Hujan yang turun tadi malam, masih menyisakan genangan air hingga mengakibatkan becek. Pukul 11:43, Reisya gadis berambut pirang sebahu, hidung sedikit mancung, pendek tapi imut, dan berkulit putih. Ia sedang duduk di teras rumahnya, sambil menatap benda pipihnya itu.
“He!!” Gadis itu kaget dan menatap sinis kearah pelaku. Siapa lagi kalau bukan Riko, abang yang super duper jahil. Reisya memiliki tiga saudara laki-laki, anak pertama ada Raka, anak kedua Romi, dan ketiga Riko. Menjadi anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan, membuat Reisya ingin sekali pindah rumah. Karena ketiga abangnya itu, sangatlah pengatur dan juga kepo. Bisa dibilang mereka sangatlah POSESIF.
“Bang Riko?!” Bukannya merasa bersalah, Riko hanya tertawa dengan puas. “Ihh… jahil banget sih, bang! Untung Reisya nggak jantungan, tau nggak!” kesal Reisya, mencebirkan bibirnya. “Lagian lo udah jam segini, bukannya mandi malah main handpone aja,” ujar Riko seraya ikut duduk di kursi samping Reisya. “Lah? Suka-suka Reisya dong. Hari ini kan hari minggu, wajar kalo Reisya males mandi.” Riko hanya mengangguk paham, dari pada mereka berdebat terus ujung-ujungnya nggak ada yang ngalah.
Tin Suara notifikasi masuk di pesan WA milik Reisya. Terdapat Dimas mengirimkannya pesan, pria itu terus saja menganggu Reisya. Di SMA Garuda, Dimas dikenal sebagai cogan, namun berbeda dengan Reisya yang menganggapnya biasa saja.
Riko menatap tajam layar hp milik Reisya.
~ Dimas bocah kamprettt Sya, jalan-jalan yuk Reisya Ameliaaaa Balas dong P P P
Hari ini gue lagi mager R
iko tersenyum melihat Reisya yang menolak ajakan Dimas.
Gue beliin cokelat sama es krim kesukaan lo deh Mau nggak?
Belum sempat membalas pesan dari Dimas, dengan cepat Riko mengambil paksa ponsel Reisya. Ia tau betul, Reisya akan luluh jika ia diberikan es krim dan cokelat.
“Lah? Kok diambil sih hp Reisya?” ucap gadis itu memonyongkan bibirnya kesal. “Lo pasti bakalan terima kan, ajakan dari Dimas?” Riko menatap sinis kearah adiknya, hingga membuat gadis itu bergidik ngeri. “Iya,” jawab Reisya penuh pemberanian. “Nggak boleh,” kata Riko dengan penuh penekanan. Reisya tak menjawab, dia memilih diam. Riko tersenyum puas melihat adiknya yang mencebirkan bibirnya, membuat adiknya itu terlihat gemas.
“Aww… kok dicubit sih?” kesal Reisya sembari mengusap-usap pipi kanannya. Riko tak menjawab, dia hanya menaikkan bahunya dan berlalu pergi masuk kedalam rumahnya. “Bang, hp gue balikin! Kok dibawa sih, punya hp sendiri juga,” teriak Reisya mengejar Riko yang pergi tanpa mengembalikan hpnya.
Terlihat di ruang tamu ada Raka dan Romi yang sedang bermain PS. Merasa terganggu dengan suara cempreng dari Reisya, mereka meletakkan PS-nya dan menatap dua sejoli itu yang tak ada habisnya berantem.
“Ini kalian kenapa sih?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Raka, anak sulung. “Ish, itu bang,” adu Reisya menunjuk kerah hp-nya yang digenggam oleh Riko. Raka dan Romi menatap kearah Riko dengan bersamaan.
Karena tak ingin ada kesalahpahaman, Riko langsung membuka suara. “Alasan gue ngambil hp Reisya, karna dia itu mau nerima ajakan dari Dimas,” jelas Riko, mereka hanya mengangguk pelan dan menatap intens kearah Reisya. Tuh kan Mulai lagi deh posesifnya Reisya menelan salivanya kasar. Ditatap intens oleh abang-abangnya adalah kengerian baginya, apalagi jika itu Raka.
