Suasana ramai aula di pagi hari, gerombolan siswa yang saling menyerobot satu sama lain. Mereka mengelilingi sebuah papan besar yaitu papan pengumuman yang lebih dikenal sebagai mading utama sekolah di SMA Garuda Unggulan, salah satu dari kumpulan ribut itu adalah seorang lelaki bernama Gemilang Alvaro yang nampak paling bersemangat dari pada anak anak yang lain.
Alasan dari keributan itu adalah poster besar yang nampak masih baru berwarna biru gelap yang nampak menarik perhatian. Namun visual poster yang bagus tidak cukup menjadi alasan dari semangat seluruh siswa dan warga sekolah melainkan Isi dari poster tersebut yang bertuliskan festival olahraga persahabatan antara 2 SMA. 2 sekolah unggulan yang terkenal akan rivalitas yang tinggi, dan acara ini adalah acara yang paling ditunggu baik pihak murid karena kesenangannya maupun pihak guru dengan keinginannya untuk membuktikan kemampuan antar sekolah.
Gemilang adalah seorang atlet olahraga di cabang renang, renang adalah hobinya, renang adalah mimpinya, renang adalah hidupnya. Dia sangat menanti nanti akan diadakannya lomba ini selama satu tahun terakhir, dan begitu pendaftaran dibuka dia segera meregistrasikan dirinya dengan sigap. Lomba itu akan dimulai 2 Minggu lagi, waktu yang cukup untuk Gemilang berlatih dan mempersiapkan diri.
Hari harinya tiap sore demi sore ia habiskan untuk berlatih berenang di kolam umum disekitar sekolahnya. Ia memiliki bara api panas di dalam jiwanya untuk unjuk kemampuannya di perlombaan itu.
Satu Minggu berlalu, hari ini adalah sore biasa seperti keseharian Gemilang. Berlatih berenang untuk perlombaan. Namun, hari ini adalah hari yang mengubah pandangan Gemilang. Gerombolan siswa sekolah lain memasuki kolam, dari seragam yang dikenakan Gemilang tau bahwa mereka adalah anak dari SMA Pelita yang merupakan calon lawan Gemilang di lomba minggu depan.
Pandangan sinis dan merendahkan terlukis di wajah siswa siswa itu. Sepertinya mereka tau bahwa lelaki yang dihadapan mereka adalah calon lawan mereka di perlombaan.
Mereka menantang Gemilang untuk bertanding dengan perenang unggulan mereka, Dion namanya. Lelaki berbadan kekar dan mata yang tajam bak mata elang. Gemilang dengan percaya diri menerima tantangan itu. Namun hasilnya benar benar diluar dari ekspektasi lelaki kurus itu.
Iya tertinggal jauh dari Dion dan berakhir ditertawakan oleh kelompok siswa itu, pulang dengan rasa malu dan sedikit air mata. Ia memutuskan untuk duduk di kursi taman yang jaraknya cukup dekat dengan sekolah dan kolam umum itu.
Merenung cukup lama, seorang menepuk punggungnya dengan tiba tiba: “Hei, merenung dan bersedih seperti itu tidak pernah mengubah keadaan”, seorang berkulit pucat bibir kering dan mata kantuk berambut lurus dan berpakaian serba putih menampakkan diri dari belakang.
Gemilang terkaget dan sontan melompat dari bangku taman lalu terjatuh. “Si-siapa kau?!”, bingung Gemilang sembari menunjuk nunjuk si lelaki pucat dengan tangan Tremor sedikit bergemetar. “Owh iya, Aku belum memperkenalkan diri.”, lelaki berambut menyerupai mangkok itu menembus bangku dengan santai seakan itu adalah hal biasa baginya.
Gemilang berteriak kaget bercampur takut, diusianya yang mengajak 16 tahun ini. Hari itu adalah kali pertamanya berjumpa dengan entitas lain di alam yang berbeda.
“Hei hei, suaramu terlalu nyaring sebagai laki laki.”, ucap si hantu.
Gilang berdiri, lelaki dengan rambut semi basah itu menenangkan dirinya dan kembali duduk di atas bangku. Diikuti oleh si hantu yang kemudian mulai melakukan obrolan ringan.
Hantu itu bernama Sadam, seorang atlet renang tahun sebelumnya yang telah meninggal akibat kecelakaan di jalan sehari sebelum acara festival olahraga dibuka. Sadam menceritakan bahwa kecelakaan yang dialaminya adalah suatu kesengajaan dari pihak lawan mengetahui Sadam juga dikenal sebagai genius di air.
Begitupun sebaliknya, Gemilang bercerita akan kekalahannya terhadap Dion sebagai calon lawannya di lomba. Empati keduanya terhubung, Sadan memutuskan untuk melatih Gemilang dalam perlombaan renang.
Hari hari mereka lewati bersama, walaupun itu adalah hubungan yang tidak normal antara manusia dan makhluk alam lain. Namun pertemanan mereka begitu erat dengan rasa solidaritas yang tinggi. 1 hari menjelang lomba, Sadam menceritakan akan kerinduannya terhadap kolam dan air ketika ia hidup. Ia sama seperti Gemilang, seorang remaja idealis yang sangat bersemangat dalam apa yang ingin ditujunya. Terbawa suasana Gemilang berjanji kepada Sadan untuk memenangkan perlombaan besok.
Hari itu, di pagi hari. Kedua kubu bersebelahan. Gemilang dan Dion melakukan beberapa gerakan pemanasan dan pelenturan pada otot dan sendi mereka. Panitia dan wasit memasuki daerah sekitar kolam, seorang membawa sebuah bendera dan peluit untuk memulai perlombaan. Lelaki berbadan besar berseragam lengkap hitam putih seperti zebra dilengkapi dengan topi hitam yang merupakan pemulai lomba.
Peluit yang hendak ditiup, bendera yang dinaikan.
“1, 2 MULAI”, ucapnya dengan keras.
Dion dan Gemilang melesat seperti jet yang terbang diatas langit biru. Keduannya saling salip menyalip dengan sengit. Dan begitupun sampai mendekati garis akhir.
Sore hari di pantai pasir putih yang membentang cukup luas, Gemilang duduk di sebuah bangku kayu sambil meminum sekaleng minuman energi. Sadam datang dari tiupan angin sore di pantai, tenang dan santai. Keduanya saling melihat dan kemudian tertawa dengan keras. Tawa itu berasal dari medali yang dipegang oleh Gemilang, mereka berdua berpelukan di bawah pohon kelapa yang rindang.
“Dengan begini, kau bisa istirahat dengan tenang kan”, bisik Gemilang dengan mata yang berkaca. “Iya, terima kasih. Temanku”
Setelah mengucapkan itu, Sadam mulai memudar dan perlahan kemudian menghilang. Tangis air mata tembus di mata Gemilang, kemudian ia melihat langit biru dan berteriak.
“Lihatlah, Aku akan menjadi atlet renang nomer 1 di dunia. Lihat saja Sadam”
Cerita berakhir
Cerpen Karangan: Muhammad Galih, SMPN 1 Sooko Pelajar dari SMPN 1 Sooko, saat ini menduduki bangku kelas 3