Pada pagi hari ayam jantan sudah mulai berkokok, terdengar suara adzan subuh berkumandang. Ibu menghampiri kamarku untuk membangunkanku sholat subuh.
“Aliza bangun, ayo sholat subuh dulu!” kata Ibu sambil mengetuk pintu kamarku. Karena tidak ada respon dari dalam, akhirnya ibu memutuskan untuk masuk ke kamarku.
“Aliza ayo bangun, sholat dulu nanti keburu habis subuhnya.” kata Ibu lagi masih dengan suara rendah. “Eumm. Ibu bentar, Aliza masih ngantuk!” jawabku masih dengan mata tertutup. “Ayo sholat dulu, nanti tidur lagi gapapa.” “Iya bu, 5 menit lagi.”
Karena aku tak kunjung bangun dan banyak alasan, hal itu membuat ibu marah. “Aliza, dengar apa kata ibu tadi?” kata Ibu dengan meninggikan suaranya. Aku kaget mendengar ibu membentakku dan aku langsung bangun dari tidurku. “Iya bu dengar.” jawabku sambil menunduk.
“Jadi sekarang kamu tahu apa yang harus kamu lakukan?” tanya Ibu. “Sholat!” jawabku dengan suara rendah masih dengan menunduk.
Jam 6 pagi sebelum berangkat sekolah aku makan bersama dulu dengan Ayah dan Ibuku. Aku adalah anak tunggal. Aku juga bukan dari keluarga yang kaya. Di dalam rumah yang sederhana ini hanya dihuni oleh tiga orang saja, Aku, Ibu, dan juga Ayah. Aku adalah anak yang sangat bandel dan nakal, tak sering mereka memarahiku karena aku membuat masalah.
Suatu hari setelah pulang sekolah aku langsung pergi main bersama temanku tanpa pulang ke rumah dulu dan memberitahu orangtuaku. Diluar aku melihat balapan motor bersama mereka. Setelah itu temanku mengajakku ke suatu tempat, tetapi aku tidak mengetahui tempat apakah itu.
“Guys, kita disini ngapain?” tanyaku pada mereka. “Kita disini akan bersenang-senang, kita akan minum-minum disini Lis.” jawab Dini, salah satu dari temanku. “Iya Lis, nikmati aja waktu muda kita. Jarang-jarangkan kita bisa berkumpul seperti ini.” tambah Syifa dengan sangat antusias.
Entah kenapa akhirnya aku menuruti ajakan mereka yang sangat bodoh ini. Kita semua sangat menikmati ini semua. Sampe malam pun menjelang dan aku telah melupakan kewajibanku sebagai seorang muslim, yaitu sholat. Waktu menunjukkan pukul 11 malam, semua telah pulang ke rumahnya masing-masing. Sungguh, kepalaku sangat pusing karena kebanyakan minum tadi.
Sesampainya di depan pintu rumah aku langsung membuka pintu, terlihat Ayah dan Ibu yang sedang menungguku pulang dengan raut wajah penuh dengan kemarahan. “Dari mana saja kamu?” tanya Ayah padaku.
Karena aku tak kunjung menjawab pertanyaan dari Ayah, terlihat Ayah semakin marah padaku. “Dari mana kamu?” Ayah mengulangi pertanyaannya dengan penuh tekanan dan membuat aku semakin takut. “Ma-main Yah.” jawabku ketakutan. “Main? Dari pulang sekolah sampai malam seperti ini? Aliza, anak perempuan tidak seharusnya pulang malam seperti ini. Dan ya, kenapa sepulang sekolah tidak langsung pulang? Lupa jalan rumah? Apa udah lupa sama Ibu dan Ayah? Dan kenapa tidak kabarin Ibu atau Ayah dulu kalau mau pergi main? Kamu tahu, Ayah sama Ibu cemas nyariin kamu dari tadi. Ayah juga udah telepon kamu, tapi tidak ada respon sama sekali dari kamu. Sekarang Ayah tanya dan kamu jawab jujur, tadi di luar kamu ngapain aja?” tanya Ayah penuh dengan emosi.
