian badut yang satunya lagi mendekati mereka dan melepas kepala badutnya. Mira dan Karina lebih terkesima lagi karena yang jadi badut kedua seorang nenek. Mereka suami-istri.
“Terima kasih ya Nak. Kemarin sudah bantu kami mengais rezeki. Semoga kalian kelak sukses semua,” kata nenek itu. “Amin… “ jawab Mira dan Karina hampir bersamaan. “Oh ya, boleh saya tahu nama kakek dan nenek siapa dan dari mana?” tanya Mira. “Saya Hariyanto dan istri saya itu Sri Lestari,” jawab kakek. Saya dari kota Seni. Sudah hampir satu bulan ini kami mengamen di kota ini. Kami berkeliling dari kota ke kota lainnya.” “Jadi serombongan gitu?” “Iya, ada sepuluh orang, suami-istri.” “Lha tidurnya di mana Kek?” “Di terminal, di SPBU, di masjid, dan ngekost kalo hasil kerja cukup.” “Ayo sambil minum,” ajak Mira setelah mengeluarkan empat botol air mineral dari begasi motornya. “Waduh, kurang rotinya,” kata Karina. “Ah, ini sudah cukup, terima kasih,” kata kakek.
Hari semakin sore. Mereka kemudian mohon diri. Mira dan Karina merasa cukup dalam menggali informasi dari kedua badut itu untuk bahan mengerjakan tugas sekolahnya.
Siang itu sekolah kedatangan tamu. Beberapa orang tampak ditemui kepala sekolah. Tampaknya salah satu dari mereka adalah lelaki perlente yang mengambil gambar ketika Mira dkk beraksi di traffict light dekat sekolah tempo hari. mereka mengajak kerja sama untuk pembuatan film edukasi dan tentu saja pihak sekolah menyambut gembira ajakan itu. Kemudian tamu-tamu itu minta bertemu dengan para siswa yang beraksi joget komando tempo hari.
“Adek-adek, kami dari Alpha Production House akan mengajak kalian untuk membuat film edukasi,” kata lelaki perlente itu. Mungkin dia pimpinan rumah produksi itu. “Wah bakal tenar kita,” ujar Mira. “Kalian sudah tenar sejak aksi joget komando kalian viral,” jawab lelaki itu. “Oh, jadi kakak yang mengunggah video itu?” tanya Haz. “Betul sekali. Karina sudah tahu itu kami sudah saling folllow di twitter,” jawab lelaki itu. “Kakak siapa?” tanya Bagong yang baru bergabung. “Oh, ya tadi saya belum memperkenalkan diri ya?” “Iya Kak,” jawab anak-anak itu kompak. “Saya Alpha Beta. Saya dari Jakarta. Kebetulan pas lewat sini ada aksi kalian kemarin dan saya rekam.” “Lantas apa selanjutnya?” “Kami mengajak kalian dan sekolah ini untuk membuat film edukasi. Bagaimana?” “Setuju…,” sambut mereka girang. Mereka saling berjabat tangan.
10 tahun kemudian… Hari ini ada badut lagi di traffict light dekat sekolah. Kejadian pada Mira dkk seolah terulang lagi. Cerita anak-anak kreatif dan peduli itu begitu lekat dari generasi ke generasi siswa sekolah itu. Apalagi sebuah serial ftv edukasi telah berhasil dibuat dan diputar di sebuah televisi swasta. Hampir semua siswa yang ikut menjadi pemeran film edukasi itu sekarang sudah dewasa dan sukses semua.
“Hai Mira, ada waktu?” tanya Karina di VC. “Ada apa sih?” jawab Mira. “Ayo ke sekolah kita dulu, katanya ada reuni akbar,” kata Karina. “Oke. Besok pagi kita berangkat.”
Seakan bernostalgia, ketika mobil mereka terjebak lampu merah di perempatan dekat sekolah, mereka mendapati seorang badut sedang berjoget lalu menyodorkan topi untuk meminta uang. Mira menurunkan kaca mobilnya dan memberi selembar uang hijau pucat kepada badut itu. “Kok cuman 2 ribu?” ujar Karina. “Biarin,” jawab Mira sambil melajukan mobilnya karena lampu hijau sudah menyala. Mobil mereka masuk ke sekolah mereka yang telah banyak berubah menjadi lebih cantik.
Di Aula telah banyak alumni. Acara sambutan demi sambutan sudah berlalu. Biasalah, mereka bernostalgia dengan guru-guru yang masih tersisa, yang belum pensiun, sebab banyak guru-guru baru yang kurang mereka kenal. Cerita kenakalan mereka jadi bahan tertawaan yang paling menghibur. Pada acara hiburan mereka bernyanyi-nyanyi dengan iringan elekton oleh Jon, salah seorang alumni yang kini berprofesi sebagai penyanyi dari sebuah grup band yang cukup terkenal.
Tiba-tiba datanglah seorang badut dari pintu belakang aula. Sontak Jon mengubah lagu pengiring untuk menyesuaikan suasana dengan kedatangan badut itu. “Joget komando…” teriak MC. Semua turut berjoget komando. Mira, Karina, Eka, dan Bagong terbius suasana. Mereka tampil sebagai leader joget komando di depan. Juga badut itu. Mereka tertawa-tawa, mereka bahagia.
Mira dan Karina penasaran siapa yang menjadi badut itu. Mereka menduga itu Haz yang sedari tadi tidak tampak batang hidungnya.
Ketika acara selesai dan tinggal mereka berlima yang masih di aula, keisengan Mira dan Karina spontan muncul. “Satu, dua, tiga…” ucap mereka berdua sambil menarik ke atas kepala badut untuk melepasnya. Ketika terlepas, mereka berempat menjerit histeris karena tak ada kepala manusia dalam kostum kepala badut itu. Seketika mereka berempat pingsan di tempat. Jeritan mereka kalah dengan suara elekton yang mengiringi joget komando mereka yang belum dimatikan. Kostum badut tergeletak begitu saja. Aula sepi tanpa seorang pun.
Cerpen Karangan: Suwarsono Blog / Facebook: Suwarsono S
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 1 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com