Terlihat sosok ayah, dan dia memukuliku terus menerus rasa sakit itu amat terasa, membuatku menangis kencang sesaat ayah menghilang dan aku melihat seorang perempuan dia mengecup keningku basah bibirnya akan air matanya yang mengalir mengenai wajahku tangis sakitku berubah menjadi sebuah tangis bahagia “ibu kenapa baru sekarang? Kenapa? Ke..na..pa bu?” tanyaku sambil menangis di pelukanya. Perlahan ku mendengar suara orang bertengkar “eh bukan begitu caranya, masukan dulu airnya sampai mendidih baru mienya” jelas salah satu suara perempuan tersebut, “bukan, kalo gitu kelamaan langsung aja masukin semua sekalian bumbunya biar cepat” jelas lagi salah satu perempuan yang suaranya terdengar familiar seperti suara adiku.
Perlahan aku terbangun membuka mataku dan aku melihat bayangan dua orang terpapar mentari pagi yang sedang bertengkar di dapur. “kak sudah bangun, itu apa sih tunggu dulu sudah kubilang kan langsung aja kau ini ngeyel sekali” jelas adikku sambil bertengkar dengan nana. Ternyata tadi hanya sebuah mimpi, seakan saat semuanya hanya kegelapan yang ada tapi ketika melihat mereka berdua seakan terasa hangatnya kasih sayang keluarga.
“Yaudah ayo cepet sarapan!!!” ucapku, “noh kan ujung ujungnya kakak yang buat sarapan, kamu sihh” jelas adikku memarahi nana “loh kok aku jelas jelas tadi kamu yang lupa masukin mienya airnya jadi abis” elak nana. Mereka pun terus bertengkar “udah diem.. Mau kusuruh keluar kalian berdua” tegasku. Mereka pun hening, “kalo udah, abis itu gua antar lu pulang na” jelasku ke nana “iya..” singkat nana “kak ko, kakak senaknya aja bawa cewek ke rumah sih? Malah nginep lagi” tanya adikku. “bukan, tadi malam ada hal yang terjadi. Trus pas mau antar dia pulang inget kamu. Pas nyampe rumah kakak mindahin kamu ke kamar, eh dia malah tidur juga. Yaudah” jelasku sambil makan. “oh iya, kamu kenapa kemari?” tanyaku “eh kakak nanti kerja?” tanya adikku mengelak dari pertanyaanku. “iya Nanti jam 3, kamu kenapa kemari?” tanyaku lagi. “ih kakak, kok hari ini juga kerja lagi kan ini hari minggu kak. Kapan liburnya, kakak harus istirahat” elak nisa. “NISAAA kamu ada masalah apa sampai kesini!!” kataku dengan nada tinggi. “eh maaf kayanya ini urusan keluarga aku ke ruang tamu aja” jelas nana. “gak usah disini aja, cuma sebentar abis ini gua antar lu pulang” jelasku serius. “Nis kalo kamu gak mau cerita ke kakak kakak gak akan tau masalahnya.. Kamu kabur dari rumah?” tanyaku pelan. “I..iya kak aku kabur” jelas nisa takut. “kenapa?” tanyaku lagi “sebelumnya aku hanya dibentak dan dimarahi ayah tapi saat ibu meninggal dan ayah sama pel*cur itu, aku sering kena pukul kak” jelas nisa sambil menitihkan air mata. “Kenapa gak bilang ke kakak?” tanyaku lagi. “Aku takut kak, kakak nanti malah kena masalah sama ayah gara-gara aku, aku juga takut kesini karena ini rumah nenek kakak” jelas nisa sedih. “ya sudah mulai sekarang kamu tinggal sama kakak saja oke, jangan pernah kesana lagi?” jelasku ke nisa. “iya kak” jawab nisa. “yaudah kakak anter dia dulu, kamu tolong jaga rumah ya” jelasku lagi.
“Ada apa na?” tanyaku membuyarkan lamunanya, “eh.. Enggak” jawab dia, “dia adik tiri gua.. Satu ayah beda ibu” jelas gua. “ohhh… pantesan aja dia bilang nenek kakak, eh maaf ya gua malah ikut campur” jelas nana.
Di sepanjang jalan gua cerita semua tentang kehidupan yang kujalani dengan nana. Nana selalu mendengarkan semua apa yang kujelasin. “dah sampai” jelasku, “eh makasih lan udah ngerepotin” ujar dia sambil memberikan helm “iya gak papa” jawabku. “gua juga minta maaf, gua gak tau kalo lu setiap hari harus bekerja buat kehidupan lu, tapi gua malah marah marah akan tugas kelompok kita” jelas nana, “gua yang salah, seharusnya gua ngasih waktu kosong buat tugas sekolah” jelasku. “Ya udah minggu depan lu ke rumah gua aja pagi tapi ya” jelasku lagi, “oh oke, minggu pagi.. siap” jelas nana, “ya udah gua pulang dulu” jelasku “iya terima kasih lagi lan” jelas nana.
Setelah kejadian hari itu nana selalu dekat denganku di sekolah dimana yang biasanya aku tertidur saat istirahat dia selalu mengajakku mengobrol dan makan bersama. Bahakan dia selalu datang untuk belajar dan minum kopi di kafe tempatku bekerja, setiap minggu pagi dia juga selalu datang ke rumahku entah kenalan walaupun tidak ada tugas kelompok dia selalu membawa sarapan buat aku dan adikku, bahkan kadang mereka berdua suka bertengkar karena hal sepele dan mereka juga kadang serasi dalam beberapa hal. Hari-hari yang kulalui demikian perlahan berubah, walau rasanya masih kosong kadang aku bisa melihat beberapa warna terang yang muncul.
