Jam dinding rumahku menunjukkan pukul 19.00 WIB. Setelah shalat berjamaah, kami sekeluarga pun makan malam bersama. Ada ayah, ibu dan aku. Memang benar aku adalah anak tunggal. Sebelum kami menghabiskan makan malam, ibu berkata jika ibu akan menginap di rumah nenek selama 2 hari untuk merawat nenek yang sedang sakit.
“Berhubung kalian sedang libur semester, Ibu akan menginap 2 hari, jadi jaga rumah baik baik. Jangan pesan makanan dari luar, ibu sudah membuatkan makanan untuk 2 hari. Ibu taruh makanannya di kulkas, jika ingin memakannya tinggal menghangatkannya saja. Jaga kebersihan rumah ya, Jangan sampai berantakan.” kata ibu panjang lebar. “Siap bu” kataku “Ya bu” kata ayah
Keesokan harinya, ibu bersiap-siap. Kami membantu menyiapkan barang-barang ibu. Tak lama kemudian taksi yang dipesan ibu untuk mengantar ibu ke rumah nenek sudah siap di depan rumah. Kami mengantar ibu ke depan rumah. Sebelum masuk ke mobil, ibu berpesan “jaga kondisi rumah ya, kondisi rumah harus sama seperti kondisi sebelum ibu pergi. Oh ya makanan yang di kulkas harus dihabiskan!” kemudian ibu langsung masuk mobil. Kami berdua melambai ke arah ibu. “Hati-hati bu” kataku
Setelah taksi ibu sudah tidak terlihat lagi, kami berdua langsung masuk ke rumah. Kemudian kami langsung bersenang-senang di rumah. Ayah langsung menyalakan musik sekeras-kerasnya. Aku yang tidak mau kalah langsung menyalakan TV dan membesarkan volumenya sekeras-kerasnya. Sambil melihat TV aku memakan camilan sebanyak banyaknya. Aku pun tertidur di sofa.
Tak terasa hari sudah sore. Aku baru saja bangun dari tidur dan melihat rumah yang sangat berantakan. Bungkus-bungkus camilan berserakan di lantai. Karpet-karpet berantakan dan banyak jajan yang tercecer di lantai. aku menghiraukannya, toh masih ada hari besok untuk membersihkannya. aku pun langsung mandi dan pergi ke kamarku. Jam menunjukkan waktu makan malam. Kami tidak memakan makanan buatan ibu, bahkan ayah pesan ayam goreng dari McDonals.
Keesokan harinya kami bangun kesiangan. Mengingat malam nanti ibu pulang, ayah langsung menghangatkan semua makanan yang ada di kulkas untuk menu sarapan dan makan siang hari ini. Aku yang ingin menonton TV tidak bisa, ternyata hari ini ada pemadaman listrik. Mendengar hal itu kami berdua langsung bingung dan sedih. Rumah beratakan dan tidak bisa menggunakan vacum cleaner. Setelah sarapan, kami semua bekerja bakti dari pagi sampai sore. Akhirnya semua dapat terselesaikan dengan baik. Kondisi rumah kembali bersih seperti semula.
Setelah itu kami bersiap-siap menunggu kedatangan ibu. Tak lama kemudian ibu sudah sampai di depan rumah. Kemudian ibu masuk ke rumah dan melihat kondisi rumah sedetail-detailnya. lalu melihat kulkas. Semua kondisi rumah sangat bersih tak meninggalkan satu noda pun dan makanan ibu juga telah habis tanpa sisa. Kami semua tersenyum menunggu komentar ibu. Tak disangka ibu langsung masuk ke kamar dan ekspresi ibu berubah menjadi sedih. Kami berdua bingung.
Keesokan harinya ibu juga masih sedih. Aku sangat bingung. Lalu aku pergi ke rumah sahabatku bernama ana yang menurutku pintar dalam hal perasaan. Aku menceritakan semua yang terjadi kepada ana. “Mengapa ibuku menjadi sedih padahal semua yang kami lakukan sesuai dengan permintannya?” tanyaku heran. Lalu dia tersenyum dan berkata “kamu melakukannya dengan bagus. Bahkan kalian melakukannya lebih dari bagus” “Maksudnya?” tanyaku masih belum mengerti. “Maksudnya, kamu dan ayahmu itu melakukan pekerjaan rumah dengan sempurna walaupun tanpa ibumu. Sehingga ibumu sedih dan merasa sudah tidak dibutuhkan lagi” Mendengar hal itu aku menjadi sedih dan langsung berlari pulang.
Sesampainya di rumah, aku langsung mengacak-ngacak kamarku dan lemariku dan bertanya kepada ibu “bu tolong carikan baju batikku di lemari”. Lalu ibu langsung masuk ke kamarku dan lansung berkata “ya ampun ali, berantakan sekali kamarmu. Ini dia baju batikmu. Cari baju batik saja kok gak ketemu. Bagaimana kamu bisa hidup tanpa ibu” Kata ibu. Kulihat wajah ibu yang mengomel sekaligus kerut wajah ibu yang terlihat bahagia. Melihat hal itu, aku pun bahagia serta mengerti perasaan sebenarnya dari seorang ibu.
Cerpen Karangan: Shinta Yunita Rahmawati Blog / Facebook: Shinta Yunita Rahmawati