“Kamu nggak mungkin masuk, Fa!” Ucap Maya penuh percaya diri, sambil menatap sinis Safa. “Hehehe, Kekeh Safa.” “Aku bakal buktiin kalo aku pantas” tegas Safa. “Dan kamu! Ingat perkataan aku. Uangmu gak akan mampu ngalahin takdir tuhan,” Lanjut Safa, sambil pergi memunggungi Maya yang masih bingung mencerna ucapan Safa tadi.
Ya, hari ini ialah hari lulusnya anak-anak SMA Antariksa. Hari ini, adalah hari yang ditunggu semua siswa-siswi kelas dua belas, yang telah menuntut ilmu selama tiga tahun di SMA ini. Pasalnya, selain diwisuda ada pengumuman siswa-siswi terbaik tiap tahun ajaran. Maka dari itu, hati mereka semua berdoa kepada Tuhan agar diri mereka yang mendapat penghargaan itu.
Bel berbunyi tanda akan dimulai acara wisuda tersebut. Denis melangkah keluar dari masjid sekolah, selepas ia melaksanakan sholat duha. Ketika Denis menuju ke ruang wisuda, di tengah lorong berpapasan dengan Perempuan yang selama ini dikaguminya.
“Mau kemana?” Sapa Denis. “Waalaikumsalam,” Tegur Perempuan itu. Merasa diingatkan, “Eh iya, Assalamualaikum. Mau kemana?” Ulang sapaan Denis. “Emangnya mau kemana lagi? Kan kita mau wisuda, ya masuk ke ruang wisuda lah!” Jawab Safa. “Gitu amat jawabnya, kan aku lupa, emangnya kamu kenapa sih? Kusut begitu mukanya,” lanjut Denis, heran dengan sikapnya, yang hari ini aneh. Padahal hari ini kan, hari wisuda mereka. Harusnya kan ia senang.
“Tuh Si Ayam pagi-pagi dah ngajak ribut. Dia pikir hanya dia yang bisa sukses. Hanya orang kaya yang bisa sukses. Aku juga bisa sukses kok!” Ucap Safa sambil mendudukkan dirinya di lantai, karena sedih dan lemas. “Si Ayam?” Pikir Denis setengah menit lamanya berpikir. “Oh Maya” gumam Denis
“Terus siapa lagi?” Ujar Safa “Emangnya dia ngomong apa?” “Gak tau dia ngomong apa, katanya anak kayak aku gak bisa masuk ke Universitas. Emangnya dia Tuhan?!” Sedih Safa “Gak usah ditanggepin, Fa. Kamu bisa kok sukses tanpa Uang, betul kata kamu, dunia yang ngatur Tuhan. Bukan dia,” Ucap Denis sambil menenangkan Safa.
“Emangnya setelah ini kamu mau langsung kuliah, gak istirahat dulu tuh otak?” Tanya Denis. “Ya, maunya langsung kuliah sih, tapi cari biayanya?” “Pasti ada jalannya lah, semoga Allah kasih jalan terbaik. Dah lah yuk masuk ke kelas!” ajak Safa, yang dijawab dengan anggukan lemah oleh Safa.
Acara wisuda pun dimulai, para siswa dan siswi terlihat tegang sembari merapalkan Doa. Ketika Acara dimulai, sampailah acara di sesi puncak, yaitu pengumuman. “Kami segenap Guru akan mengumumkan siswa-siswi terbaik di tahun ajaran ini,” Lantang Kepala Sekolah, terlihat wajah cemas dari para murid.
“Murid terbaik ketiga, dengan nilai sempurna mata pelajaran sosiologi, diraih oleh… Maya Eka Safira.” Maya dengan angkuh maju ke atas panggung. Pembawa acara memberikan sambutan kedua perihal dipanggilnya nama siswa yang akan menerima penghargaan selanjutnya.
“Kemudian murid terbaik kedua, dengan nilai sempurna mata pelajaran Bahasa Indonesia dan matematika, Denis Wijaya!!” Denis bersujud, bersyukur kepada Allah, kemudian dengan santun ia pun maju.
