Awal mula aku dekat dengan dia karena ada tugas IPS yang membuat TTS. Dia mengerjakan TTS ku bersama temannya. Pada malam harinya dia mengechatku
“Eh kalau kamu mengoreksi kerjaanku nanti kalau ada yang salah benarkan ya, salah kan 8 atau 7,” ucap dia kepadaku. “Loh tidak boleh seperti itu, harus sportif,” ucapku. “Tidak apa apa sesekali,” ucap dia kepadaku. Setelah itu saat dia mengechatku lagi aku hiraukan tidak kurespon. Karena hal tersebut tidak baik untuk dilakukan.
Keesokan harinya ada mapel olahraga, pada hari juma’t kelas 9f berolahraga bersama kelas 9b. Pada saat itu ada penilaian perkelas untuk lari bersama, saat di jalan dia menyapaku dengan nama orangtuaku, di pertemanan kelas 9f memanggil nama kita dengan nama orangtua itu sudah biasa. Saat sudah sampai di kelas ternyata dia sudah tiba di kelas terlebih dahulu, saat aku berada di kelas hanya ada anak laki-laki, anak perempuannya hanya ada 4 anak. Masih sama dia memanggil namaku dengan nama orangtuaku tapi dia hanya tau nama ayahku saja tidak dengan nama ibuku, tetapi aku sudah tahu nama kedua orangtuannya dari teman sekelasku.
Saat dia ada di kantin dia sedang bertanya kepada teman sedesaku, dia bertanya siapa nama ibuku, untung saja temanku tersebut mendadak lupa akan nama ibuku. “Eh nama ibunya Laras siapa?” tanyanya pada temanku. “Siapa ya, aku mendadak lupa, nanti saja kalau aku sudah ingat nanti aku beritahu,” ucap temanku kepada dia.
Selesai itu kembali ke kelas masing masing, dan bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa pun bergegas pulang menuju ke gerbang sekolah. Pada pukul 19.00 sedang membicarakan tentang PR di group sekolah yang tidak ada gurunya, karena teman-teman membuat group tersebut untuk bertanya-tanya jika ada info yang kurang jelas dan lain-lain. Pada saat itu dia membalas chat saya di group tersebut menggunakan nama orangtua saya, saya langsung membalas chat tersebut secara pribadi.
“Eh maksud kamu apa?, manggil nama orangtuaku,” ucapku. “Loh kenapa?” ucap dia kepadaku. “Kenapa, kenapa itu di group maksudnya apa manggil-manggil nama orangtuaku,” ucapku pada dia. “Bercanda,” ucapnya pada ku. Setelah itu aku tidak membahas hal tersebut melainkan membahas hal random dengan dia.
Keesokan harinya seperti biasa berangkat sekolah untuk belajar dan bertemu teman-teman. Sesampai di sekolah aku bertemu dia, dia duduk didepan kelas 9f bersama teman-temannya dari kelas lain. Aku langsung menundukkan kepala ke bawah, karena aku malu ada dia dan teman-temannya. Saat aku lewat didepannya dia memanggilku dengan nama orangtuaku, aku tidak menghiraukan perkataannya. Aku langsung bergegas menuju kelas 9f.
Saat pelajaran dimulai ternyata dia memandangi aku, aku tidak tahu jika dia memandangiku, aku diberitahu oleh teman sekelompokku, waktu itu dalam satu kelompok perempuan dan laki-laki terpisah. Waktu itu saat temanku memberitahu tentang hal tersebut. “Eh kamu sadar apa tidak, dari tadi kamu dilihat terus menerus dengan dia,” ucap temanku. “Yang benar saja kamu,” ucapku Pada saat itu juga aku membalikkan badanku dan melihat dia, karena tempat duduknya tepat di belakang tempat kelompokku, ternyata dia juga sedang melihatku. Dia mengalihkan pandangannya dengan cara dia mengajak berbicara teman sebelahnya.
Bel istirahat berbunyi, saat aku ingin keluar kelas untuk menuju ke kantin dia memanggilku dengan nama orangtuaku. Aku juga membalasnya dengan memanggil dia dengan nama orangtuanya, tetapi aku bingung dari mana dia bisa tau nama orangtuaku karena awal kelas 9 aku tidak pernah sakit, dan masuk sekolah setiap hari, jadi tidak pernah membuat surat yang bertuliskan nama orangtuaku.
Saat bel masuk berbunyi pada jam kedua ada mapel MATEMATIKA, saat guru tersebut memasuki kelas, guru tersebut langsung berbicara “Anak-anak mulai saat ini satu kelompok harus terdiri atas anggota laki-laki dan perempuan, ini saya acak apa pindah sendiri,” ucap guru tersebut. “Pindah sendiri aja bu,” ucap teman satu kelasku. “Baik, saya tunggu saat ini juga” ucap guru tersebut.
Teman-teman langsung bergegas untuk mencari kelompok masing-masing. Aku hanya terdiam karena bingung, pada saat itu aku tertuju kepada dia, dan dia juga melihatku. Guru tersebut melihat aku dan dia belum ada kelompok. “Kalian berdua, satu kelompok saja,” ucap guru tersebut. “Baik bu,” ucap dia.
