Hari ini adalah hari dimana Joni mendapatkan sebuah gelar di kampus tercintanya, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di angkatannya. Ia berhasil lulus di fakultas hukum meneruskan perjuangan ayahandanya. Namun sayang sekali, bukannya merasa senang, Joni malah sedih karena tak ada satu pun keluarga yang menghadiri acara wisudanya. Ayahnya sibuk dengan pekerjaannya, sementara kakaknya sibuk dengan kebiasaan buruknya. Sementara itu, Joni sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak enam bulan lalu karena telah meninggal dunia.
Joni pun hanya bisa merayakan kelulusan ini bersama teman-teman sebayanya di cafe biasa tempat mereka berkumpul. Mereka merayakannya dengan penuh suka cita, tetapi Joni tidak begitu gembira. Ia masih kecewa dengan keluarga yang seolah-olah tidak pernah peduli padanya.
Sepulang dari cafe, Joni tidak langsung pulang ke rumahnya. Joni merasa percuma jika pulang ke rumah, toh tidak ada yang menganggapnya sama sekali. Joni pun memilih untuk pergi ke diskotik seorang diri. Ia bersenang-senang disana untuk mengusir rasa kecewa dan amarahnya. Ia bermain-main dengan wanita ‘malam’ sambil meminum-minuman keras. Joni menghabiskan waktu itu seharian hingga lupa waktu. Ini jelas bukanlah kebiasaan Joni yang setiap harinya selalu melakukan hal positif.
Merasa sudah lelah, Joni pun terpaksa pulang ke rumahnya walau berat dirasa. Ketika Joni telah tiba di rumahnya, ayahnya pun sedang berada di rumah sambil menonton televisi.
“Jon, dari mana saja kamu seharian ini?”, tanya ayahnya. “Ayah yang kemana aja, kenapa ayahh gak hadir pas Joni wisuda? Joni malu yah sama temen-temen, gak ada satu pun keluarga Joni yang peduli sama Joni.” “Kan ayah sudah bilang, kemarin kan ayah..”(terpotong) “Ah sudahlah,”
Joni sudah muak dengan alasan ayahnya itu, Joni berpikir bahwa ia sudah tidak dianggap anak lagi oleh ayahnya itu. Joni pun langsung pergi ke kamarnya dan terbaring lemas. Minggu depan adalah hari pertama dimana Joni bekerja di sebuah instansi hukum. Ia sudah diberikan tempat yang cukup tinggi di tempat kerjanya karena merupakan lulusan terbaik di fakultasnya. Namun, ayah Joni belum tahu tentang semua ini.
Satu minggu telah berlalu, dan tepat pada hari ini adalah hari pertama Joni untuk bekerja di tempat kerja barunya. Ia sangat bersemangat untuk bekerja karena jika berada terus-terusan di rumah ia bosan dengan suasana rumah yang begitu suram yang sudah tiada lagi keharmonisan keluarga semenjak ditinggal ibunya.
“Selamat siang Joni, dan selamat bergabung dengan kami. Selamat atas kelulusan anda, saya sangat apresiasi itu. Semoga anda bisa bekerja dengan baik disini”, ucap pimpinan instansi tersebut. “Terimakasih pak atas apresiasinya. Saya berjanji akan bekerja dengan semaksimal mungkin pak”, ucap Joni dengan penuh semangat.
Dimulailah perjalanan karir Joni yang akan membuat keluarganya bangga berkat prestasi yang ia raih selama ini. Ia akan bersemangat untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, ia tidak membutuhkan belas kasihan lagi dari ayahnya yang selama ini selalu memberinya uang untuk keperluan hidupnya. Ia pun akan membeli rumah untuk hidupnya sendiri dan tidak ingin serumah lagi dengan ayah dan kakaknya yang tidak pernah peduli dengan keberadaannya. Untuk sementara ini, Joni tinggal di sebuah kos-an di dekat tempat kerjanya sambil menunggu untuk mendapatkan tempat tinggal baru.
