Hari ini awan mendung. Setetes demi setetes, air mata sang langit jatuh tanpa sebab, tanpa tahu diri, dan tanpa diperintah. 7 tahun lalu, seorang pemuda berdiri di bawah rintikan air hujan tepat berada di lantai atas atap rumah sakit. Membiarkan tubuhnya basah terguyur air mata sang langit.
“Apakah dosa jika aku ingin segera bebas dan bertahan lebih lama?” Tanyanya entah pada siapa. “Bodoh, mana mungkin sang langit dengar. Untuk tahu penderitaanmu saja dia enggan.” Monolognya. “Ah sudahlah, memang berharap selain pada diri sendiri itu hal yang konyol.” Kikiknya.
Adam Mahendra. 23 tahun. Kamar Dahlia no. 34.
Kriekkk “Dari mana saja kamu, Adam? Mama khawatir. Ini lagi, malah basah basahan. Ayo sana ganti baju, nanti masuk angin.” Cerewet sang Mama.
Byurrr byurrr byurrr
I just wanna be happier I’m singing by my self
In my dreams, you’re with me We’ll be everything I want us to be And from there, who knows? Maybe this will be the night that we kiss for the first time Or is that just me and my imagination?
Berpindah dari satu lagu ke lagu berikutnya.
Kriettt “Dah kelar, konsernya?” Seorang laki-laki berkacamata hitam, dengan kaos hitam menatap sang pembuka pintu dengan mimik muka sangat datar.
“Tukang urut dari mana ini? Mama yang panggil?” Godanya. “Mau mampus lu?” “Emang mau mampus kok bulan depan, wlekkk!” Ucapnya santai. 2 orang di dalam ruangan mematung seketika. Seperti disambar petir di siang bolong yang mendung.
“Udah udah, mending sekarang kamu minum obat, terus tidur. Udah gausah ladenin kakak kamu itu.” Ujar sang Mama.
Ruang Dokter Dr. Andreas, Sp.
Tok tok tok “Masuk.” Intrupsi pemilik ruangan. “Selamat siang, Dok. Saya Bayu Adiguna. Kakak dari Adam Mahendra. Bagaimana keadaan Adik saya, Dok?”
Dokter berhidung mancung itu melepaskan kacamata yang bertengger sambil menghela napas. “Jadi begini, kanker pada tubuh Adam sudah menyebar sampai ke otak. Saya gak tau, bagaimana bisa dia sesantai itu padahal “sahabat”nya sudah benar benar menggerogoti hingga ke sistem saraf. Dan jika kelelahan sedikit saja, atau banyak pikiran dan sampai stress, hal yang buruk benar-benar tdak bisa dihindarkan.”
“Maksud dokter? Adik saya tidak akan terselamatkan?” Dokter Andreas hanya menatap sang Kakak dengan iba. Seperti yang diketahui, penyakit kanker adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Manusia hanya mampu membuatnya sedikit melambat, namun tidak untuk menghilang.
Cuit cuit Suara burung berkicau di taman yang sepi. Angin sejuk dan udara pagi yang hangat. Seorang pemuda berbaju rumah sakit membaca sebuah buku yang di bawa nya dari kamar.
“Awww, huweee mama mama mama huweeeee” Tangisan seorang anak kecil dengan mata bambi membuat laki-laki itu menoleh kesebelah. “Astagah, kamu gapapa? Sini kakak lihat. Berdarah.” Khawatirnya. “Sakit kak.” Adunya. “Cup cup ya, sini kakak obatin.” Adam berlalu menuju kamarnya untuk mengambil kotak p3k yang disediakan Mamanya jika dirinya mengalami luka.
“Nah sudah. Dah ya jangan nangis lagi.” Usapnya lembut.
Mereka banyak berbincang dan bercanda layaknya adik-kakak. Gadis 7 tahun ini sangat imut. Berambut panjang dengan kuncir 2.
Hiks hiks hiks “Hey, kenapa kamu nangis lagi? Kan udah diobatin.” “Aku sedih. Aku ga mau nyusahin mama-papa lagi.” “Siapa yang nyusahin? Sudah yah. Kamu masih umur 7 tahun. Hausnya mikirnya main aja. Seneng seneng.” “Aku merasa kasihan sama papa. Tiap hari papa kerja banting tulang dari pagi hingga pagi. Sampai jarang di rumah. Padahal dulu sebelum sakit, papa masih suka main sama aku dan mama.” Laki-laki itu hanya mampu diam, mendengarkan cerita dari gadis mungil disebelahnya.
“Sampai akhirnya aku jatuh sakit. Aku nggak ingin nambah beban mama papa padahal penyakitku ga bisa sembuh. Aku ingin papa istirahat seperti biasa. Mama yang di rumah menyambut papa pulang. Bukannya malah di rumah sakit nungguin aku. Hiksss.” Isaknya.