“Bener kata Riko?” tanya Raka, sedangkan Romi hanya mengangkat dagunya seakan menagih jawaban dari Reisya. “Iya bener,” jawab Reisya mencoba untuk berkata entang. “Boleh yah, plissss,” lanjut Reisya, dengan kedua telapak tangannya merapat seakan-akan memohon. “Nggak,” tegas Raka. Reisya kembali menatap kearah Romi, karna dia tau hanya Romi yang memiliki sikap bodo amat. Toh juga Reisya udah SMA kelas 11, jadi wajar jika ia ingin menikmati masa remajanya. “Bang, plisssss.” Gadis itu beralih memohon kepada Romi. Baru saja ingin menjawab, ucapan Romi dipotong oleh Raka. “Kalo sampe ada yang ngijinin Reisya pergi, uang jajan selama sebulan melayang,” ancam Raka, membuat ketiganya membulatkan matanya. “Emang, siapa yang mau ngijinin Reisya pergi. Yang ada gue mau nyuruh dia masuk kamar, dari pada keluar bareng Dimas Fakboy itu.” Mendengar hal itu, Reisya kembali memonyongkan mulutnya kearah Romi. Dia berpikir ia akan dibela, namun nyatanya mereka sama saja. “Bagus kalo gitu,” ucap Raka tersenyum puas begitupun Riko. “Ish, nyebelin tau nggak!” Reisya menghentak-hentakkan kakinya masuk ke kamar, dengan perasaan yang sangat marah.
Dia merebahkan tubuhnya kekasur, dan tak lama ia pun tertidur pulas dengan keadaan terlentang. Sedangkan ketiga abangnya masih ada di ruang tamu, sambil menonton tv, apalagi kalau bukan sepak bola.
“Bang, apa kita nggak terlalu posesif sama Reisya?” tanya Riko tak lupa mengunyah keripik yang ada dimulutnya. “Menurut gue sih, enggak. Karna kan kita harus jalanin amanah, dari almarhumah mama buat jagain Reisya. Kalian tau sendiri kan, papa itu sibuk pulang balik keluar kota karna kerja. Jadi, kita sebagai abangnya dia harus jagain dia. Jangan sampe dia disakitin sama cowok, apalagi sama Dimas si fakboy itu,” jelas Raka membuat keduanya hanya mengangguk paham.
Sikap Reisya masih kekanak-kanakan, dia juga sangat ceroboh, fisiknya mudah lemah, jadi gampang dibodohin sama orang. Apalagi sejak mama-nya meninggal, pengawasan Reisya lebih ketat dibanding sebelumnya. Mulai dari dia dilarang keluar rumah jika tidak ada hubungannya dengan pelajaran sekolah, dilarang mengikuti organisasi seperti PMR dan Pramuka.
06:25 Pagi ini Reisya belum juga bangkit dari kasurnya. Semaleman dia maraton nonton drakor, sampai-sampai gadis itu jadi kurang tidur. Gadis itu masih membaluti selimutnya pada tubuh mungilnya, tanpa memikirkan alarm yang terus berbunyi.
Klek Terlihat seseorang membuka pintu kamar Reisya, pria itu adalah Romi. Dia menghembuskan napas dengan kasar, ketika menatap adik kecilnya yang masih terlelap tidur dengan laptop masih terbuka.
“Hmm… pasti gara-gara nonton drakor nih bocah,” kata Romi sembari berjalan kekasur Reisya untuk membangunkannya. “Dek, bangun dek,” ucap Romi dengan menoel-noel pipi tembem Reisya, karena gadis itu tak kunjung bangun.
Merasa sudah sangat terganggu, Reisya membuka matanya secara perlahan. “Eghhh, Reisya masih ngantuk bang,” keluh Reisya menarik selimutnya untuk bersembunyi didalam selimut itu. “Ih, ayo bangun dek. Hari ini itu kamu ada ulangan, kamu mau nggak dapat nilai?” Lagi dan gadis itu tak mengubris ucapan dari Romi. “Kalo lo nggak bangun, abang panggilin bang Raka biar uang jajan Reisya dipotong,” ancaman Romi membuat gadis itu langsung bangun cepat, walaupun nyawanya belum cukup terkumpul. “Eh, iya-iya. Jangan di aduin dong, entar Reisya nggak bisa jajan nanti,” ucap Reisya yang masih ada diatas kasur.
Romi mengerutkan keningnya menatap Reisya yang belum juga turun dari kasur. “Ngapain masih disini? Buruan mandi,” kata Romi ia kaget melihat adiknya mengangkat kedua tangannya kedepan. “Gendong,” ujar Reisya, membuat Romi ingin sekali membuang adik kecilnya itu kedasar laut kali ini juga. Dia mengusap dadanya sabar, lalu menaikkan Reisya kepunggungnya dan berjalan ke kamar mandi Reisya.
