Suatu hari, Bretta berjalan menyusuri gudang. Dia sedang mencari gitar. Bretta pun akhirnya menemukan gitarnya. Pada saat Bretta akan keluar dari gudang, secara tak sengaja dia menyenggol sebuah diary. Karena penasaran, Bretta pun membawa diary tersebut.
Bretta segera memasuki kamarnya dan menguncinya. Dia mulai latihan gitar. Setelah lelah latihan gitar, Bretta mulai penasaran dengan buku diary yang ditemuinya tadi. Bretta mulai membuka diary tersebut. Bretta membaca dengan seksama.
21 Desember 1999, Yeah, aku diajarin gitar sama papa.
“Ealah, ini ‘kan diary tahun 1999. Tahun segitu mah aku masih di perut haha. Lanjut baca lagi ah.” ucap Bretta.
25 Desember 1999, Yah, kok papa pergi tugas sih? Baru beberapa hari juga belajar gitar.
29 Desember 1999, Kok papa belom pulang sih? Aku pengen belajar gitar nih. Cepetan pulang dong, Pa.
31 Desember 1999, Aku dapet kabar dari mama kalo papa kecelakaan. Dan papa tewas di tempat.
“Apa? Papanya meninggal di akhir tahun 1999. Duh, kasihan banget.” ucap Bretta.
1 Januari 2000, Pemakaman papa berjalan lancar. Mama paling shock. Mana mama masih hamil 9 bulan lagi.
14 Januari 2000, Ah, sungguh bosan. Mama nggak ijinin aku main gitar lagi. Huh, sebel.
20 Januari 2000, Astaga, mama jatuh dari tangga. Hampir aja aku kehilangan adikku. Untung adikku masih bisa selamat. Tapi, mama harus menjalani perawatan di rumah sakit.
21 Januari 2000, Yeah, akhirnya aku punya adik. Namanya Bretta Aninditha. Mirip ya namanya sama aku, Gritta Anindya.
“Gritta Anindya? Siapa dia? Kok namanya nggak asing ya? Dan kenapa dia menyebutkan nama lengkapku? Apa dia itu kakakku? Tapi, bukannya aku nggak punya kakak ya?” tanya Bretta heran.
31 Januari 2000, Ah, mama nyebelin. Masa yang diurus cuman Bretta sih? Mama pilih kasih banget.
20 Februari 2000, Aku diam-diam mengambil beasiswa sekolah di London. Baru tes doang.
28 Februari 2000, Mama nggak peduli lagi sama aku!!! Pedulinya cuman sama Bretta!!! Aku benci Bretta!!!
7 Maret 2000, Aku mencoba kabur dari rumah. Namun, rencanaku diketahui oleh bi Irma. Jadi, aku terpaksa balik lagi deh.
15 Maret 2000, Yeah, aku lolos seleksi tes tahap 1. Tinggal 2 tahap lagi.
20 Maret 2000, Aku mencoba kabur lagi. Namun, digagalkan kembali. Huh, sebel.
30 Maret 2000, Yeah, kakek sama nenek main ke rumah. Tapi, aku cuman dicuekin aja. Padahal, aku kangen banget sama kakek nenek.
14 April 2000, Yeah, aku lolos seleksi tahap 2. Tinggal 1 tahap lagi.
21 April 2000, Asik, aku lolos 3 tahap seleksi!!! Aku bahagia banget deh. Tepat di hari ulang tahunku yang ke 12 aku mendapat hadiah istimewa.
30 April 2000, Ah, mama marahin aku karena Bretta. Kan Bretta jatuh sendiri. Masa aku yang disalahin sih. Kupikir punya adik itu enak. Tapi, kenyataannya nggak sama sekali.
15 Mei 2000, Aku akhirnya melaksanakan UN. Fokus belajar, Gritta Anindya. Fighting.
20 Mei 2000, Aku dah selesai UN. Tapi, itu berarti aku harus berada di rumah dong? Ah, males banget. Aha, aku punya ide. Aku mau main sama temen ah.
6 Juni 2000, Sewaktu aku pulang dari tempat Milka, aku kecelakaan. Kakiku patah. Namun, hanya tante Karen dan om Gilang yang menjengukku dan menemaniku di rumah sakit. Sedangkan mama, beliau sudah tak peduli lagi denganku. Kenapa aku tidak mati saja waktu itu.