Sebelum ibu Joni meninggal, sebenarnya keadaan keluarga Joni sangatlah baik. Bahkan tidak pernah ada pertentangan ataupun hal lainnya. Ketika ibu Joni meninggal, semuanya menjadi berbalik 180 derajat. Tidak ada keharmonisan lagi di keluarga itu. Entah apa yang terjadi sehingga mereka menjadi tidak akur lagi semenjak meninggalnya ibu Joni.
Karena itu semua, membuat kakak Joni satu-satunya menjadi seorang pecandu narkoba. Namun Joni dan ayahnya tidak pernah mengetahui ini semuanya. Kakaknya Joni frustrasi karena suatu hal, namun Joni tidak pernah mengetahui masalah apa yang dialami oleh kakaknya itu. Joni tidak peduli dengan itu semua karena ia sudah tidak dianggap lagi oleh mereka, dan ia lebih memilih menjalani hidupnya sendiri dengan tenang.
Sudah satu bulan ini Joni bekerja dengan baik dan Joni pun memperoleh gaji pertamanya. Joni pun senang dengan semua itu, karena gaji yang diterima Joni tidak sedikit, melainkan nominalnya sangat besar karena berada di posisi yang cukup tinggi di tempat kerjanya. Ketika Joni akan pulang ke kosannya, tiba-tiba ada telepon dari kakaknya. Ia bingung karena kakaknya menelepon dirinya setelah sekian lama tidak menghubunginya.
“Hallo, ada apa bang nelepon gue tumben?”,tanya Joni. “Gue cuma mau tau kabar lo aja Jon. Gimana sekarang lo udah dapet kerjaan?” “Udah bang ini baru gajian.” “Wah hebat luh, ga ngabarin gue.” “Emang abang masih nganggep gue adek gitu?” “Ah luh kok gitu Jon. Maaf kalo gue banyak salah sama lo. Sekarang lo tinggal dimana Jon, gue mau ketemu sama lo.” “Entar gue kasih alamatnya lewat sms bang.”
Sebenarnya Joni sangat malas sekali memberikan alamat kos-annya kepada kakaknya itu, namun karena masih menganggap kakak, Joni pun terpaksa memberikan alamat itu kepada kakaknya karena Joni juga tidak ingin memutus hubungan silaturahmi dengan keluarganya walaupun mereka sering membuatnya kecewa.
Beberapa jam dari itu, kakaknya pun datang menghampiri Joni di kos-annya. Kakak Joni datang dengan wajah yang begitu pucat. Joni pun langsung membawakan air minum kepada kakaknya itu.
“Kenapa lo bang kok muka lo kusut gitu?” “Gue sakit Jon udah lama, gue kayaknya mau mati deh Jon.” “Ah elu kalo ngomong suka ngaco. Walaupun lo ke gue gitu, tapi lo tetep abang gue bang, gue peduli sama lo kalo lo juga peduli sama gue. Sebenernya lo kenapa bang cerita ke gue?”. “Gue make Jon.” “Ah elu, seriusan lo make?” “Gue seriusan Jon, gue udah kecanduan Jon.” “Bajingan loh bang, apa lo ga kasian apa sama nyokap?” “Lo jangan bawa-bawa nyokap Jon. Gue kesini mau minta tolong sama lo Jon, pinjemin gue duit 5 juta aja, gue lagi butuh Jon kalo engga gue bisa mati. Duit gue udah abis Jon, gue males minta ke bokap.” “Bang… bang, lo nyusahin diri lo sendiri bang.”
Akhirnya Joni yang kasihan melihat kakaknya seperti itu, langsung meminjamkan uang 5 juta kepada kakaknya yang uang tersebut merupakan setengah dari gaji pertamanya itu. Kakak Joni pun langsung pergi setelah menerima pinjaman uang dari adiknya. Dan mulai dari saat itu pula Joni selalu memberikan uang kepada kakaknya sebesar 5 juta setiap bulannya untuk membeli obat terlarang tersebut. Joni sudah sering sekali memberitahu abangnya untuk menghentikannya, namun abangnya tidak bisa melakukannya karena sudah terlanjur.