Setelah selesai mandi dan memakai seragam sekolah, Reisya langsung turun ke meja makan untuk bergabung bersama ketiga abangnya. “Ayo, Sya makan,” gadis itu hanya mengangguk dan duduk dikursi. Setelah menyantap nasi goreng buatan bi Ina, mereka pun masuk kemobil dan berangkat sekolah bersama.
Sekarang Raka sudah berkuliah, sedangkan Romi dan Riko masih SMA kelas 12 dan satu sekolah dengan Reisya. Jadi jangan harap Reisya bisa melakukan hal yang aneh di sekolah, karna dia masih dalam pengawasan kedua abangnya itu.
Di dalam mobil, Raka menatap tajam kearah Reisya lewat kaca spion. Terlihat mata adiknya itu seperti mata panda, dengan lingkaran hitam dibawah matanya.
“Sya,” panggil Raka dengan menatap kembali kedepan. “Iya, ada apa?” Suara Reisya sedikit serak dan tampak lesu. “Kamu pasti nonton drakor sampe nggak ingat waktu, itu mata udah kayak panda tau nggak,” ucap Raka membuat adiknya itu hanya nyengir-nyengir. Sedangkan yang lainnya hanya cukup menyimak di dalam mobil. “Bang Raka baru nyadar? Habisnya hp Reisya disita segala sih, jadi Reisya nonton drakor aja sekalian. Trus yah, didrakor itu ada adegan cium-ciumnya, tapi yaudalah terobos aja nggak usah diskip,” ucap Reisya melebih-lebihkan. Ketiga abangnya itu melotot tak percaya dan menatap intens kearah adiknya. Mobil juga berhenti mendadak, didekat trotoar.
“Reisya, kamu nggak boleh nonton yang gituan!” Kini Romi berucap kepada Reisya yang duduk disampingnya. “Abang nggak suka yah, kamu nonton adegan kayak gitu!” ucapan Riko meninggi. “Ini alasan abang nggak ngijinin kamu ikut-ikutan nonton drakor, pasti ujung-ujungnya bakalan ada adegan kek gitu!” ucap Raka membuat Reisya jantungnya mencuit saat itu juga. Para abang-abangnya ini paling nggak bisa diajak bercanda, padahalkan Reisya hanya ingin balas dendam.
“Emang kenapa sih, padahalkan…” Ia menggantungkan ucapannya. “Padahalkan… cuman bohong, hahahah.” Tawa Reisya pecah, dia tak berpikir apa itu lucu atau garing. Yang penting ia bisa mengerjai ketiga abangnya itu. Tak tinggal diam, mereka menggelitik Reisya hingga gadis itu menyerah dengan gelitikan abang-abangnya. “Huaaa, udah-udah. Reisya capek ketawanya, Reisya nyerah deh,” ucap Reisya, mereka pun berhenti menggelitik adik kecilnya itu.
Dimata mereka, Reisya adalah gadis kecil, polos, manja dan sangat ceorboh. Padahal umur Reisya sudah 16 tahun, dimana umur segitu sudah jauh dari kata polos. Namun, berbeda dengan Reisya yang sering dimanjakan oleh ketiga abangnya itu.
Selang beberapa waktu mereka pun tiba di depan gerbang SMA Garuda. “Reisya masuk duluan yah,” ucap Reisya kepada ketiga abangnya, tapi ia berbalik lagi. “Kenapa?” tanya Romi yang ada didekat Reisya dan Riko. “Hp Reisya nggak dibalikin?” Kali ini gadis mencoba memasang wajah imut, agar ketiga abangnya itu luluh dan mengembalikan hp-nya. “Nggak,” kata Raka dan yang lainnya hanya mengangguk mengikuti. “Ish, kalo temen Reisya telfon gimana?” Lagi dan lagi ketiga abangnya menolak. Dengan kesal ia pun masuk dan berjalan karah kelasnya. Sedangkan ketiga abangnya hanya tertawa melihat sikap adiknya, yang marah namun sangat imut dimatanya.
Setibanya di dalam kelas, Reisya sangat bosan. Karena ulangan kali ini diundur dan sekarang adalah jamkos, dia sangat bosan. Teman-temannya yang lain sedang fokus dengan hp-nya masing-masing. Tiba-tiba suara Bariton memanggilnya, dari belakang bangkunya.
