Angin berhembus damai dari sela jendela, sangat sejuk di wajah rasanya. Tatapan kosong hati sepi entah apa yang kian terjadi. Suara orang tua yang sedang menjelaskan pelajaran bahkan tak sedikit pun kuperhatikan. Masih kebayang wajah nenekku, tiga hari lalu dia sudah dipanggil oleh yang maha kuasa. Terasa miris rasanya saat pemakaman tidak ada satupun keluargaku yang datang. Bahkan anak semata wayang tidak datang melihat hari terakhirnya. Iya, itu ibuku sendiri. Aku hidup berdua bersama nenekku 8 tahun akhir ini.
Ada kejadian yang mengenang memoriku sangat dalam, umurku baru 5 tahun. Terlihat ayah sedang memukuli ibu. Sikap kasar ayah mungkin ia dapat dari kepolisian. Ibu yang tidak tahan meninggalkan rumah dan barang-barangnya bahkan dia meninggalkanku dengan ayah. Kata-kata kerinduanku pada ibu kuucapkan pada ayah membuat bekas merah di berbagai tubuhku oleh ikat pinggangnya. Beberapa bulan berlalu aku mempunyai seorang ibu baru. Aku tidak benci dan juga tidak suka akan perempuan itu, yang aku pikirkan hanya ibuku.
Setiap pulang kerja ayah selalu melepas ikat pinggangnya dan selalu membuat bekas merah di tubuhku. Aneh sikap ibu tiriku tidak seperti di dalam dongeng, dia selalu melindungiku dari amukan ayah, dia selalu mengobatiku, dan bahkan ia selalu memelukku saat aku menangis akan kerinduan ibuku. Selang setahun adik tiriku lahir, rasa hangat di wajahnya membuat hatiku yang dingin sedikit mencair.
Saat umur 10 tahun, waktu itu ayah pulang dengan wajah yang berapi-api. Dia bahkan menceburkanku ke dalam toren berisi air panas, aku hanya bisa menangis dan berteriak ampun, maaf, dan tolong bahkan aku bilang “Ibu kau dimana tolong aku!!!”. Malah kata kata tersebut membuat amukan ayahku menjadi jadi, dia bahkan tak lupakan ikat pinggangnya. Akhirnya ibu tiriku berhasil menghentikan ayahku, kata terima kasih kulontarkan padanya. Tetapi sesaat ibu tiriku bercerita, yang membuat ayahku marah ternyata ibuku, dia melihat ibuku sedang menggendong anak dengan seorang pria kaya di rumah sakit. “BOHONG…, Kau Bohonngng… ibuku ga seperti itu… Pembohong” teriakku ke wajahnya dan aku pun berlari kabur dari rumah menuju rumah sakit yang ia bilang.
Sambil menangis kuucapkan “Ibu… I..Buuu…” aku mencari di sekeliling rumah sakit akan tetapi aku tidak menemukannya. “IBUUUU…!!!” Teriakku dengan wajah gembira, “Alan… ALAN!!!” teriak ibuku juga akan tetapi sesaat terdengar suara “I..bu” suara anak kecil yang memanggilnya, “Sayang… ada apa” dan aku melihat sesosok pria bersamanya. “gak mungkin ini semua BOHONGGGG..” teriakku pada ibuku dan aku pun berlari pergi dari ruamah sakit “Alan tunggu…” terdengar teriak ibu saat aku berlari menjauh. Entah aku sekarang ada dimana tetapi nenekku menemukanku dan dia mengajaku tinggal dengannya. Nenekulah yang memberikan kehangatan akan namanya kasih sayang, saat dia pergi aku selalu berharap itu hanyalah sebuah mimpi saja.
