Andriana, Ia adalah seorang anak yang berbeda dengan anak lainnya, anak yang tidak seberapa pintar, namun keinginannya untuk bersekolah sangat besar.
“Heh… Bu dibayar dong hutangnya. masa numpuk-numpuk teruss! kalau gak mampu bayar ya jangan hutang!!!” “Maafin saya Bu kasih saya waktu beberapa hari lagi” jawab Ibu Sumi Ketika mendengar itu Andriana pun merasa sakit hati karena diremehkan dan dihina oleh tetangganya. Namun apa yang bisa diperbuat oleh ibu Andriana?, memang kenyataannya seperti ini. Dia hanya bisa sabar-sabar dan akan terus… sabar.
Ibu Andriana yang bernama Bu Sumiyati akrab dipanggil Bu Sumi. Bu Sumi adalah seorang ibu yang mempunyai dua anak, yang hidup sebatang kara di dalam suatu perkampungan kecil di dekat perumahan megah yang bernama Perumahan Kelapa Gading yang terletak di Jl. Natanegara No. 05. Jakarta. Mereka hidup sebatang kara di perkampungan itu, penghasilan yang tidak pasti untuk mecukupi biaya kehidupan mereka sehari-hari, apalagi Ia pun harus memenuhi kebutuhan 2 anaknya sekolah untuk ke jenjang berikutnya. Andrina yang masih duduk di SMP kelas 9 dan adiknya yang bernama Andin duduk di SD kelas 6.
“Pagi ini adalah hari dimana aku memasuki sekolah baruku yaitu sekolah SMA Puji Dharma Indah. Mulai dari sekarang aku harus lebih giat belajar lagi. Semangat Andriana!” gumam Andriana saat akan berangkat sekolah, tujuan utama dia sekolah hanya untuk menjadi orang sukses supaya bisa membanggakan ayah dan ibunya. Meskipan ayahnya sudah tidak lagi bisa bertemu dengannya tapi ayahnya masih bisa tersenyum melihat Andriana bisa meraih cita-citanya di kemudian hari.
“Tik Tok Tik Tok” jam berdentang menunjukkan pukul 06.30 waktunya Andriana berangkat. “Assalamualaikum” salam Andriana sebelum pergi dan Ia juga bersalaman tangan dengan ibunya. Kemudian Andriana berjalan ke sekolah dengan santainya tanpa terburu-buru, karena jarak rumahnya ke seklah kebetulan tidak terlalu jauh.
Andriana sampai di sekolah tepat jam 06.45, lalu Andriana mencoba berkenalan dengan teman-teman barunya, ternyata teman-temannya sangat baik hati kepadanya, mereke berteman tanpa memandang status. Apakah dia kaya ataupun miskin yang penting kita berteman baik. “Teeeeeettt…” Bel sekolah berbunyi tandanya semua siswa harus masuk dan mengikuti pelajaran di kelasnya masing-masing.
Setelah kegiatan di sekolah telah usai kini Andriana boleh kembali pulang karena tidak ada kegiatan lagi di sekolah jam berakhir kegiatan di sekolah adalah jam 17.00. Andriana pulangnya pun sekarang tidak berjalan kaki melainkan Ia pulang bersama teman-temanya mengendarai kedaraan pribadi yaitu mobil.
Di dalam sekolah Andriana ada di lingkungan anak orang kaya. Setelah Andriana bersekolah di SMA itu Andriana pun mulai merasa gengsi, dia mulai ingin merubah pola pikirnya menjadi pola pikir untuk hidup menjadi orang kaya. Namun keadaan yang tidak memungkinkan membuat Andriana berbuat semaunya sendiri. Ia menjadi tidak mempedulikan ibunya dan adiknya lagi. Andriana tidak ingin dianggap rendah oleh teman-temannya, Ia iri melihat temannya yang hidup tanpa kekurangan apapun. Demi menahan malu di depan teman-temannya Ia memilih rumah yang besar dan indah untuk diakui bahwa itu rumahnya.
“Eh Ana btw mana rumahmu?” “itu rumahku sudah dekat, itu yang warna hijau.” “Wahhhh… gedhe banget rumaahmu. cukup kan kita main sekarang” candaan teman-temannya “Mmmm… jangan jangan” dengan takutnya Andriana menjawab jangan Ia merasa gugup saat akan menjawabnya. “Loh kenapa jangan?” jawab teman-temannya “Ituuuuu.. mmmm ituu, orangtuaku lagi nggak ada di rumah.” dengan lantangnya dia berbohong, namun nyatanya teman-temannya pun percaya akan hal itu. Setelah itu Andriana turun di depan rumah itu dan menunggu teman-temannya pulang, lalu Andriana kembali pulang dengan jalan kaki menuju rumah kecilnya.
Saat di perjalanan menuju rumahnya dengan jalan kaki Andriana mulai melamunkan sesuatu yang dialaminya dan Ia memikirkan bagaimana cara selanjutnya agar mereka tidak tahu yang sebenarnya. Hari hari berlalu lama-kelamaan Andriana berubah menjadi seorang yang kasar, jahat, suka berbohong, sombong.