“Reisya!” Merasa terpanggil ia pun menoleh kesumber suara. “Hem, ada apa kak?” Pria itu berjalan karah meja Reisya. “Bolos yuk, hari ini kan jamkos. Nanti gue beliin es krim sama cokelat deh” ajak Dimas kakak kelas Reisya, yang sebenarnya dia sedang malas mengikuti pelajaran matematika hari ini. Dengan bodohnya Reisya menyetujui ajakan Dimas. Mereka mengendap-ngendap keluar dari gerbang sekolah, ketika melihat penjaga sekolah sedang ke toilet. Alhasil mereka berhasil keluar dari pekarangan sekolah, dan pergi dengan naik motor.
Aneh, motor Dimas terhenti di sebuah gudang yang tempatnya lumayan jauh dari sekolah. “Lah? Kok kesini? Katanya mau beliin gue es krim, kenapa kesini kak?” Dimas tak menjawab ia langsung menarik pergelangan tangan Reisya untuk masuk kedalam gudang tersebut. “Aww… sakit kak,” lirih Reisya ketika punggunya terbentur kedinding.
Dimas menatap bibir tipis Reisya dengan sangat nafsu. “Kakak apa-apa’an sih, gue bisa laporin kakak ke abang aku. Biar kakak dihajar sama mereka!” Pria itu tak mengubris ucapan Reisya, ia malah menyentuh bibir Reisya dengan pelan. “Lo menarik juga,” ucapan Dimas membuat Reisya merinding. Dengan sekuat tenaga ia mendorong Dimas dengan sekuat tenaganya, namun kekuatannya tak sebanding dengan Dimas. “Kakak jangan kurang ajar yah! Tolong! Tolong! To-” ucapannya langsung dipotong oleh Dimas. “Husstt, jangan berisik yah,” ucap pria itu dengan nada lembut, lalu memegang kedua tangan Reisya dan mencoba mengambil first kiss gadis itu.
Wajahnya semakin mendekat, Reisya hanya bisa memberontak namun hanya sia-sia. Jarak bibir pria itu dan bibir Reisya sudah tak terhitung berapa centi, sedikit lagi keduanya akan bersentuhan.
Bugh Seseorang datang dan langsung menghajar Dimas hingga pria itu terjatuh kelantai.
Bugh Satu pukulan dari Raka mengenai rahang Dimas. Bugh Bugh
Kalau bukan karna Reisya menarik lengan Raka, Dimas akan mati saat itu juga. Gadis itu langsung memeluk Raka dengan erat, Raka yang melihatnya dia tidak tau harus apa. Apa dia harus marah, atau menenangkan adiknya. Raka mengusap lembut rambut Reisya dan membalas pelukan adiknya. Untung saja dia mendengar seseorang yang berteriak dari gudang, yang ternyata itu adalah adiknya sendiri.
“Reisya ta-takut bang,” lirih gadis itu diikuti dengan sesegukannya. “Udah nggak papa, disini udah ada abang. Sekarang kita pergi dari sini yah,” ucap Raka sembari mengusap air mata Reisya.
Selang beberapa waktu, mereka tiba di taman dekat rumah mereka. Reisya meneguk beberapa kali air mineral yang diberikan oleh Raka. “Makasih ya bang, kalo nggak ada bang Raka, pa-” ucapannya terpotong oleh Raka. “Udah nggak usah dipikirin lagi, sekarang kamu tenang diri dulu.” Reisya hanya tersenyum dan mengangguk.
“Sekarang kamu tau kan, alasan bang Raka, bang Riko, dan bang Romi posesif sama kamu?” “Iya, mulai sekarang Reisya janji nggak bakal bantah lagi sama kalian. Dan Reisya janji bakalan jadi adik yang penurut, biar nggak nyusahin kalian lagi,” ucap Reisya dengan mengangkat kedua jarinya ke atas. Raka mengacak rambut Reisya. “Iya, adik abang yang manja.” Mereka hanya tertawa bersama.
“Bang?” “Hmm.” Raka menoleh kearah Reisya. “Kejadian tadi nggak perlu kasih tau bang Riko sama bang Romi, yah,” pinta Reisya, Raka hanya mengangguk paham.
Kejadian yang dialami Reisya tadi, menjadi pembelajaran juga bagi Raka. Mungkin dia terlalu posesif terhadap Reisya. Sehingga membuat adiknya merasa tertekan. Mungkin dia harus mulai membebaskan Reisya kumpul dengan teman-temannya, atau mempunyai teman laki-laki. Tapi itu semua masih dalam pengawasan mereka bertiga.
TAMAT
Cerpen Karangan: Nurfadilah Blog / Facebook: Pena Dil Dil Follow wattpadku: PenaDilDil Follow IG: nrfadilah02