Dia langsung menghampiriku bersama satu temannya. Dia duduk di depanku. Saat itu juga guru tersebut berbicara “Eh jangan lupa duduknya laki-laki sama perempuan bersebelahan.” Ucap guru tersebut. “Baik bu,” ucap teman sekelas.
Selang bel pelajaran berbunyi, semua siswa mengeluarkan buku dan belajar seperti biasa. Pada waktu itu pelajaran MATEMATIKA hanya 2 jam, pada jam terakhir satu persatu siswa kelas 9f bergiliran maju untuk mengerjakan soal di papan kelas. Pada saat itu hanya sampai absen 14 saja yang maju, karena waktunya tidak cukup, dan diselesaikan minggu depan.
Saat jam ketiga, ada mapel B.JAWA. Ada tugas kelompok tentang membuat makalah dari cerita KETHOPRAK. Pada jam ketiga, disuruh berkelompok untuk tugas tersebut, kelompoknya diacak, teman-teman menemukan ide dengan cara membuat sobekan kertas yang berisikan angka 1-7. Satu anak mengambil satu kertas dengan secara acak, selesai mengambil kertas tersebut berkumpul ke kelompoknya masing-masing.
Dia bertanya kepadaku “Aku berharap kita satu kelompok,” ucapnya kepadaku. “Semoga saja kita satu kelompok,” ucapku.
Semua siswa membuka kertas tersebut secara bersamaan, ternyata aku dan dia mendapatkan angka yang sama, yaitu angka 3 yang berarti kita berdua satu kelompok. Pada jam keempat masih ada jam pelajaran Bahasa JAWA, pada waktu itu hanya di beri penjelasan dan disuruh mencari materi dan membuat makalah menurut kelompok yang diberikan oleh guru tersebut, karena setiap kelompok tugasnya berbeda-beda, ada yang kebagian tentang drama moderen, wayang wong, ludruk, dan kethoprak.
Pada jam terakhir ada mapel Bahasa INDONESIA, seperti biasa di suruh ke Lab komputer untuk membuat cerita. Membuat cerita sendiri-sendiri yang terdiri atas satu cerita harus ada 1000 kata atau lebih dari 1000 kata. Semua berjalan lancer seperti biasa dan tinggal menunggu bel pulang berbunyi.
Pada hari sabtu tanggal 29 Oktober kemarin Cuma ada 2 mapel, yaitu mapel Bahasa INDONESIA dan IPA. Pada mapel Bahasa INDONESIA seperti biasa pergi ke lab komputer dan saat di lab komputer di larang menghidupkan wifi, dan hanya melanjutkan cerpen yang belum selesai. Karena larangan tersebut satu persatu siswa kelas 9f keluar dari lab komputer, alasan keluar dari lab komputer tersebut karena bosan tidak ada hiburan, ada juga yang sudah menyelesaikan cerpennya. Karena hal tersebut satu persatu keluar dan ada yang masuk kelas dan ada yang ke kantin, tetapi siswa kelas 9f keluar dari ruangan lab komputer pada jam kedua.
Pada saat jam istirahat walikelas 9f memasukki kelas 9f, teman-teman kaget akan hal itu karena saat itu tidak ada mapel Bahasa INGGRIS. Guru tersebut memasuki kelas dan menyampaikan akan hal yang keluar lab komputer pada saat jam pelajaran belum selesai, hanya ada beberapa saja yang masih di ruang lab komputer. Sebagai hukuman atas berbuatan tersebut semua siswa yang keluar pada saat jam pelajaran disuruh membuat surat perjanjian tidak akan mengulangi hal tersebut yang disertai tanda tangan orang tua dan pada hari selasa disuruh mengumpulkan surat tersebut ke walikelas 9f
“Saya dapat laporan dari guru Bahasa Indonesia bahwa kalian tidak mengikuti pelajaran tersebut sampai jam pelajaran selesai, hukumannya kalian harus membuat surat perjanjian tidak akan mengulangi hal tersebut dan harus ada tanda tangan orangtua, saat pengambilan rapot nanti akan saya tanyakan apa benar ini tanda tangan orangtua kalian apa kalian sendiri yang menandatangani surat tersebut, dan akan saya share di group walimurid,” ucap guru walikelas 9f.
Saat selesai berbicara guru tersebut langsung pergi. Semua siswa langsung kaget akan hal itu, selama ini yang teman-teman tahu guru Bahasa Indonesia hanyalah guru yang paling enak saat mengajar, tetapi tidak seperti itu. Bahwa malah sebaliknya diam-diam mematikan.
Keesokan harinya semua siswa mengumpulkan surat pernyataan yang ditanda tangani orangtua, banyak yang lupa menandatangani surat tersebut. Hanya beberapa saja yang terkumpul, yang lainnya menyusul, ada juga yang ditanda tangani sendiri, Karena takut akan kena marah.
Dia juga sama, membuat surat pernyataan tetapi tanpa tanda tangan orangtua melainkan tanda tangan temannya. Karena ia lupa untuk memberitahu akan hal itu.
Setiap hari hubungan kami semakin baik terkadang ada sedihnya dan juga ada senangnya. “Mencintai teman sekelas sama dengan mennyakiti diri sendiri”
Cerpen Karangan: Fitri wulandari Blog / Facebook: Fitri wulandari SMPN 1 PURI