“A-aliza, Aliza mi-minum Yah.” “Maksud kamu minum-minuman keras?” “I-iya.” “Astaghfirullah Aliza, sejak kapan Ayah mendidik kamu untuk melakukan hal keji seperti ini? Ayah tidak pernah mendidik kamu seperti ini Aliza. Kamu tahu kan kalau minum-minuman keras itu perbuatan yang dilarang oleh agama? Dan kenapa sekarang kamu lakuin? Apakah kasih sayang dari Ibu dan Ayah untuk kamu itu kurang? Ayah tahu kamu itu anaknya bandel, tapi tidak seharusnya kamu seperti ini. Kamu sudah benar-benar keterlaluan Aliza. Ayah tidak tahu harus mendidik kamu dengan cara apa lagi agar kamu mau berubah dan kembali ke jalan Allah.” Ayah sudah frustasi menghadapi sikapku, dan tidak tahu harus dengan cara apa aku agar aku bisa berubah.
Ibu menghampiriku dan menatapku dengan sendu. “Sayang! Apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa kamu melakukan itu semua? Ibu tidak menyangka kamu bisa seperti itu. Sungguh, Ibu kecewa sama kamu Aliza.”
Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku cuma bisa menangis. Tidak seharusnya aku menuruti ajakan teman-temanku tadi. Memang penyesalan selalu datang di akhir. Aku sudah tahu, pasti setelah ini aku akan dihukum. Entah hukuman apa yang akan mereka berikan padaku. Aku cuma berharap, semoga hukuman itu tidak berat untukku.
“Aliza, Ayah tidak punya pilihan lagi. Ayah akan memasukkan kamu ke pesantren. Besok lusa kamu berangkat, dan segera kemasi barang-barang kamu.” Kata Ayah dengan penuh keyakinan.
Seperti tersambar, terguncang hebat, ketika kudengar kalimat yang keluar dari mulut Ayahku. “A-apa Yah? Pesantren? Nggak, aku nggak mau, Aliza nggak mau masuk penjara suci itu Yah. Aliza nggak mau masuk pesantren, Aliza nggak mau jauh dari kalian. Jangan hukum Aliza seperti ini Yah, Aliza mohon!”
“Tidak, keputusan Ayah sudah bulat. Hanya dengan cara itu yang bisa Ayah lakuin agar kamu bisa berubah. Di sana kamu akan memperoleh banyak ilmu, dan kamu akan mendapatkan banyak teman yang selalu mengajak kamu dalam kebaikan.” kata Ayah menyakinkanku.
Aku berfikir sejenak memikirkan kata-kata Ayahku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku harus menuruti kemauan mereka? Aku sudah tidak punya alasan lagi, sebaiknya aku iyakan saja kemauan mereka. “I-iya, Aliza akan turuti semua permintaan kalian. Aliza tahu, jikalau Aliza salah, mungkin ini jalan yang terbaik buat Aliza.”
Hari ini aku sudah mulai untuk mondok. Penjara suci ini mungkin cocok agar aku bisa merubah diriku menjadi lebih baik lagi. Sungguh, aku menyesali semua perbuatan yang sudah kulakukan. Aku berjanji pada diriku sendiri, aku harus semangat untuk menuntut ilmu di sini. Aku tidak ingin mengecewakan mereka.
Hari demi hari aku jalani dengan ikhlas, semua aturan di pesantren juga aku jalani dengan baik. Saat ini aku lagi duduk di bangku taman, terlihat para santri berlalu lalang kesana-kemari. Aku teringat kata-kata ustadzah waktu itu, bahwasanya tidak ada orang yang sempurna, semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Namun, setiap kesalahan tentu harus disadari dan diperbaiki. Hidup kita akan berubah lebih baik jika kita bersedia untuk merubah diri kita terlebih dahulu.
Cerpen Karangan: Risma Ayu Nur Azizah