“Mana mungkin mamamu seperti itu jika anak kesayangannya yang lucu ini butuh bantuannya? Hmm?” “Tapi aku nggak ingin jadi beban mereka lagi. Aku nggak bisa sembuh sekuat apapun mereka berusaha. Aku hanya ingin bebas dari rasa sakit ajah. Hiks hiks.”
“Kakak juga dulu orang yang cukup ceria. Sampai (dia) datang dan merubah semua yang kakak miliki. Bahkan masa depan serta cita-cita kakak. Rasanya sesak, dan banyak pikiran. Kakak pernah berpikir, “kenapa penyakit ini memilihku? Apa aku punya salah?” Sampai akhirnya kakak sadar, bahwa terkadang kita harus dihadapkan dengan cobaan agar menjadi lebih baik. Tentu saja nggak gampang, karna hadiah dari cobaan ini benar benar indah. Suatu hari kita akan berada di sana.” Tunjuknya pada sang awan. “Tempat dimana semua keinginan dan cita-cita kita akan terwujud. Tempat dimana kamu gaakan ngerasa sakit lagi. Jadi sabar sebentar ya cantik, jika kamu benar-benar gak kuat, boleh nyerah. Asal setelah berusaha. Okey?” “Heem! Kakak juga ga boleh nyerah ya. Aku ga tau penyakit kakak, tapi Bella harap suatu saat nanti Kakak akan ketemu lagi sama Bella. Disana.” Senyumnya.
Benar, harusnya dari dulu gue nyerah. Mama, Papa, Abang. Gue selalu nyusahin mereka. Buat mereka khawatir. Setidaknya gue dah berjuang sampai sini, 5 tahun bukan waktu yang bentar.
Mei, 2021. Tangan keriput itu mengusap lembut bingkai foto yang sedikit berdebu karrna ditinggalkan sang pemilik ruangan. Tepat tujuh tahun lalu, seorang lelaki tampan dengan senyum manis yang pernah lahir di bumi harus segela kembali kehadapan Tuhannya. Hari ini pun langit sedang meneteskan air matanya.
“Adam udah bahagia ya disana? Mama juga bahagia kalo Adam bahagia. Kakak sekarang lagi di Aussie. Dia kuliah lagi ambil jurusan kedokteran. Kita disini baik-baik ajah, jadi Adam juga harus baik-baik ajah dimanapun Adam berada.”
Tes tes Bulir air mata jatuh kedalam bingkai foto yang di pegangnya. Kenangan demi kenangan menyeruak masuk ke dalam ingatan tanpa tahu diri.
—
“Teruntuk Mama, Papa, dan Abang. Hallo semua, ini Adam. Hari ini bumi sedang menderita karena langit terus terusan nangis. Cengeng yah? Wkwk. Adam bahagia punya Mama sama Papa, serta Abang. Adam jadi tahu rasanya dilindungi, dicintai, dimarahi tentunya hehe. Mama jangan lupa siram tanaman Adam ya, rawat baik-baik, Ma. Awas kalo sampe mati.
Papa, jangan terus-terusan lembur, Adam kan juga pengen diperhatiin sama Papa. Uang itu bukan masalah, Pa. Jadi, Papa jangan lupa istirahat yang cukup. Okey.
Abang, udah dong jangan pasang muka datar terus. Jelek tau. Beneran. Nyar gaada yang mau sama orang kaku kek Abang. Inget umur, Bang. Abang harus segera nikah. Biar rumah jadi rame, gak sepei banget kek kuburan.
Oh iya, Ma, Adam kau jujur nih, Adam habis beli video game. Hehe jangan marah ya. Abis Adam bosen.
Terimakasih, Mama Papa Abang. Terimakasih sudah selalu disamping Adam. Hanya karna Adam sudah gak disamping kalian, bukan berarti Adam lupa. Adam hanya tahu diri, manusia boleh berencana tapi Tuhan tetap berkehendak.
Semoga ketika lahir kembali, Adam masih tetep jadi anak bandel sekaligus gantengnya Mama Papa. Masih jadi adik usilnya Abang.”
Hehe, bye bye.
Aduh ini gimana matiinnya. Lah muka gue jelek amat. Hehe, bentar ya, kesalahan teknis.”
Klik.
Laki-laki dengan kemeja putih polos menutup layar ponsel setelah video berakhir. Bulir air mata jatuh. Dibalik jendela terlihat jelas bahwa langit sedikit mendung. Seperti perasaannya saat ini.
“Dasar bodoh.” Bisiknya.
Cerpen Karangan: Ismiyatul Inayah Facebook: Ismiyatul Inayah Hallo, aku Inayah. Ini cerpen ketiga aku yang aku publish. Semoga kalian suka ya. Mari lebih dekat dengan aku, ig: 10969inayah. Byeee byeee~