Maya dan Tania adalah kakak beradik yang bisa dibilang kurang akrab. Mereka sudah menjadi anak yatim piatu sejak kecil, sejak saat itu mereka tinggal di rumah nenek mereka. Saat nenek mereka masih sehat, memang neneknya yang mengurus mereka berdua, tapi tak selamanya akan berjalan seperti itu. Fisik nenek mereka sudah tidak seperti dulu lagi, dan sering sakit-sakitan. Maya kakaknya Tania, yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA, terpaksa putus sekolah untuk bekerja. Walaupun bibi mereka rutin memberikan uang bulanan kepadanya, tetap saja Maya merasa tidak enak dengan bibinya itu. Apalagi bibi mereka juga bukan orang yang bisa dikategorikan memiliki penghasilan yang tetap.
Tania, adik Maya yang lebih muda 5 tahun dengan Maya sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP. Dulu ia adalah anak berprestasi, semenjak ayahnya meninggalkan mereka, Tania menjadi kehilangan gairah untuk meraih prestasi seperti dulu lagi.
Hari ini Tania membawa hasil ulangan Matematikanya yang mendapat nilai 50, dan menaruhnya di atas meja ruang tengah, seperti biasa neneknya orang pertama yang selalu melihat nilai-nilai cucunya, dibalik senyumannya pasti ada rasa kecewa dan sedih. Di jam sore seperti ini, kakaknya masih bekerja, ia hanya kembali pulang untuk makan siang, lalu pergi berangkat lagi. Semua itu terjadi seakan-akan sudah menjadi kegiatan rutin, tidak ada perubahan.
Suatu hari Maya jatuh sakit, memang bukan sakit yang terlalu parah baginya, tapi menurut neneknya itu sakit yang parah, dan Maya tidak diizinkan bekerja beberapa waktu oleh neneknya sampai ia sehat kembali. Sudah dua hari semenjak Maya tidak bekerja lagi, keuangan mereka semakin menipis, ia terpaksa mengabaikan neneknya yang memaksa dirinya untuk tidak pergi bekerja. Tania yang melihat kejadian itu, lalu segera menahan nenek dan membiarkan Kak Maya untuk pergi. Tanpa sadar nenek menangis, Maya pun duduk di samping neneknya. Tak biasanya nenek menangis seperti ini, lalu nenek mulai berbicara, “Kau tahu? Kakakmu itu masih muda dan seharusnya masih bisa mendapat pendidikan yang layak seperti teman-temannya.” Tangisan nenek semakin terdengar, Tania menjadi semakin tidak tega, ia merasa bersalah sekali. Neneknya kembali berbicara, “Tolong setidaknya bantulah kakakmu itu dengan terus belajar dan jangan pernah putus asa.” Lalu nenek segera bangkit dari duduknya dan pergi berjalan ke kamarnya.
“Apa yang telah aku lakukan selama ini?” Tanpa sadar Tania pun meneteskan air mata, dan tak lama kemudian ia segera pergi menuju kamarnya. Di dalam kamar ia meraih sebuah kertas besar lalu mulai menggambar sesuatu.
Malam pun tiba, Kak Maya belum juga pulang, entah kenapa aku merasa khawatir sekali padanya. Aku menghampiri nenek yang sedang menyiapkan makan malam di dapur. Nenek sudah terlihat agak ceria, aku pun melontarkan senyum padanya. Aku merasa bersalah sekali kepada mereka berdua selama ini. Saat aku dan nenek sudah selesai makan malam, Kak Maya belum juga pulang, suara guntur sudah mulai terdengar dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Aku dan nenek sangat cemas, aku tidak tahan lagi, aku memutuskan untuk melihat keadaan Kak Maya di tempat kerja paruh waktunya, aku segera meminta izin kepada nenek, awalnya nenek melarangku karena sudah malam, tapi karena aku memaksa nenek pun mengizinkanku. Aku berangkat menggunakan sepeda peninggalan ibuku, biasanya kakak yang memakai sepeda ini, entah kenapa kakak tidak memakainya. Sudahlah, aku harus segera sampai. Rintik hujan mulai turun dan Maya tetap mengayuh sepedanya, tidak peduli bajunya yang sudah basah kuyup, karena jas hujan yang ia gunakan sudah ada beberapa bagian yang robek.
