Aku bermimpi setelah selesai sma aku akan pergi ke kota besar dan melanjutkan studyku di universitas ternama melalui beasiswa karena aku tau orangtuaku tidak mampu jika harus membiayaiku kuliah.
Ujian akhir sekolah menengah atas pun selesai selama 4 hari dan kami libur, semua orang sibuk mengurus kelanjutan masing masing setelah lulus ini akan kemana atau ngapain, jujur yang dulunya aku optimis sekali dan yakin akan lolos smptn (beasiswa) saat melihat pengumaman yang sangat tidak sesuai keinginan aku syok aku nangis langsung pulang ke rumah.
4 hari berlalu aku terbaring di tempat tidur seolah hidup tanpa tujuan bingung harus ngapain, bingung harus lanjut kemana dan duit dari mana
“viii” panggil ibuku Ibuku masuk ke kamar membawa makan dan obat dari dokter karena keadaanku yang belum membaik “yok nak, makan dulu terus makan obat masalah kuliah nanti ibu dan bapak usahain.. kamu jangan terlalu banyak mikir… Kamu itu gampang banget sakit jadi makan ini dan langsung minum obat” Dan Alhamdulillah keadaanku membaik dan aku diajak bicara serius oleh kedua orangtuaku masalah kuliah Mereka meyuruhku lanjut di kampus di kota tempatku tinggal
“gakpapa swasta yang penting kamu giat belajar semua tempat itu sama nak yang penting kamunya niat belajar apa gak?” begitulah kata bapak Sorot mata bapak yang sayu dan menerawang aku paham yang mereka berdua pikirkan pasti masalah biaya “iya pak” aku sangat tidak sanggup melihat orangtuaku lagi lagi terbebani karena aku Duit lagiii duit lagi.. Tapi aku pengen kuliahh aku ingin jadi orang berpendidikan dan jadi kebanggan mereka nantinya
Besoknya aku pergi ke kampus untuk ngisi formulir maba kampus itu dan ikut tes Ehh gak taunya aku dapat gratis biaya pendaftaran dan tanpa harus ngikutin tes (aku diterima langsung tanpa tes) Aku seneng dong, karena kampus itu terakreditas walaupun swasta tapi lagi lagi duit.. bayarannya cukup besar apalagi untuk kalangan bawah sepeti kami.
Benar saja bapak langsung bingung karena biayanya diluar dugaan, dengan perasaan yang sangat berat tapi sangat sulit dijelaskan “sudah pak jangan dipaksain aku gakpapa kok belum kuliah tahun ini insya allah kalau tuhan berkehendak nanti evi pasti bias serjana” Seumur umur sampai aku lulus SMA aku belum pernah melihat bapak nangis dan sekarang sungguh ini sangat menyakitkan, aku sempat berpikir ‘tuhan Kenapa tidak adil padaku dan orangtuaku, mereka sudah bekerja sekuat tenaga mereka tapi semua serba kekurangan dan hidup kami dengan status masyarakat bawah sangat membuatku merasa minder dan berambisi semoga suatu saat aku dan kakakku bisa mengangkat derajat kedua orangtuaku walaupun saat ini aku tidak tau caranya bagaimana’
1 Bulan sudah berlalu teman temanku sudah positif masuk perguruan tinggi dan universitas yang mereka minati, intinya sudah memiliki arah hidup yang pasti, berbeda denganku yang masih mengambang belum menentu arah mau kemana, mau ngapain. “aku kerja saja dalam waktu setahun ini nabung terus tahun depan kuliah” Itulah ide yang muncul di kepalaku
Pikiranku mulai membaik dan aku dapat hidayah, kenapa aku bilang tuhan tidak adil padahal aku seharusnya bersyukur karena masih diberi kesempatan lulus sma setidaknya cukup untuk modal awal mencari kerja. Mulai dari jaga toko baju, jadi pelayan di kedai makanan. Sedikit demi sedikit duit hasil dari kerjaku aku tabung, masih dengan satu tujuan yaitu kuliah Aku benar benar berambisi.
Singkat cerita aku berhasil menabung uang kurang lebih 2 juta aku mencari peruntungan di kota besar, aku melamar di sebuah pt induk dari minimarket menjadi seorang kasir karena gajinya umr dan dapat tunjangan Ini peluang besar untuk aku yang Cuma modal ijazah SMA, aku kirim lamaran langsung dan Alhamdulillah dua hari tes langsung interview, mungkin karena niatanku yang bener benar tulus jadi tuhan mengabulkan doaku Alhamdulillah aku diterima dan langsung pelatihan kerja selama tiga minggu Terus ibu dan bapak seneng banget aku diterima kerja, tapi lagi lagi aku membebani orangtuaku karena diharuskan pakai make up full dan aku Cuma punya bedak tabur saat ini Ibuku sampai ambil kreditan make up, ya allah sungguh ini sangat sakit kalian tidak akan tau rasanya menjadi seorang anak yang memiliki ambisi yang kuat sedang orangtua tidak mampu, rasa bersalah tapi mau bagaimana lagi “aku janji nanti kalau aku punya gaji aku akan…” banyak janji diri yang intinya terfokus pada kedua orangtuaku dan kelanjutan pendidikanku
Singkat cerita aku berangkat ke kota untuk melakukan pelatihan kerja Baru setengah perjalanan aku mendapat kabar kalau ibuku masuk rumah sakit “tuhannnn kenapa kau selalu memberi aku ujian, bisakah engkau beri kehidupan yang normal dan menyenangkan padaku?” aku langsung minta putar balik pada driver tapi orangtuaku benar benar marah dan melarang aku untuk pulang, aku benar benar bingung tapi dengan dorongan keluarga besar nenek bapak dan kakak aku tetap lanjut pergi ke kota dengan doa yang menjerit di hati “semoga tuhan berikan ibuku kesehatan dan umur yang panjang sampai aku bisa membanggakannya”
3 hari berlalu kakaku telepon “ibu sudah pulang ke rumah, kamu jangan khawatir lagi! kerja yang bagus ya dek semoga bisa jadi orang dan kebanggaan” kakakku memberi kabar mendengar ini hatiku sangat tenang
3 minggu menjalani pelatihan Alhamdulillah selesai, dan ternyata saat pembagian tempat aku ditempatkan di minimarket deket rumahku lagi lagi tuhan beri aku kejutan, aku sadar ternyata tuhan itu baik.
Aku pulang dan menjalani rutinitasku yang baru, gaji yang cukup besar dan jadwal kerja juga stabil aku bisa menabung dan lanjut kerja sambil kuliah di hari weekend dan 6 bulan berlalu aku bisa menepati janjiku untuk membuatkan usaha untuk ibuku, ibuku sudah memiliki toko manisan sendiri dan kakakku diterima di sebuah perusahaan BUMN dan Alhamdulillah yang dulunya kami tidak punya apa apa sekarang aku punya asset 2 tananh perumahan, bisa lanjut kuliah dan kakakku bisa membeli sebuah mobil yang dulunya kami Cuma ada motor tua, usaha ibuku semakin melejit sungguh diluar khayalan ternyata benar di balik kesusahan ada sebuah kejutan indah tuhan yang sudah dijanjikan tuhan, kehidupan kami mengalami perbaikan.
Bersambung…
Cerpen Karangan: Evi Yulastri Blog / Facebook: Evi Yulastri