Sore itu, sekira pukul 4 sore. tampak seorang anak kecil berusia 10 tahunan, begitu lincah mengayunkan sebilah arit di tangan kanannya. sesekali ia berhenti mengayunkan benda tajam itu, sembari mengusap keringat di keningnya. Nafasnya yang terengah-engah seakan tak dipedulikannya, demi membawa pulang rumput hijau, sekeranjang bambu dengan penuh.
Tak terasa, matahari sudah berada di ufuk barat, pertanda hari sudah petang. pemuda kecil yang biasa dipanggil si mus itu, kemudian menghentikan kegiatan mencari rumputnya. dan setelah ditengoknya timbunan rumput dirasa cukup, ia lalu memasukkan seluruh rumput itu ke dalam keranjang bambu, untuk dibawa pulang ke rumah. “huft.. akhirnya penuh juga, pasti seluruh kambingku akan kenyang, dengan rumput segini.” gumamnya dalam hati, sembari mengayunkan langkah untuk bergegas pulang.
Sesampainya di rumah, azan maghrib berkumandang, anak kelas 5 sekolah dasar tersebut, kemudian meletakkan keranjang yang dipenuhi rumput-rumput segar itu, di depan kandang. Dia kemudian menuju ke kamar mandi.
“mus, sudah makan kau nak?” tanya sang ibu, sembari melipat baju di ruang tengah. “sudah buk” jawab mus, sambil berjalan menuju kandang yang terletak di sebelah rumahnya. Diambilnya rumput yang diletakkan di depan kandang reot yang terbuat dari rangkaian bambu tersebut, untuk kemudian diberikan pada 3 ekor kambing peliharaannya. “makan ya mbek biar gemuk” ucapnya pada seekor kambing. Setelah separuh satu keranjang rumput ia keluarkan, dan diberikan pada kambing-kambing peliharaannya, ia pun masuk rumah, untuk sholat isya’.
Malam itu, dentang jam sudah berbunyi 12 kali. tapi siti, ibu dari si mus, masih belum dapat memejamkan mata. dilihatnya sang buah hati sudah tertidur pulas, namun sang ibu, yang masih tampak muda itu, belum juga bisa tidur.
“aneh… kok kambing-kambing si mus, dari tadi tidak ada yang meng embek?” gumamnya dalam hati, sembari menatap langit-langit rumah yang terbuat dari anyaman bambu tersebut. “atau jangan-jangan dicuri orang ya?” lanjutnya bergumam.
Karena penasaran, wanita berambut sebahu itupun bergegas menuju kandang kambing, krieettt…!! dibukanya pintu kandang perlahan. Alngkah terkejutnya bu siti, tatkala mengetahui 3 ekor kambing tersebut sudah tergeletak tak berdaya, sembari mulutnya mengeluarkan busa.
Sejurus kemudian bu siti, berlari kecil menuju kamar untuk membangunkan anaknya. “mus.. mus… bangun mus…” bisik wanita bertubuh langsing itu ke telinga anaknya. beberapa saat kemudian si mus terbangun, setelah menguap dan menggerakkan tubuhnya, si mus bertanya “ada apa sih buk? masih malam kok sudah bangunkan aku?” tanya si mus penasaran. “jangan kaget ya nak” sang ibu setengah ragu untuk mengatakannya, takut anaknya menangis, karena tiga kambing itu adalah kambing kesayangan sang anak. “emmm… emmm…” sang ibu tak sanggup mengungkapkannya. “iya, apa buk?” tanya si mus penasaran. “ibu, didatangi pak lik suryo lagi?” imbuhnya. “tidak” jawab sang ibu sambil memandang ke bawah. “mus.. jangan sedih ya nak” tanya sang ibu, sembari menatap tajam ke arah si mus. “emmm… kam…bing…mu… maaaa….ti semua” ucap sang ibu sambil memegang lengan sang anak. “apaaa??” bocah kecil itupun terkejut, kemudian menangis. “heee.. heee.. heee… hik.. hik…” kemudian dia berlari menuju ke kandang. Si mus terus menangis, sembari memeluk seekor kambing. “kenapa kamu mati mbek? kenapa?” ucapnya, sambil terus memeluk si kambing yang mulutnya penuh dengan busa.
Tak beberapa lama, sang ibu duduk menjijit di samping si mus, dipegangnya kepala berambut cepak itu. “sudahlah nak.. mungkin kamu tadi mengambil rumput yang ada sisa obat serangganya” kata sang ibu, “mungkin buk, tapi kenapa mereka bertiga harus mati??” jawab si mus sambil terus merintih. Malam itu menjadi malam paling menyedihkan bagi si mus dan bu siti.
