Aku lalu ninggalin ruang tamu dan masuk ke kamar. Aris dan Lia masih ngobrol di ruang tamu, aku gak tau apa yang mereka bicarain tapi yang pasti mereka berdua gak punya perasaan banget. Aku gak tau harus ngapain, aku gak tau harus ngomong apa, aku gak tau harus gimana, yang aku tau aku terus mikirin hal yang barusan terjadi rasanya aku gak bisa terima. Aku gak terima kalau ternyata aku harus punya pacar yang akhirnya punya perasaan sama adik aku sendiri. Aku juga gak terima kalau aku harus punya adik angkat yang menurut aku gak tau diri, aku udah rela berbagi orangtua, berbagi kakak, berbagi adik, berbagi kamar, dan bisa dibilang aku berbagi kehidupan dengannya hingga sekarang dia ngerebut apa yang ingin aku miliki seutuhnya. Aku harus berbagi pacarku dengannya.
Satu hal yang saat itu terlintas di pikiranku adalah curhat dan mencari tempat dimana aku bisa ngelampiaskan apa yang aku rasa sekarang. Pilihan pertamaku adalah mama. Mama adalah tempat curhat yang selama ini selalu ada buatku apapun itu aku selalu jujur dan terbuka sama mama. Aku curhat ke mama tentang apa yang aku alami dan hal yang paling membuatku shock saat itu adalah kata-kata mama yang gak pernah aku sangka bisa keluar dari bibir mulut mama. Kata-kata yang gak aku inginkan sama sekali.
“Udah, kamu kan lebih kakak dari dia, kamu lebih ngerti, setidaknya kamu harus ngalah sama adek kamu sendiri. Kalau memang Aris itu jodoh kamu dia bakal balik lagi kok ke kamu gak usah dipikir. Relain aja ya sayang..” “Tapi mama sampe kapan aku harus ngalah sama Lia, Sampe kapan aku sabar dengan kelakuan dia?” Aku curhat sambil terisak. Jujur aku gak belu bisa terima bahkan sama sekali gak terima semua itu. “vhaly sayang, kamu bisa nemuin yang terbaik dari dia. Udah ya anggap aja gak terjadi apa-apa kamu anak mama yang paling kuat. Tunjukin kalo kamu bisa, oke!” Aku diam dan hanya mengangguk. Disisi lain mama selalu ngebela adik aku sebesar apapun kesalahan dia mama dengan mudahnya maafin dia. Mama selalu berusaha ngasi kasih sayang yang lebih sama Lia. Aku diam, masuk ke kamar dan aku baring-baring dengan headset di kedua telingaku, hingga tak terasa aku lelap dalam lamunanku. Sunyi, sepi, sendu, gelap dengan sedikit cahaya berlalu seiring malam yang berganti pagi.
Pagi yang cerah dengan semburat merah sang surya menyambut sesosok gadis belia yang terhuyung dalam gundah, seolah ingin menemani. Setelah mandi, aku langsung bersiap dengan pakaian PSG dan semangat baru walaupun masih dalam galau. Aku lalu sarapan, bersiap, pamitan dan kemudian berangkat ke kantor.
Mama yang saat itu memperhatikan tingkahku tiba-tiba nge-sms aku.. “Serahkanlah kuatirmu pada-Nya.. Karena Dialah kekuatan dalam hidupmu”
Aku selalu berusaha menutupi kegalauanku. Di kantor, aku harus bersikap profesional, gak boleh terbawa suasana hatiku sendiri. Aku gak boleh kelihatan sedih dan harus selalu tersenyum walaupun sebenarnya hanya terpaksa. Berusaha untuk tegar walau sebenarnya aku rapuh, berusaha untuk kuat walau sebenarnya aku lemah, berusaha untuk berjuang walau sebenarnya ku tak mampu. Itulah yang kulakukan, sakit memang bagai berenang melawan arus yang begitu deras.
Malam kembali datang. Aku pulang ke rumah saat hampir maghrib. Tidak seperti biasanya, hari ini setelah pulang aku langsung mandi dan terpaku di depan laptop. Saat itu aris mengirim sms ke aku. Katanya dia belum siap buat ninggalin aku.
“Met malam.. Vhaly aku minta maaf banget ya sama kamu.. aku Cuma pengen bilang sebenarnya aku gak pengen hubungan kita berakhir kaya gini. Aku pengen perbaikin hubungan kita. Bisa kan.. #Pleasee.. reply” “Juga, Ris, kalau kamu gak pengen buat ngakhirin hubungan kita kamu gak bakal penah nyakitin aku.” “Aku cuma pengen jujur sama kamu biar nanti kedepannya kamu gak kaget sama sikap aku, aku tuh terbuka sama kamu”. “Iya, kamu emang jujur tapi kalian saling suka jadi buat apa aku bertahan sama orang yang udah gak punya perasaan sama aku, Gak ada cewek yang rela dikhianati, dan gak ada cinta yang bisa dibagi menjadi dua”.. “Tapi aku masih pengen pacaran sama kamu.” “Udah deh, kamu tuh aneh, kan kamu yang minta hubungan kita berakhir trus skarang kamu gak pengen?, Mau kamu apa sih?”.. “Yaa, mau aku kita gak putus!!”