Sekarang aku hidup seorang diri di rumah warisan nenek kepadaku. Aku tidak khawatir dengan biaya sekolahku, karena aku dapat besiswa berprestasi dan aku juga orang yang populer di sekolah tak sedikit adik kelas yang suka menyatakan perasaanya padaku. Soal segala kebutuhan hidupku kudapatkan dari kerja paruh waktu saat pulang sekolah maupun hari libur. Hidup yang membosankan rasanya, bahkan aku sempat mencoba beberapa kali untuk mengakhiri hidupku.
“oke, seperti yang sudah ibu bilang sekarang. itu pasangan kelompok kalian hingga satu semester kedepan, Sekian dari ibu terima kasih” Inilah yang membosankan dari sekolah tugas kelompok. “Alan ada tugas bahasa inggris yang suruh membuat story telling, kapan kita buatnya?” itu adalah nana pasangan kelompokku.. “nanti akan kuberitahu” jawabku sambil pulang bersiap tuk kerja. Setiap harinya dia selalu bertanya tentang tugas tersebut dan jawabanku masih selalu sama dengan kemarin.. “alan besok deadline terakhir tugasnya, jadi gimana? Kita belum buat sama sekali!!” tanya nana dengan nada sedikit kesal terlihat di mimik wajahnya, Dan kali ini pun tanpa menjawab aku langsung pergi meninggalkanya.
Aku menyerahkan tugas yang kukerjakan dengan atas nama kelompok. “apa apaan ini alan?, coba pangil Nana kemari!!” “Kalian berdua tidak mengerjakan tugas berkelompok ya?” “Nana tadi kamu udah nyerahin tugas, tapi kamu juga nyerahin tugas alan? Apa maksudnya ini!!” dengan nada marah “ibu mau kalian kerajakan ulang dan kirim bukti kalau kalian berdua bekerja bersama titik.” Jelas guru tersebut. “ini semua gara-gara lu lan gua juga kena kan, coba aja lu jawab pertanyaan gua, kapan bisa kerja kelompoknya pasti gak akan begini?” jelas nana sambil meluapkan emosinya “Lu bilang selalu ga ada waktu, terserah lu deh sekarang mau gimana, gua gak peduli.” Sambung dia langsung pergi.
Hari sabtu hari untuk istirahat dari pelajaran tapi itu mungkin maksud mereka yang bebas tapi bagiku hari ini hari yang sangat melelahkan karena dari pagi sampai malam aku harus bekerja sebagai kurir junk food. Karena pada hari lainya aku bekerja di cafe. Suasana jalan kota yang panas dan ramai kian melengkapi penderitaanku, “permisi selamat siang, pesan antar junk food” sambil mengetuk pintu dan mengulang ucapan tersebut selama 3 kali, Lalu terdengarlah suara perempuan “tunggu sebentar!” suara langkah kaki terdengar “oh junk food, berapa mas semuanya?” tanya ia sambil mengambil makanan yang kupegang “89 ribu aja mba” jawabku, “oh ini uangnya” mba tersebut sambil menyerahkan uangnya. “mba uangnya kelebihan” tanyaku, “ya udah ambil aja kembalianya Buat kamu” Dengan godaan centil perempuan tersebut. “oh makasih mba” jawabku.
“Assalamualaikum” terdengar suara perempuan lainnya yang baru masuk “eh pas banget lu baru dateng makananya juga baru sampe”. “eh, loh alan ngapain?” tanya seorang yang kukenal ternyata nana “eh kalian saling kenal, dia baru nganter paket makanan nih” sambil heran menunjukan makananya. “iya, dia satu sekolah denganku, yang aku bilang itu” jawab nana. “yang kamu bilang kamu suka sama dia tapi dia orangnya male..ss..” sigap nana menutup mulutnya, “oh, ya udah mba saya pamit dulu permisi” sambil membalikan badan untuk keluar “makasih mas” jawab temen nana sambil melambaikan tangan dengan senyuman. “lu ngapain bilang gitu sih lis” masih terdengar suara nana dan temanya saat aku sedang menyalakan motor.