Keesokan paginya tiga ekor kambing itu, mereka kuburkan di samping rumah mereka. dengan dibantu kakek dan paman si mus. melihat kejadian itu, pak prapto yang kebetulan lewat, mendatangi mereka berempat. “lho.. kenapa kambingnya kok mati? padahal kemarin saya lihat masih sehat” tanya lelaki bertubuh kurus itu. “begini pak, kemarin kan si mus nyari rumput, lha.. nggak tau kalo rumput yang dia ambil itu habis tersiram racun serangga, yang buat membasmi hama itu.” terang bu siti. “oo begitu toh?” angguk pak prapto. “kamu kemarin ngarit dimana tho mus? kan waktu aku di sawah, aku lihat kamu berjalan terus ke arah utara.” tanya pak prapto lagi. “emmm.. itu pak, di tanah lapang dekat sawahnya pak giman” jawab si mus. “oalah… lha iya, kalo tahu disitu sih, kemarin aku larang.” “Lha wong kemarin pagi pak giman nyemprot padi, yaa.. jelas rumput-rumput itu dipakai buat membuang cucian sisa obat hama, lha biasanya itu begitu pak giman kok..” terang laki-laki yang selalu pakai peci itu panjang lebar. “huuu… ya sudah, bukan salah saya berarti buk” ujar si mus. “sudahlah nak, nanti kalo ada rejeki, kita beli kambing lagi. mungkin sudah nasib kita begini” hibur sang ibu, sembari mengelus rambut sang anak, yang masih bersedih. “ibu tidak marah, cuma lain kali kalau ngarit itu, hati-hati” imbuh wanita berkulit kuning langsat itu. “ya sudah.. ayo kita kubur saja kambingnya. pak prapto, tolong bacakan do’a nya ya, bapak kan takmir di mushola sini” pinta paman si mus. “siaap” jawab pak prapto sambil menyentuh pelipis matanya.
Setelah baca doa dan memasukkan tiga kambing tersebut ke dalam satu lubang, mereka pun membubarkan diri.
Malam kian larut, hanya suara jangkrik dan binatang malam lain, yang masih terdengar memecah keheningan malam. dalam pulasnya tidur, tiba-tiba si mul terbangun, nafasnya terengah-engah, seperti habis dikejar orang. “ah… ternyata mimpi” bisiknya lirih. ditengoknya ke sebelah kiri sang ibu tampak masih tertidur pulas. sejurus kemudian ia merangkul sang ibu, kemudian berusaha memejamkan mata. belum sempat terlelap, tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar. “maling..!! maling… !!” terdengar suara teriakan dari luar rumah, karena masih kecil dan takut dimarahi sang ibu, anak berkulit sawo matang itu pun, hanya diam di kamar.
Tiba-tiba terdengar suara dari kandang glodak..!! karena curiga dengan suara itu, si mus lalu membangunkan sang ibu. “buk.. buk.. ada orang di kandang kita, mungkin maling” bisiknya lirih, sontak sang ibupun terbangun. “masa??” tanya sang ibu lirih. “iya sepertinya” jawab si mus. “sssttt… ayo kita intip” ajak bu siti pada putranya.
Dari balik dinding yang terbuat dari anyaman bambu, terdapat sebuah celah yang berasal dari anyaman yang bolong. “tidak ada apa-apa nak..” bisik bu si siti. “iya ya” angguk si mus. ketika mereka berdua membalikkan badan, alangkah terkejutnya mereka, seorang lelaki bertubuh gempal, sudah berdiri di hadapan mereka. “haa..!! ma.. ma.. ma..” karena terkejut dan gemetar bu siti tidak sanggup berteriak. dengan sigap lelaki itu membungkam mulut bu siti, sembari mengeluarkan sebilah pisau, yang diletakkan di leher bu siti. “ja.. ja.. jangan!!” teriak si mus dengan suar lirih. “jangan lukai ibuku paman” pintanya. “aku tidak melukai ibumu, tapi dia harus menuruti kemauanku” jawab lelaki berkulit sawo matang itu. “apa kemauanmu? kalau uang kami tidak punya” kata bu siti, sembari terus gemetar ketakutan. “kamu harus berhubungan denganku, itu kemauanku” pinta sang maling. “tidak mau” tolak busiti, setelah ditolak keinginannya oleh bu siti. sang maling semakin marah. “baik, jika itu maumu… bersiaplah untuk mati” ancam si maling. “emmm.. baik.. aku bolehkan, ibuku berhubungan denganmu” kata si mus. “mus.. kau sudah gila..!!” bentak wanita yang saat itu hanya memakai kain jarik tersebut marah. setelah tahu anaknya mengedipkan mata kirinya, barulah bu siti faham, dan menuruti kemauan si maling.
Setelah dibawa ke kamar dan saat akan melucuti pakaian bu siti, tiba-tiba Prakkkk…!!! sebongkah kayu jati dipukulkan si mus ke ke kepala belakang si maling, setelah itu si malingpun pingsan. Kemudian diambilnya pisau yang dipakai untuk mengancam tadi, yang terlepas dari tangan si maling. “dasar maling bodoh, terlalu menuruti nafsu. hingga lupa kalau di belakangmu masih ada orang!!” bentak si mus.
Karena si maling belum sadar, bu siti mengajak si mus keluar rumah untuk memberitahu pamong desa dan warga, supaya si maling segera diamankan.
Tak berselang lama, warga mulai mendatangi rumah bu siti, untuk mengamankan si maling tersebut.
Cerpen Karangan: Rizma