Ketika pulang sekolah “Assalamualaikum” ucapan salam yang dilontarkan Andriana kepada ibunya, kemudian ibunya menjawab “Waalaikumsalam nak. Bagaimana sekolahmu hari ini, apakah menyenangkan?” “Ngapain ikut campur. Tanya melulu” jawab Andriana Ibunya terdiam membisu. Kemudian setelah mendengar itu Andina tidak terima jika ibunya diperlakukan kasar. “Kakak ini apaan sih! Kasar banget” hentakan Andina dengan lantang “Nggak usah ikut campur… kamu nggak tahu apa-apa” jawabnya “Aku tahu, kalau kakak membentak ibu.” “Iya. Biar ibu sadar sebelum aku malu karena jika temanku tahu kalau aku anak orang miskin dan ibuku tukang sayur dan bapakku sudah mati!” “Astaghfirullahaladzim… plaaaakk” tangan ibu mengangkat ke pipi Andriana. Tanpa sepatah kata pun Andriana langsung pergi menuju kamar. Andina hanya bisa memeluk ibunya dan berkata “Sabar… Bu.. mungkin kakak lagi kecapekan”
Sampai sekarang kebohongan Ana belum terungkap kepada teman-temannya, namaun hari demi hari Ana selalu main-main bersama teman-temannya berfoya-foya, berpesta-pesta sesuka hatinya. Ibunya sudah mengingatkannya dengan halus dan dengan kasar tetapi tetap saja tidak dihiraukan.
Suatu ketika Andina menderita penyakit DBD dan itu sudah semakin parah dan harus dibawa ke rumah sakit, namun sudah terlambat Andina sudah dipanggil oleh Allah SWT. sekarang Ibu Sumiyati hanya punya satu anak yaitu Ana. Sampai sekarang Ana tetap seperti itu. Ia sangat berharap bahwa Ana aklan kembali seperti semula, menjadi anak baik hati dan lemah lembut.
Kasih sayang seorang ibu tidak akan habis untuk anaknya. Namun Ana tidak sadar akan hal itu. Ia tidak pernah memikirkan Ibunya. Ana berusaha menutupi kebohongannya selama ini, namun sekecilapapun kebohongan itu ditutupi pasti akan terbongkar pula kebohongnnya. kebohongan Ana kepada teman-temannya terbongkar karena salah satu dari temannya yang tidak menyukainya mengikuti Ana pulang sekolah ke rumah yang sederhana dan mengetahui ibunya yang tukang jualan sayur itu Teman Ana tersebut bernama Rani. Rani adalah salah satu teman yang tidak menyukai Ana karena perilakunya yang sombong di sekolah Akhirnya ia penasaran akan seluk beluk Ana.
Berita tentang Ana tersebar ke satu sekolah. Pada saat keesokan harinya Ana sekolah, disana Ana dihina mentah-mentah dan teman-temannya tidak mau menemaninya lagi, lagi pula untuk apa punya teman yang suka berkata bohong.
Waktu sekolah pun telah usai semua murid dipersilahkan pulang. Di perjalanan pulang Ana merasa kelelahan dan Ia beristirahat di emper toko di dekat jalan raya. Di sampingnya terdapat seorang ibu-ibu pemulung yang sedang meratapi nasibnya “Ya Allah… Berikanlah hamba ketabahan dalam menjalankan kesengsaraan hidup ini Ya Allah. Aku rela melakukan seperti ini hanya untuk kebahagiaan anakku, aku rela mati jika untuk menyelamatkan anakku” keuluh kesah ibu tersebut. Setelah mendengar itu Ana mulai merenungkan apa yang dikeluhkan seorang ibu yang rela melakukan apapun demi anaknya. Tetesan air mata membasahi pipi, kemudian Ana sontak berlari sekencang kencangnya untuk langsung bertemu dengan ibunya untuk minta maaf sebelum terlambat.
Sesampainya di rumah ibunya ternyata sedang terbaring kesaakitan karena penyakit yang dimilikinya. Setelah itu Ana langsung menciuem kaki ibunya dan minta maaf atas apa yang selama ini Ia perbuat telah menyakiti hati ibunya. Namun takdir berkata lain nyawa Ibu Sumiyati tidak lagi lama, Ia meninggal dunia Pada hari itu juga, dan sebelum meninggal Bu Sumiyati menuliskan sebuah surat kecil khusus untu Ana yang berisikan:
Ana anakku, ibu berpesan kepadamu, kamu harus jadi Ana yang dulu bukan Ana yang sombong. Ibu hanya ingin supaya kamu tidak tersesat nak Ibu hanya ingin kamu bahagia, Buatlah ibu tersenyum disini melihatmu bisa meraih kesuksesanmu. Maafkan ibu yang selalu mengaturmu, tapi ini semua ibu lakukan demi kebaikanmu sendiri. Ibu akan merindukanmu Andriana.
“Aku akan selalu ingat pesanmu Bu…” gumam Ana.
Beberapa tahun kemudian setelah Ana melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi Ana bisa mewujudkan mimpinya dan mimpi ibunya.
Cerpen Karangan: Ardhin Dwi Mahreny Blog / Facebook: Dwi Ardhin sekolah: SMP Negeri 1 Puri