Aku udah gak bales, aku, aku bener-bener marah banget dan geram, dan saking marahnya air mata aku mengalir deras. Aku kesel dan gak nyangka aku pernah punya pacar yang kelakuannya kaya gitu, memberi harapan, menggantung harapan, memutuskan harapan dan ngemunculin harapan itu lagi. Seorang lelaki yang tidak punya hati, dan gak punya perasaan. Aku tambah rapuh saat aku juga harus kehilangan sosok kakak yang paling deket sama aku, gak selamanya tapi aku gak siap pisah walau cuma sementara.
“Bip.. Bip.. Bip.. Bip..” tanda sms masuk. Kak Ryan mengirim sms ke aku. “Met malem dek, Udah makan malam belum?” “Juga Kak! Belum, kalau Kakak?’ “Udah kok dek, kamu jangan lupa makan yaa, Hm ya, Kakak mau ngasi tau kalau kakak gak bisa pulang besok soalnya mau langsung berangkat ke Bungku dan bakal disana selama 3 minggu. Maaf ya gak bisa nemenin kamu saat kamu butuh. Bye”.
Aku jadi lemes, entah bagaimana aku harus ngungkapin isi hati aku. Aku gak tau pengen curhat sama siapa. Malam ini menjadi malam paling gak enak buatku. Bahkan orang yang kuharapkan pun gak bisa turut merasakan apa yang aku rasakan. Aku mencoba untuk tidur dan mengurung diri di kamar.
“Tok.. Tok.. tok..” “Vhaly buka pintu, aku mau tidur”. Lia mengetuk pintu kamar yang sengaja aku kunci. “Tak..” pintu kubuka, ternyata dia sementara telfonan. Dia bicara ini itu, awalnya aku gak gubris dan aku masang headset ke telingaku. Tiba-tiba, aku kaget karena dia nge-loud speaker Hpnya hingga kedengaran olehku. Ternyata yang menelfon Aris.
Aris: “Kamu lagi ngapain?” Lia: “Nih lagi baring-baring aja baru habis mandi. Kamu?” Aris: “Lagi duduk-duduk aja. Kamu sama siapa?” Lia: “Oww, lagi sama Vhaly. Kenapa?” Aris: “Dia lagi apa?” Lia: “Lagi mmm main gemes kayaknya!” Aris: “Dia udah makan belum? Kalau belum bilangin ya cepet makan biar gak tambah sakit”. Lia: “Kamu nih kenapa sih? Udah mantan juga masih diperhatiin. Yang pacar kamu sekarang siapa? Aku apa dia?”. Aris: “Iya sayang maaf kalau gitu…”
Entah apa lagi yang mereka percakapkan aku tidak mendengarkan lagi, aku langsung keluar kamar dan main game di teras rumahku. Setelah beberapa lama, Lia muncul dari kamar dan kemudian duduk di sampingku.
“Hmm, Vhaly aku pengen tanya sesuatu.” “Hm-mm apa?” “Kamu kenapa keluar kamar tadi? Kamu sakit hati ya?” Aku langsung diam dan berhenti seketika, aku gak nyangka dia bakal nanya segitunya. Entah apa maksudnya tapi feeling aku berkata kalau dia itu sengaja. Aku hanya menjawab sembari bertanya. “Menurut kamu?” Aku berdiri dan meninggalkannya.
Semenjak saat itu, hubunganku hancur, aku mulai tertutup dan menghilangkan banyak hobiku. Pertama, hubunganku dengan Aris yang sekarang adalah mantanku hancur. Kedua, hubunganku dengan adik angkatku hancur hingga sekarang, aku bahkan tidak ingin menganggapnya lagi sebagai seorang adik walaupun masih serumah dengannya. Ketiga, hubunganku dengan Papa hancur saat ia tau aku memutus hubungan keluarga dengan Lia.
Aku banyak belajar khususnya tentang kisah dan pengalaman yang barusan kualami. Selama apapun hubungan pacar itu terjalin jika tidak didasari dengan cinta dan bukan takdir cinta, maka hubungan itu akan berakhir bagaimanapun caranya. Selanggeng apapun kita pacaran tidak menjamin kalu kita akan bersama selamanya.
Cerpen Karangan: Novha Tryvhena Hasan Blog / Facebook: Novhatry