Bagi siswa kelas V-B SD Lumintu, Pak Aurick adalah guru matematika paling killer yang pernah ada. Sudah pelajarannya susah, orangnya galak pula. Namun berbeda dengan Agam. Baginya, Aurick Friendli Wahyudi, S.Pd atau yang kerap disapa Pak Aurick adalah guru terbaik yang pernah ada. Meski beliau terkadang suka marah kalau kelas susah diatur atau ada siswa yang tidak mengerjakan PR, namun ada satu poin yang membuat Agam tetap menyukai guru yang satu itu.
Jadi, beliau selalu merolling bangku setiap hari. Tujuannya agar siswa tidak bosan karena sebangku dengan teman yang itu-itu saja sekaligus melatih kemampuan siswa agar bisa bersosialisasi dengan teman yang beragam. Hari ini, Agam merasa keberuntungan sangat berpihak kepadanya. Bagaimana tidak? hari ini dia bersebelahan dengan Dhea, orang yang dikaguminya. Dia adalah siswi yang cukup mahir matematika di kelas V-B. Agam menyukainya karena selain dia cantik, dia juga pintar di banyak pelajaran. Khususnya matematika. Momok bagi kebanyakan siswa di muka bumi ini.
Agam mendadak grogi, mematung, dan canggung. Memang, Agam sesekali mengobrol dengan Dhea dalam urusan pelajaran matematika. Bahkan dia sering menegur Agam bila dapat jelek. Intinya, mereka berdua sering ngobrol dan cukup akrab. Namun karena bibit asmara yang perlahan tumbuh dalam hati si Agam, jadi canggunglah dia ketika akan mencoba mengobrol kepada Dhea. Dia mendadak tidak tau apa yang harus dikatakannya.
“Gam, gimana? Sudah bisa perkalian pecahan belum?” “Ehm…” “Gam!” “…” “Eh, ditanyain kok diem aja kamu itu. Oh, kamu belum ngerjain PR ya?” “Udah sih, tapi kurang dikit. Hehehehe.” “Itu berarti belum selesai! Kamu itu ya, kebiasaan! Padahal kemarin kamu yang ngingetin aku kalau ada PR.”
Agam merasakan suasana hati yang campur aduk. Di samping dia canggung kepada Dhea, dia juga merasa bahagia dan tak mampu membohongi dirinya sendiri. Guna menenangkan hatinya, Agam meraih botol minum di tasnya, lalu meminum sedikit air. Kala telah selesai minum, dia langsung berdiri dan pergi ke luar kelas. Di luar kelas, dia bertemu dengan Joni sedang memandang Sang Mentari yang perlahan menampakkan dirinya dan menghangatkan permukaan bumi.
“Jon, kamu hari ini duduk sama siapa?” “Sama Ferdi. Kalau kamu?” “Ehm, aku sama Dhea….” “Lho, ya enak dong sama cewek. Kok kaya grogi gitu kamu, Gam? Jangan-jangan…” “Jangan-jangan apa…” “Jangan-jangan habis ini bel. (TEEETTTTT….) Kan bener! Itu Pak Aurick udah ada di tangga! Ayo, masuk-masuk…”
Di kelas, Agam memanfaatkan kesempatan. Dia bisa “modusin” Dhea dengan cara yang positif yakni bertanya seputar soal matematika sampai dia benar-benar paham. Di kesempatan itu, Agam juga sesekali curi pandang pada gadis berambut hitam nan panjang itu. Dia benar-benar merasa beruntung bisa berlama-lama belajar bareng Dhea.
Enam bulan kemudian, tepatnya saat pengambilan rapor. Pak Jalil, ayah Agam terkejut ketika Pak Aurick memberitahu beliau jika nilai rapor anaknya mengalami peningkatan drastis. Pak Aurick juga mengatakan bahwa kini Agam mendapatkan peringkat ke-3 dari 30 siswa di kelasnya. Padahal sebelumnya peringkat Agam adalah ke-28 dari 30 siswa.
“Ini fantastis, pak! Agam benar-benar da real, da true, da legend of high value student! Cara apa yang biasanya bapak gunakan untuk mengajar anak bapak?” “Saya maupun istri saya tidak pernah menemani Agam belajar. Dia juga tidak ikut bimbel. Ya, dia belajar mandiri sesuka dia.” “Apakah ada perubahan lain yang terjadi pada Agam?” “Saya melihat dia kini lebih jarang main HP, bahkan gak pernah kelihatan buka HP kecuali kalau lagi nelpon saya atau ibunya. Dia kini juga terlihat lebih penuh semangat dan gak loyo seperti sebelumnya.”
Di waktu yang bersamaan, Joni sedang ngobrol dengan Agam di belakang sekolah. Sambil menyeruput es permen karet plastikan, mereka saling berbincang tentang nilai rapor. Agam lantas meyakinkan teman dekatnya yang suka main FF itu, bahwa dia juga kelak bisa menjadi seperti Agam atau bahkan lebih baik darinya, asal dirinya mau lebih berusaha.
Joni kepo. Bagaimana Agam bisa mendapat peringkat tiga besar setelah sebelumnya meraih peringkat dua dari bawah? Agam lantas menjelaskan pada Joni bahwa dirinya tidak ikut bimbel manapun, gak pake contekan, gak pake jimat, gak pake pelet, dan gak pake ilmu hitam buat mendapat peringkat seperti itu. Dia hanya suka mengulangi pelajaran setelah sekolah. Serta mencari sesuatu hal yang membuat dirinya semangat.
“Emang gimana caramu biar kamu tetap semangat belajar?” “Caraku sih ya belajar dengan orang yang kita suka. Kebetulan aja Si Dhea itu pintar banyak pelajaran terutama matematika.” “Oh, jadi kamu suka sama Dhea?” “Hehehe. Begitulah. Dia aja barusan aku tembak tadi. Katanya dia mau sama aku karena peringkatku lebih tinggi daripada dia. Aku peringkat 3, dan dia peringkat 4.” “Cieeee! Ternyata kamu suka Dhea ya? Ya gak salah juga sih. Dhea itu udah cakep, suka membaca, mana pinter lagi.”
Namun tak berhenti sampai di situ. Agam dan Dhea kini jadi sering belajar kelompok. Orangtua Dhea pun suka terhadap kelakuan Agam yang sering mengajak belajar bareng di rumahnya. Karena selama ini, Dhea lebih suka menghabiskan waktu untuk membaca buku dan belajar sendirian. Sampai-sampai dia jadi ansos. Dengan hadirnya Agam, Dhea menjadi tak sendiri lagi dan perlahan bisa lebih membuka diri.
Cerpen Karangan: M. Falih Winardi Blog / Facebook: Falih Winardi