Akhirnya Tania pun sampai, ia melihat kakaknya yang sedang dimarahi oleh seseorang, Tania tidak terima, ia segera menghampiri kakaknya. Kakaknya yang melihat adiknya yang tengah menghampirinya hanya merasa tak percaya, sejak kapan Tania tahu tempat kerja paruh waktunya? “Kamu dengar tidak apa kata saya?!” Sepertinya orang itu adalah atasan di tempat Maya bekerja. “Baik Pak, saya minta maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi. Tapi tolong beri saya kesempatan untuk sekali ini saja. Saya mohon.” Tania yang melihat kejadian itu hanya terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa.
Kak Maya baru saja dipecat oleh atasan tempat kerja paruh waktunya karena datang terlambat. Mukanya terlihat pucat sekali, sejak tadi Kak Maya hanya diam saja, tak mengeluarkan satu kata pun. Tapi ada yang aneh, Kak Maya melajukan sepedanya bukan menuju ke rumah. “Kak, ini bukan arah pulang ke rumah, kita mau pergi ke mana?” Tanyaku pada Kak Maya. “Kau juga akan tahu nanti, sebentar lagi akan sampai jadi berpeganganlah yang erat.” Aku hanya mengagguk diam. Untunglah hujan yang turun sudah tidak terlalu lebat, hanya gerimis kecil.
Kak Maya pun berhenti mengayuh sepeda dan aku kembali ingat dengan tempat ini, tempat di mana ayah selalu mengajak kami untuk membaca buku bersama. Ini perpustakaan yang cukup terkenal di daerah tempat tinggal kami. “Ke perpustakaan malam-malam begini untuk apa?” Tanyaku pada Kak Maya. “Kau tahu? kenapa aku selalu pulang larut malam?” Tanya Kak Maya padaku, “Karena Kak Maya sibuk kerja paruh waktu, kan?” Jawabku. “Bukan hanya itu, aku setiap hari selalu menyempatkan waktu untuk meminjam dan mengembalikan buku-buku dari sini, yah walaupun aku putus sekolah, bukan berarti aku berhenti untuk belajar juga, kan?” Terang Kak Maya padaku, aku pun terdiam.
Setelah Kak Maya selesai mengembalikan buku yang ia pinjam. Kami segera kembali pulang ke rumah. “Ayah pernah bilang, kalau cara seseorang meningkatkan nilai dirinya adalah dengan belajar, entah belajar apapun itu terus belajarlah, dengan rendah hati.” Ucap Kak Maya padaku saat di perjalanan. Benar, selama ini aku telah menyia-nyiakan kesempatan yang seharusnya kugunakan dengan sebaik mungkin.
Sesampainya di rumah, aku segera mencuci kaki dan berjalan menuju kamar. Saat melewati ruang tengah, aku melihat nenek sedang tertidur di sana, aku berniat untuk membangunkannya tapi, aku tidak tega jika harus membangunkannya. Aku mengambil selimut tebal lalu menyelimuti nenek dengan selimut itu, aku kembali berjalan menuju kamar, lalu tidur.
Keesokan harinya, kebetulan hari ini adalah hari Sabtu dan aku libur sekolah, jadi aku bisa menghabiskan waktu bersama nenek dan kakak. Setelah selesai mandi aku kembali ke kamar dan berniat untuk menyelesaikan gambarku yang baru berwujud sketsa. Sejak hari itu aku jadi semakin akrab dengan kakakku. Aku pun mengerti, setiap orang pasti menghadapi kesulitannya masing-masing dan aku tidak boleh berputus asa. Mulai sekarang aku akan berusaha dan terus belajar. Nenek juga pernah bilang padaku, belajar itu juga harus dinikmati, dengan begitu ilmu yang kita terima akan terus berada dalam diri kita dan ingatan kita.
Cerpen Karangan: Syifa Annisa Zahra Umur: 13 tahun Kelas: 3 SMP cita-cita: Rapper, guru bahasa Jepang, dan masih banyak lagi. Hobi: Menggambar