Malam yang dingin menyelimuti tubuhku, hangatnya pelukan dari dirimu yang mampu menenangkanku dan juga perasaanku. Dulu kau masih mampu bangun dan berdiri untuk menggenggam tanganku, kini semua tidak bisa lagi aku rasakan, semenjak kau tinggalkan bayanganmu yang jauh dan tidak bisa lagi aku sentuh. Waktu yang terus berlalu bayanganmu yang dulu menemaniku kini mulai hilang, suaramu kini mulai senyap, tanganmu kini yang tidak bisa kugenggam lagi, tubuhmu yang tidak bisa lagi aku peluk. Wajahmu yang tidak bisa lagi aku pandang, matamu yang tidak bisa lagi aku tatap, bibirmu yang tidak bisa lagi aku dengar saat kau menyebut namaku, langkah kakimu tidak akan bisa kudengar lagi saat kau mendekatiku, suara tepuk tanganmu tidak bisa kudengar lagi saat aku mendapatkan nilai terbaik, suara ketawamu tidak pernah kudengar lagi saat kita berkumpul bersama.
Rindu aku rindu. Aku merindukan kehadiran dirimu, aku merindukan pelukan kasih sayangmu, belaian tanganmu, genggaman tanganmu, hentakan kakimu saat engkau mendekatiku. Aku merindukan marahmu, nasehatmu, aku merindukan wajah marahmu yang kini sudah lama tidak aku lihat. Aku bahkan merindukan suara bibirmu yang membelaku sewaktu aku melakukan kesalahan. Aku merindukan ajaranmu, kelembutan hatimu, kekerasanmu, perhatianmu, rasa pedulimu terhadap semua orang. Tapi aku tidak merindukan rasa sakitmu, rintihan sakitmu, tangisanmu, dan juga kecemasanmu. Aku sakit mendengarnya, perlahan-lahan, waktu demi waktu, detik demi detik, hari demi hari kau mulai menghembuskan nafas terakhirmu saat aku tidak ada disampingmu.
Kembali aku menceritakan kisah yang pernah aku alami semasa aku kehilangan seorang Ayah. Sedih rasanya jika mengingat hal apa yang pernah aku rasakan saat itu, ketika ayah harus dibawa ke rumah sakit, dikarenakan menahan rasa sakit yang ada di leher dan di dadanya. Sekarang aku sudah kelas 2 SMA dan aku tidak bisa membayangkan sudah selama 6 tahun ayah telah pergi selamanya. Terlebih jelasnya berada disisi Allah SAW. Ada sedikit rasa sesal yang membuat aku tidak bisa menunjukkan yang terbaik untuknya.
21 Mei 2011 Saat aku terbangun dari tidurku yang lelap, dan harus siap-siap mandi dan membersihkan rumah. Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar Negri 004 tembilahan kota. Pada saat itu aku masuk sekolah tepat pukul 12.00 wib. Disaat aku telah menyelesaikan pekerjaan rumah yaitu menyapu halman rumah, tiba-tiba ayah datang diantar anak buahnya sambil memegang leher, ayah memakai seragam dinas kantor bewarna coklat. Tetapi ada yang aneh ini masih pukul 09.00 pagi bukankah orang kantoran masih bekerja, lalu aku mengejar ayah dan aku harus memastikan keadaan ayah, aku melihat ayah terbaring lemah, kemudian aku bertanya kepada ayah apa yang terjadi dengan ayah?, ayah cuman diam tetapi seolah memberikan isyarat bahwa aku harus menghubungi ibu yang sedang berbelanja di pasar.
Sesudah ayah memberikan isyarat itu aku langsung menghubungi ibu dan berkata bahwa ayah pulang dengan kondisi sangat lemah. Tidak menunggu waktu yang lama ibu telah sampai di rumah dan berlari ke kamar melihat ayah yang sedang terbaring lemah. tiba waktunya aku untuk berangkat ke sekolah dan diantar oleh kakak sepupuku. Terasa berat sekali meninggalkan ayah yang sedang menahan kesakitannya. Sesampai di sekolah aku hanya bisa termenung di tangga dan mengingat saat ayah menahan sakit saat tadi ayah pulang.
Tiba jam 05.30 waktunya lonceng berbunyi itu tandanya bel pulang sekolah telah tiba, itu bunyi yang aku tunggu dari tadi karena aku harus memastikan bahwa ayah harus baik-baik saja di rumah. Aku diantar oleh satpam sekolah karena tidak ada yang bisa menjemputku saat sore itu, aku juga bingung biasa ada saja yang menjemputku, oh iya aku lupa biasa sore-sore yang menjemputku pulang sekolah itu ayah, tapi ayah sedang sakit bagaimana bisa ayah menjemputku, tetapi masih ada ibuku, abang-abangku bertiga, kakak sepupuku, abang sepupuku tetapi kenapa tidak ada yang bisa menjemputku dan kenapa ibu harus menelepon satpam untuk mengantarkan aku pulang ke rumah, saat dijalan aku masih memikirkan hal itu.
Sesampainya di rumah aku melihat banyak orang di rumah aku melihat orang-orang itu seakan terkejut dan menangis, lalu aku bertanya kepada kakak sepupuku apa yang terjadi, lalu abang sepupuku mengirimkan pesan singkat melalui hanphoneku dan isinya “kasih tau ibu kalau ayah akan segera dirujuk ke rumah sakit”. kakak sepupuku memeluk tubuhku erat dan berkata “sabar ya nak, cepat siap-siap ganti baju karena kita akan ke rumah sakit untuk menyusul ayah.” Ibu langsung pergi bersamaan dengan ketiga abangku. Aku menangis tidak kuat menahannya aku langsung ganti baju dan pergi bersama kakak sepupuku.