Mungkin hari ini adalah hari yang lumayan melelahkan walaupun begitu setiap hari demi hari hanya kekosongan yang kurasakan. “kringggg” (hpku berdering) “kak, kakak dimana nisa di depan rumah kak, kakak kapan pulang?” suara nisa sedikit terdengar menangis, “kakak masih kerja bentar lagi selesai, kamu kenapa?” tanyaku cemas. “kakak kok malam minggu gini kerja?” tanya nisa, “kaka tanya kamu kenapa?” tanyaku lagi “nanti aja di rumah kakak cepet pulang aku tunggu ya” jawab dia. Perasaan cemas terhadap adiku membuat pikiranku tak fokus dalam bekerja, sekarang jam menunjukan 11.25 dan aku masih mengantar satu pesanan lagi sebelum pulang.
“Ah akhirnya selesai” jelasku meregangkan tubuh. Tapi saat di jalan ada sesuatu yang terjadi, aku melihat nana sedang bersama dua orang pria di dekat halte. “hey cantik masa gak mau aku antar pulang, pulang bareng kita aja yuk” kata salah seorang pria yang memaksa dan memegang tangan nana, “tau nih udah malem nanti diapa apain loh sama cowok haha” lanjut kata pria satumya. “pergi gak, atau gua teriak nih” jawab nana ketus “ihsss galak amat sih cantik” kata salah seorang pria sambil memegang tangan nana, “lepasin ihhh tolonggg…” teriak nana takut. “sayang maaf nunggu lama, ada apa ini?” tanya aku menghampiri mereka. Pria itu langsung melepas tangan nana dan nana pun bersembunyi di balik badan ku, “lu siapa?” tanya salah seorang pria, “maaf, mas ini pacar saya, memangnya ada apa?” tanyaku, “gak-gak jadi ternyata barang orang, yaudah yuk cabut” jawab orang itu sambil pergi meninggalkan kita berdua.
“Gak papakan” tanyaku “gak papa, makasih ya” ujar dia sedikit tegang akan kejadian tadi. “mau kemana, pulang?” tanya ku “iyaa pulang” jawab dia “ya udah gua anter aja, biar ga ada apa apa lagi” tanyaku. “oke, baiklah. Terimaksih maaf ngerepotin.” jawab dia. Sepertinya dia masih syok akan kejadian tadi.
Sesaat sedang menyalakan motor aku keinget akan sesuatu “eh na maaf kita Ke rumah gua dulu ya, soalnya adik gua nungguin, kunci rumah ada di gua?” tanyaku. “oh ya udah gak papa, kita ke rumah lu dulu” jelas dia. “maaf ya na” tanyaku lagi “kok lu yang minta maaf harusnya gua yang terima kasih ama lu udah mau direpotin wkwk” tawa jelas menetralisir syok dia yang tadi.
Terlihat sosok wanita yang tertidur di depan bangku teras “nis bangun, hey!!” sambil menggoyangkan pipinya. “kayanya udah pules lan, lu gendong aja biar gua yang buka pintunya” jelas nana, “nih kuncinya” sambil menyerahkan kunci ke nana. “lu duduk dulu aja kalo mau minum ambil aja ya” suruhku sambil menggendong nisa ke kamar bekas nenekku. “na ayo pergi, na?” tanyaku tapi gak ada suara sedikit pun yang menjawab, saat kulihat ternyata dia tertidur di sofaku, “na hey bangun ayo pulang” tanyaku. Di tetap pulas mungkin karena syok yang dia alami tadi aku jadi enggan membangunkan ia. Maka aku hanya bisa menunggu hingga dia terbangun “ahhhhkkkkk” nguap ku menandakan betapa lelahnya kerja hari ini, Sesaat mataku mulai layu dan aku pun tertidur.
Cerpen Karangan: Fareza Alfasyah Blog / Facebook: Fareza Alfasyah