Sudah lima tahun Joni bekerja, dan prestasinya dalam bekerja pun dari hari ke hari mengalami peningkatan sehingga ia dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi. Joni diangkat menjadi hakim di sebuah pengadilan oleh lembaga instansi hukum. Prestasi yang membuat semua teman Joni bangga. Ayah dan kakaknya belum mengetahui prestasi Joni ini. Joni pun diberikan fasilitas oleh negara berupa mobil dan rumah yang cukup mewah. Joni pun merasa senang dengan apa yang di dapatnya. Setelah satu tahun kakaknya tidak menghubungi Joni, tiba-tiba kakaknya menghubungi Joni kembali.
“Hallo Jon, lo sekarang dimana?” “Eh bang, gue kira lo udah mati overdosis bang.” “Bangs*t loh, lo sekarang dimana?” “Entar gue kirimin lewat sms bang alamat gue.”
Setelah mengetahui alamat Joni, kakaknya Joni pun langsung menghampiri tempat Joni yang baru. Setelah melihat tempat tinggal Joni yang baru, kakaknya pun merasa terkejut dengan rumah yang begitu indah, hampir seperti rumah milik ayah mereka. Kakaknya Joni pun merasa bangga karenanya. Kali ini kedatangannya bukan untuk meminjam uang kepada Joni, melainkan ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting.
“Gue bangga sama lo Jon, kayanya nyokap juga bangga Jon di surga. Bokap juga kalo tau kayanya bakal bangga Jon.” “Lo berlebihan bang. Ujung-ujungnya lo pasti minjem duit ke gue kan?” “Engga Jon, gue udah gak make Jon. Selama setaun ini gue udah berhenti Jon, sampe badan gue kering kerontang gini.” “Terus lo mau ngapain kesini?”
“Gue mau ngomong serius sama lo. Tapi gue mohon lo jangan kaget Jon”. “Lo mau ngomong apaan emang?” “Nyokap mati bukan karena sakit Jon, nyokap mati karna gue sama bokap ngebunuh dia Jon. Udah lama gue mau ngomong ini ke lo Jon.” “Lo jangan becanda bang.” “Gue serius Jon, gue bunuh nyokap pake sianida karna disuruh bokap Jon, bokap pengen aset harta nyokap jatoh ke tangannya Jon.” “Bajing*n lo bang, anjing lo gue ga nyangka sama lo berdua. Kecurigaan gue selama ini bener-bener kebukti bang, lo bajingan banget bang, pergi lo dari sini jangan anggep gue sebagai adek lo lagi bang.” “Lo boleh bunuh gue Jon, gue rela Jon hidup gue udah ancur Jon.” “Ancuran hidup gue bang, lo tega bang. Pergi lo dari sini bang.”
Kakaknya Joni pun pergi dengan penyesalan yang amat mendalam. Joni yang mendengar hal tersebut dari kakaknya sendiri menjadi sangat terpukul dan sama sekali tidak pernah terbayangkan akan hal tersebut bisa terjadi. Joni pun mencoba untuk menenangkan dirinya sejenak di kamarnya.
Selang satu minggu setelah mengetahui hal yang sangat menyakiti hatinya, Joni pun menjadi kurang fokus dalam pekerjaannya. Saat sedang bekerja Joni mendapatkan pesan singkat dari kakaknya, “Jon, entar kalo lo udah kelar kerjanya lo sini ke rumah gua”. Joni pun tidak menghiraukan pesan singkat dari kakaknya itu.
Sepulang dari bekerja, Joni pun langsung menuju rumah dinasnya. Namun seketika Joni ingat akan pesan singkat yang dikirim kakaknya tadi. Sebenarnya Joni malas sekali untuk menemui kakaknya itu. Namun, ia merasa harus menemuinya.
Ketika sudah berada di rumah kakaknya, Joni langsung mencari kakaknya itu, namun di dalam rumah kakaknya sangatlah sepi tidak ada satu orang pun. Joni pun terus menelusuri rumah kakaknya dan ketika Joni memasuki gudang ternyata kakaknya berada di tempat itu sambil menggantungkan dirinya di langit-langit. Perasaan Joni saat itu sangatlah hancur dan kecewa, ia sangat frustrasi terhadap semua yang terjadi pada dirinya. Joni pun langsung membawa mayat kakaknya dan langsung menguburnya di belakang rumah tersebut. Setelah itu, Joni pun langsung berziarah ke kuburan ibunya dan mencurahkan seluruh keluh-kesah hatinya di makam ibunya itu. Dan kini Joni pun tidak pernah mengetahui lagi dimana keberadaan ayahnya, ia sudah menganggapnya mati.