Akan tetapi, “Dasar Anak sialan buka pintunya… Kubilang buka pintunya” saat malam kulihat dari kejauhan ayah sedang mengetok pintu rumahku dengan keras dan mengucapkan beberapa kata kasar lainnya, “sedang apa kau ketuk pintu rumahku dengan keras” tanyaku dari belakang ayah. “kau.. sudah besar rupanya berani kau sekarang ya?” tanya dia sambil marah, “ada keperluan apa kau kemari?” tanyaku dengan nada marah. “wah wah.. Itu perempuan sialan sudah mengacak acak rumah gua, dia juga sudah melukai istri gua!!! Panggil dia kemari cepat!!!” jelas dia dengan nada marah setengah mabuk. “siapa yang terluka…. Pel*cur…!!!” jelasku “PLAKKK” gampar ayah keras ke wajahku “panggil perempuan sial itu atau kalian berdua kuhabisi disini lalu kubbakar kalian berdua” jelasnya, “kak…” terdengar suara nisa yang memanggilku, “sini kau jal*ng ikut aku!!!” jelas ayah sambil ingin menangkap nisa, dan nisa pun langsung bersembunyi di belakangku “buakkk” pukulku ke wajah ayah, “kau mabuk, polisi macem apa yang cuma mabuk dan berani memukul anak kecil” jelasku “wah kau berani seperti ibumu pel*cur yang kabur dengan pria lain chuhhh… Hahahah” jelas dia sambil meludah dan mabuk “kau pikir kau siapanya dia bahkan kau tidak pernah menganggap ibunya sebagai ibumu, kau selalu mencari l*cur itu hahah” jelas dia “dhuaakkk” pukulku kencang lagi ke wajahnya “itu mungkin menurutmu, tapi bagiku dia adalah adikku yang berharga, jadi pergi dari sini sekarang juga!” bentakku.
“Ada apa ini?” kata salah satu satpam ternyata nana yang sudah dari tadi melihat kejadian memanggil satpam. Setelah itu satpam memaksa ayah untuk ikut ke kantor polisi, karena sudah mengganggu ketertiban, umum jelas satpam tersebut dan ayah yang sedang mabuk bilang bahwa “mau ngapain kalian membawaku ke rumahku ha…?!” jelas ayah yang mabuk, dan aku pun disuruh ikut ke kantor polisi tuk diminta keterangan.
“Na tolong jagain adikku ya, kalian masuklah dulu nanti aku pulang kubawakan kalian makanan” jelasku kepada mereka. “kakak…” ujar nisa dengan raut wajah sedih. “tenang kakak pulang cepet kok, semuanya akan baik baik saja oke…” jelasku “janji kak” ujar dia lagi sedih “janji… Udah cepet sana masuk, tunggu kakak di rumah ya nanti kakak bawain makanan kesukaanmu” jelasku sambil meninggalkan mereka pergi.
Di kantor polisi aku menjelaskan semuanya tentang apa yang terjadi, dan polisi itu bilang ini hanya masalah keluarga, setelah beberapa jam ku ditanya tanya. Aku pun boleh pulang, sebelum pulang aku mengecek hp dan tertulis 21 miss call nana. Mungkin dari adikku yang khawatir, padahal aku cuma sebagai saksi pikirku, kenapa mereka khawatir sekali.
Sesaat ku berjalan pulang di dalam hatiku aku merasa senang karena ada sosok kehangatan yang sedang menungguku, aku merasa riang dalam hati tidak sabar tuk sampai di rumah. Tak lupa kubeli martabak kesukaan nisa, Sepanjang perjalanan ku berjalan dan lebih cepat lagi jalannya dan bahkan ku seperti berlari tuk pulang.
“Titttttt” tiba tiba saja semuanya terasa putih, “hey jangan lari kau bangs*t” terdengar suara orang sedang berteriak sekejap. Aku Melihat pengendara mobil yang kabur memakai seragam polisi. Pandangan mataku mulai kabur “hey cepat panggil ambulan” “pendarahannya banyak sekali” “cepat langsung bawa ke ugd” “kak bangun kak jangan begini kak” “Lan bangun kumohon.. ALLAAAAANNNNN” banyak suara yang telah kudengar tapi semuanya terasa putih, aku pikir aku tahu apa yang terjadi. Mungkin inilah akhir dari hidupku, mungkin sudah waktunya aku mengakhiri ini Semua. Mungkin niat bunuh diriku terdengar oleh yang di atas, baru saja aku bisa merasakan kehangatan saat tahu arti bahagia, maafkan kakak nisa kakak sudah ingkar, maafkan aku na kita gak sempat menjalani hubungan. Inilah ruang hampa yang mulai kutempa dan sedikit bewarna sudah berakhir.
“Alan bangun lan ayo sarapan!” suara nenek terdengar membangunkanku “ayo lan bangun nana sama nisa sudah menunggu!”.
Bersambung
Cerpen Karangan: Fareza Alfasyah Blog / Facebook: Fareza Alfasyah