“Kemudian murid terbaik pertama di tahun ajaran ini, dengan nilai sempurna total hampir seluruh mata pelajaran di raih oleh…” Pembawa Acara memberikan jeda selama beberapa saat untuk menunggu reaksi seluruh hadirin yang ada di dalam gedung pagi itu. Wajah yang penuh dengan harap dan cemas beradu menjadi satu. Udara yang menegang selaras dengan nafas yang ingin berhenti menunggu nama selanjutnya.
“Safa Az Zahra!!!” Seru Pembawa Acara menggaung memenuhi gedung dengan rasa mengikuti bangga. Dengan gembira Safa maju ke atas panggung, setelah bersujud syukur. “Kepada Safa Az Zahra di mohon memberikan sambutan!” Mohon Kepala Sekolah.
“Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, semua guru yang saya hormati dan semua teman teman yang saya cintai, pertama saya bersyukur kepada tuhan telah memberikan saya nikmat yang banyak sehingga saya bisa berdiri di sini, kemudian saya ingin mengingatkan diri sendiri dan juga teman-teman saya, bahwa usaha kalian pasti dilihat oleh Allah, kalian belajar maka Allah pun akan kasih kalian nilai yang baik, karena tidak mungkin Allah tidak adil, “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin”. Maka dari itu jangan pernah merasa usahamu sia-sia. Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan, sekian. Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.” Setelah menyampaikan, Safa pun turun dari panggung sambil menatap Maya, “Aku bakal buktiin.”
Esoknya, Safa sibuk mencari Universitas yang baik untuknya di daerahnya, Jakarta. Dengan segala usaha yang keras, Safa memutuskan untuk pilihan pertamanya di fakultas kedokteran Universitas Negeri Jakarta dan pilihan keduanya fakultas MIPA di Universitas yang sama, kemudian Safa pun mengirimkan berkas-berkasnya. Sambil menunggu pengumuman penerimaan Safa pun membaca majalah di sofa ruang tamu, dan akhirnya Safa tidur.
Hari Kamis. Hari ini pengumuman kampus yang dipilihnya lusa kemarin. Safa hampir lupa, karena cucian bajunya yang menumpuk. Alhasil dua jam ia habiskan di kamar mandi. Sampai akhirnya adzan dhuhur berkumandang. “Oh ya, sekarang pengumuman kampus aku masuk nggak ya?” gumam Safa “Aku sholat dulu deh” pikir Safa Akhirnya Safa pun sholat, selepas sholat Safa tidak meninggalkan tempat sholat terlebih dahulu Safa masih menyempatkan dirinya untuk membaca Al-Quran terlebih dahulu dan setelah itu Safa membaca doa. “Ya Allah, jika mungkin ini jalan terbaik-Mu maka kabulkan ya Allah!” Pinta Safa.
Selepas sholat dengan segala rangkaiannya, akhirnya Safa menuju laptopnya, ingin melihat hasil pengumuman kampusnya. Dengan perlahan Safa membuka hasilnya dan… “Yah gak diterima semua lagi, ya Allah mungkin ini belum takdirnya,” Gumam sedih Safa. Safa pasrah hari ini, yang akhirnya melanjutkan di esok harinya dan fix Safa hari ini menjadi sad girl.
Jumat, waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, Denis tiba-tiba datang ke rumah Safa setelah ia dipanggil oleh pihak sekolahnya dulu, SMA Antariksa. “Assalamualaikum,” Salam Denis. “Eh, Denis mau ngapain Dia ke sini?” Batin Safa. “Assalamualaikum, Safa!” “Ya, ya, waalaikumsalam,” Jawab Safa sambil membukakan pintu dan mempersilahkan Denis untuk masuk. “Masuk Nis!” Dijawab anggukan oleh Denis.