17 Juni 2000, Mama tak kunjung menjengukku. Sudahlah, Gritta, mama tak akan memedulikan engkau lagi.
23 Juni 2000, Akhirnya aku pun diperbolehkan pulang oleh dokter. Aku sangat senang. Untuk sementara, aku tinggal di rumah tante Karen dan om Gilang. Mereka sangat baik kepadaku.
29 Juni 2000, Mama mendatangiku dan memaksa aku pulang. Jelas aku tak mau.
6 Juli 2000, Aku harus siap untuk pergi ke London. Tante Karen dan om Gilang sangat sedih melihatku harus pergi ke London. Good bye, Indonesia. Good bye, Diaryku tersayang!
19 Desember 2006, Aku sibuk banget di London. Sampai-sampai aku nggak megang diary lagi. Tante Karen dan om Gilang menyambutku dengan hangat. Welcome, Indonesia!
30 Desember 2006, Mama mendatangiku dan menangis memohon aku untuk pulang. Aku pun memarahinya dan pergi entah kemana.
31 Desember 2006, Aku pun kecelakaan kembali. Aku kehilangan banyak darah dan mungkin ini waktunya untuk aku mengembalikan diaryku ini ke mama. Aku menulis surat dan menitipkan diary ke tante Karen. Good bye, Semuanya!
1 Januari 2007, Kupikir aku sudah meninggal. Tetapi, ada orang baik hati yang mau mendonorkan darahnya kepadaku. Ternyata, dia adalah mama. Makasih ya, Ma. Maafin Gritta ya karena udah jadi anak durhaka.
21 Januari 2007, Selamat ulang tahun yang ke-7 ya, Bretta. Maafin kakak ya.
21 April 2007, Ah, sudah 3 bulan lamanya aku nggak nulis di diary kesayanganku ini. Mau nulis apa ya? Nggak tahu sih. Yang penting, selamat ulang tahun yang ke-19 tahun untuk diriku sendiri. Haha, masa ngucapin sendiri sih wkwk. Tapi yang pasti aku mau pergi ke Australia sih. Ah, sialan, pena dah mau habis, buku diary pun udah hampir penuh. Sekian dari aku lah. Makasih ya, Diary, udah nemenin aku selama ini. Sepertinya diary ini harus kuberikan kepada mama. Ah, pegel nulis ini. Ya, bukunya hampir habis. Ya udahlah, aku akhiri aja diary ini. Bye, Diaryku.
“Wah, seru juga baca nih diary. Btw, ini diary siapa ya? Tanya mama ah.” ucap Bretta lalu keluar menemui mamanya. “Mama!” teriak Bretta. “Ada apa, Sayang?” tanya mama. “Ini diarynya siapa ya, Ma?” tanya Bretta. “Eh, kamu dapet dari mana?” tanya mama kaget. “Dari gudang. Aku nemu ini pas aku mau cari gitar.” ucap Bretta. “Itu milik Gritta Anindya, kakak kandungmu.” ucap mama. “Lho, jadi selama ini, aku punya kakak?” tanya Bretta. “Iya, benar sekali. Dan pasti kamu sudah baca semua, ‘kan? Itu adalah perjalanan kisah hidup kakakmu. Dan sekarang mama nggak tahu kakakmu di mana. Mungkin dia sudah bahagia di Australia.” ucap mama sedih. “Ah, jadi pengen ketemu sama kakak deh.” rengek Bretta. “Mama juga pengen.” ucap mama.
Tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu. Bretta segera membuka pintu. Di luar, terlihat seorang gadis berusia sekitar 29 tahun-an. “Lho, cari siapa, Kak?” tanya Bretta. “Bretta! Maafin aku, Bretta!” pekik gadis tersebut lalu segera memeluk Bretta. “Siapa lho, Bretta? Eh? Kamu?” tanya mama kaget. “Iya, Ma. Ini aku, Gritta Anindya. Mama masih inget aku nggak?” tanya Gritta. “Gritta!!! Mama kangen banget sama kamu!!! Maafin mama ya, mama dulu terlalu manjain Bretta.” ucap mama. “Maafin aku juga ya, Ma.” ucap Gritta. “Dia siapa, Ma?” tanya Bretta heran. “Dia Gritta, Kakak kandungmu.” ucap mama. “Kak Gritta? Kak Gritta!!!!” pekik Bretta senang.
Mereka bertiga akhirnya bersatu kembali.
Cerpen Karangan: Dhycia DhyneCia Blog / Facebook: Dhycia DhyneCia Sorry ya cerita ini cuman diary doang. Cerita ini seakan-akan menunjukkan bahwa diary ini adalah tokoh utama gitu deh.