Tiba aku di rumah sakit melihat ayah terbaring di rumah sakit rasanya pedih meski aku belum mengerti semuanya. Aku melihat ayah terus berjuang dari komanya ayah pasti berjuang untuk keluarganya terutama untuk anak-anaknya.
Tidak terasa udah 3 hari ayah dirawat di ruang UGD unit gawat darurat, ayah belum sadar dari komanya ini sudah 3 hari selama itukah ayah tidak sadarkan diri. Aku hanya bisa menangis dan memegang erat tangan ayah dan sambil memeluk ibu.
25 Mei 2011 Ruangan ICU ruangan ayah saat ayah telah kembali sadar dari komanya ayah dipindahkan ke ruangan ICU, betapa senangnya aku melihat ayah telah sadar dari komanya ayah berjuang sadar kembali dari komanya, aku juga melihat kesenangan itu dari wajah adik beradik ayah, anak-anak ayah, istri ayah, keponakan ayah. Saat ayah terbaring lemah di ruang ICU ayah terus memanggil namaku, ayah cuman menyebut namaku disaat aku tidak berada disampingnya, itulah yang membuatku berat untuk meninggalkan ayah jika ingin pergi ke sekolah.
Sudah selama 3 hari ayah di ruangan ICU dan dokter memberitahu kepada ibu bahwa ayah telah membaik, mendengar kabar itu aku sangat bahagia, tetapi saat dokter berkata itu bukan berarti ayah boleh pulang ke rumah, ayah masih harus dirawat di ruang VIP. Ayah dirawat di ruangan anggrek, banyak sekali yang menjenguk ayah dari pagi hingga malam tidak berhenti teman-teman, saudara, tetangga untuk menjenguk ayah.
1 JUNI 2011 Malam pukul 20.00 wib ayah dibawa ke ruangan ICU lagi, ayah mau dibawa ke rumah sakit pekan baru untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik, air mataku tiba-tiba jatuh mendengar ayah akan dibawa kepekan baru. Tetangga, saudara, adik-beradik ayah, keponakan ayah, anak-anak ayah, ibuku menunggu di luar, dan menunggu dokter datang untuk menandatangani surat izin ayah dibawa ke rumah sakit pekan baru. Tapi dokternya tidak datang-datang ke ruangan ayah, lalu aku masuk ke ruangan ayah bersama ibu dan abang-abangku, ayah berkata “kapan kita akan berangkat ke pekanbaru?”. Ibuku menjawab “tunggu jawaban dari dokter”. Setelah itu aku dibawa pergi oleh kakak ipar ayahku untuk melihat temannya yang sedang sakit.
Saat aku telah kembali ke ruangan ayah, tepat pukul 20.45 aku melihat abangku yang nomor 2 menangis dan menyerakan semua barang-barang yang ada di sekitarnya, abangku yang nomor 3 diam seakan dia menahan rasa tangisnya, lalu abangku yang nomor 1 dia pingsan, ibuku juga ikut pingsan, aku bingung apa yang terjadi tiba-tiba air mataku juga menetes dan aku mendengar ucapan kakak ipar ayahku yang berkata “sabar ya nak, ikhlaskan semuanya ayah sudah tidak merasakan kesakitannya lagi ayah sudah meninggal”. Dengan cepatnya aku berlari ke dalam melihat ayah sudah ditutupi kain putih dan didorong suster untuk dibawa keluar, semuanya hening cuman ada suara tangis yang terisak, suara tangis dari tetangga, saudara ayah, teman-teman ayah, keponakan ayah, anak-anak ayah dan istri ayah.
Ibu sadar dari pingsannya lalu ibu memeluk aku sangat erat seakan tidak percaya semuanya. Lalu kami semua pulang ke rumah aku digonceng oleh abang sepupuku untuk pulang ke rumah, dan almarhum ayah dibawa pulang memakai mobil jenazah. Seampainya di rumah aku lari ke dalam rumah dan disambut oleh kakak sepupuku yang memeluk tubuhku dengan erat, ibuku dipeluk erat juga oleh kakak ipar ayahku, abang-abangku didampingi oleh abang-abang ayahku.
Jenazah ayah sampai di rumah, orang-orang di rumah tercengang sambil meneteskan air mata, lalu jenazah ayah dibaringkan di tilam kecil yang pinggirnya ditutupi kain batik panjang. Aku memeluk ayah erat dan tidur di samping ayah. Ibuku dibawa kakak ipar ayahku ke kamar dan melepaskan tangisan itu di kamar. Banyak sekali yang datang dan membacakan yasin untuk ayahku, dari jenazah ayah datang sampai ayah dimakamkan di pemakamam tanjung harapan. Harapanku semoga ayah ditempatkan disisi Allah SAW, dan amalnya selama di dunia ini diterima Tuhan.. Titip rinduku untuk ayahku, Tolong sampaikan bahwa aku mencintainya dan rinduku hanya padanya.
Cerpen Karangan: Aritia Putri Blog / Facebook: Ti putri Nama: ARITIA PUTRI (TIA) TTL: tembilahan 7 januari 2001 Alamat: tembilahan kota Nama orangtua: ibu Titik hidayati dan bapak Ridwan A.saleh (alm) nama Facebook: Ti putri IG: tiputri_