“Tumben kesini? Mau ngapain?” Tanya Safa. “Ya masa gak boleh sih main kesini, kan mau silaturrahmi,” Jawab Denis. “Ya nggak cuma tanya aja, tumben main? Sendiri lagi,” Lanjut Safa. “Ya nggak, tadi aku habis dipanggil kepala sekolah SMA. Terus dikasih ini,” Sambil mengeluarkan dua amplop coklat. “Nih, ini untuk kamu,” Ucap Denis dan langsung menyodorkan amplop satunya ke arah Safa. “Untuk aku? Buat apa?” Safa mengernyit bingung. “Gak tau Kepala Sekolah katanya untuk kamu gitu aja,” Ucap Denis. Hampir saja Safa membuka amplop tersebut. “Eits!!! Jangan dibuka dulu, tunggu aku pulang dulu,” Larang Denis. “Oke, deh.” Setelah memberikan amplop milik Safa, Denis dan Safa berbincang-bincang tentang dunia perkuliahan yang akan dimasuki dan dijalani oleh keduanya. Setelah satu jam lamanya mereka berbincang, akhirnya Denis pamit pulang.
Sepulangnya Denis Wijaya, Safa langsung melompat ke atas kasurnya, dan membuka amplop yang tadi diberikan oleh Denis. “Hah, ya Allah, Allahu Akbar apa ini?” Safa terkejut. “Aku dapat jalur undangan di fakultas kedokteran! Eh sebentar…” Safa kembali membaca beberapa deret kalimat selanjutnya. “Hah! di Universitas Indonesia lagi,” Tambah kaget Safa. “Ya Allah, terima kasih ya Allah!!!!” Teriak Safa seraya meloncat dari atas kasur dan langsung sujud syukur. Saat itu juga ia memberitahukan kepada kedua orangtuanya.
Esok harinya, Safa pergi ke Universitas Indonesia untuk mengajukan berkas-berkas milik Safa yang sudah disiapkan oleh Safa tadi malam. Hari minggu, Weekend yang menegangkan bagi Safa. Pasalnya hari ini adalah hari pengumuman diterima atau tidaknya Safa di Universitas Indonesia. Mulai jam tujuh pagi Safa sudah mengahadap laptopnya menunggu hasil pengumumannya. Padahal masih tersisa beberapa jam lagi.
Saat tersisa satu jam lagi, Safa teringat bahwa Denis pernah mengirim surat yang belum dibukanya. Kemudian Safa pun mencari keberadaan amplop tersebut, setelah mencari kesana kemari, akhirnya amplop tersebut ditemukannya di bawah tumpukan bajunya di dalam lemari. Safa pun langsung membacanya. Tak terasa Safa menangis membacanya. Kenapa Safa Menangis? Karena Denis mengigatkannya dalam amplop tersebut, “Ingat!, kalau mau sukses, percuma usaha gak ada doa, yang tentuin semuanya Allah Bukan kamu.” “Ya Allah, dia baik semoga engkau takdirkan dia untukku,” Senyum dan harap Safa.
Setelah itu, Safa langsung mengambil wudhu. “Mumpung masih ada waktu, aku sholat dulu deh,” Gumam Safa. Kemudian Safa Sholat dan berdoa kepada Allah. Safa menangis dalam doanya, tak lupa ia mendoakan kedua orangtuanya dan orang-orang yang ia sayangi tak terkecuali Denis.
Setelah rangkaian sholat dan doa, Safa menuggu didepan laptopnya, dan waktu pengumuman lima menit lagi. Dan akhirnya waktu habis, Safa membuka hasilnya pelan-pelan sambil menutup mata. Selama lima menit lamanya Safa menutup mata. Dan Safa pun membuka mata.
“Hah!!!!” “Aku diterima! Alhamdulillah! Aku akan jadi dokter!” “Hore! Terima kasih ya Allah” “Terima kasih ya Allah, aku berjanji aku akan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, aku akan jadi dokter yang sukses” “Ya Allah, terima kasih telah memberiku jalan-Mu yang terbaik.”
Safa, terus menerus mengucapkan kata positif kala itu hingga ia merasa lelah dengan sendirinya atas kepuasan diri di atas pencapaiannya saat itu.
-End-
Cerpen Karangan: Mochammad Fachry lahir di Malang pada tahun 2007 saat ini sedang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darul Faqih Malang contact us : IG: _.fchry_