Satu bulan telah berlalu, namun Joni masih belum bisa melupakan semua hal yang telah terjadi selama ini dalam hidupnya. Ia sangat tidak menyangka mengapa semua ini bisa terjadi kepada diri dan hidupnya. Ia hidup dalam kesendirian, tak ada keluarga yang menemaninya.
Saat itu Joni mendapatkan sebuah kabar bahwa ia harus memimpin persidangan karena ada pejabat hukum yang terlibat korupsi. Mau tidak mau Joni pun harus memimpin persidangan itu untuk memutuskan perkara dan hukuman kepada terdakwa dengan kondisi Joni yang sedang tidak dalam kondisi yang baik.
Keesokan harinya Joni pun menghadiri persidangan untuk menjadi pimpinan di persidangan itu. Ketika ia sudah duduk di kursi persidangan untuk memimpin, tiba-tiba sosok yang sudah tua memakai baju tahanan yang tak lain adalah ayahanda dari Joni. Seketika itu Joni sangat terkejut begitu pula ayahnya Joni tersebut. Ayahnya terlibat korupsi di tempat kerjanya yang banyak merugikan negara, mereka pun memilih bungkam karena tidak ada yang tahu bahwa pimpinan persidangan dan tersangka adalah anak dan ayah. Ayah Joni sangat bangga dengan anaknya, namun ia sudah melupakan semua kehidupannya. Kini hidupnya telah hancur, dan sekarang hidupnya akan ditentukan oleh anaknya sendiri.
Joni pun harus menerima bahwa dirinya harus menerima cobaan dan masalah lagi. Ia harus bergelut dengan hatinya karena ia harus menjatuhkan hukuman kepada ayahnya. Karena dendam yang masih melekat di hatinya, Joni pun memutuskan untuk menghukum seumur hidup kepada ayah kandungnya itu. Walau berat, tapi ia harus melakukan ini semua untuk membalas penderitaan ibunya saat dibunuh oleh anak dan suaminya sendiri. Ayah Joni pun menerima semua ini dengan lapang dada, ia mengira bahwa Joni telah mengetahui bahwa dirinya lah yang telah membunuh ibunya Joni. Joni pun tidak sudi untuk menghampiri ayah yang telah membunuh ibunya itu. Ia depresi berat setelah menyelesaikan persidangan itu.
Baru satu minggu ditahan, ayah Joni sudah tewas gantung diri di sel tahanannya. Dan kabar itu terdengar sampai ke telinga Joni. Hati Joni pun semakin kacau, ia semakin depresi akan hal itu. Ia pun sempat untuk mengunjungi pemakaman ayahnya itu, walaupun sifat ayahnya sangat bejat bagaimanapun juga, ia tetaplah ayah kandungnya.
Selama setengah tahun ini, Joni mengurung diri di rumahnya dan sementara waktu cuti untuk pekerjaannya. Tubuh Joni semakin kurus karena jarang makan, ia sangat depresi dan frustrasi. Ia bingung harus berbuat apalagi karena hidupnya sudah tidak berguna, semua orang yang dekat dengannya telah tiada. Joni sempat berpikir untuk bunuh diri, namun ia tidak berani melakukannya.
Tepat tengah malam, Joni terbangun dari tidurnya. Ia merasa lapar dan mau tidak mau ia harus ke ruang makan untuk mengisi perutnya. Namun ketika akan menuju ruang makan, tiba-tiba lampu di rumahnya terjatuh tepat di atas kepala Joni. Dan saat itu pula Joni terjatuh tidak berdaya dengan tetesan darah yang terus mengalir di kepalanya sampai ada orang yang mengetahuinya. Joni pun tewas di tempat dengan kondisi yeng mengenaskan.
Cerpen Karangan: Erfransdo Blog / Facebook: erfransvgb.blogspot.com / Erfrans Do Don’t make a failure as a burden, make a failure as a source of motivation to continue to struggle to achieve success.