Tuhan telah menciptakan segala sesuatunya di dunia ini, termasuk pasangan-pasangan yang telah disiapkan. Fajar yang berpasangan dengan Senja, Terang dan Gelap, pria dan wanita, kemarau berpasangan dengan hujan, dan masi banyak lagi. Begitupun dengan Lelaki ini yang memiliki kegagalan bahkan menjadi anak yang keras kepala dan melawan Ibunya, namun kesuksesan hadir untuk menemani kehidupannya atas dasar syukur dan optimis yang selalu dipanjatkan. Dia atas nama Raka lelaki yang berumur 28 tahun yang memiliki perusahaan dan bisnis dimana-mana. Sekarang hidupnya bahagia bahkan memiliki segalanya. Namun kesuksesan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Anak sebatang kara yang mampu merintis usaha sebagai minta maafnya kepada almarhum Ibunya.
Di suatu sore Angin yang sejuk membuat daun-daun tumbuhan menari-menari disepanjang jalan dekat Rumah Raka. Walaupun tidak sedikit terjatuh, namun tak masalah bagi daun, bahkan menerima dengan iklas dan tidak pernah marah kepada angin. Lain lagi, orang-orang lalu lalang di sudut desa itu sibuk mencari nafkah demi keluarga mereka.
Raka yang sedang duduk santai di depan rumahnya sambil menyuguhkan segelas kopi dan rokok. Seperti biasanya siapapun yang lewat selalu dipajak bahkan dibentak, untuk apa kalian lewat di depan rumahku. Begitupun sikap asli Raka.
Tak berselang waktu lama. Raka mendengar suara memanggil namanya. Raka berdiri kemudian mencari dari mana asal muasal suara itu, sambil menoleh kiri kanan. “Siapa sih?” ucapan Raka dalam hati sambil duduk dan meminum kopinya kembali. Tiba-Tiba Doni dan Haikal muncul dari depan Raka. Doni dan Haikal adalah sahabat Raka yang kebetulan ketiga orang ini sejak kecil mereka bersahabat. “Doni, Gimana Ka, jadi tidak kita ke Rumah Sinta?” Sinta merupakan Perempuan yang disukai Raka sejak lama. Raka menjawab, “jadi dong. Namun sebelum kita berangkat, kita minum-minum kopi dulu, bagaimana Kal?” Haikal tersenyum sambil menjawab “inini ajakan yang saya tunggu dari tadi.” Lalu Mereka bertiga duduk sambil bercerita dan menunggu kopi yang sedang dibuat oleh Ibu Raka. Ibunya sedang sakit, namun Raka memaksakan untuk dibuatkan kopi.
Cerita merekapun telah mengalir, sehingga tak terasa kopi mereka telah diantarkan Ibu Raka. Walaupun begitu Raka tetap saja marah kepada Ibunya karena telat mengantarkan kopi. Cacian yang tak terhingga dilontarkan oleh Raka untuk Ibunya hingga Ibunya lari sambil menangis.
Suasana sore itu menjadi tegang, hingga burung-burung desa memperdengarkan suaranya nan mara. Namun tidak dipedulikan bagi ketiga sahabat itu.
Disepenjang jalan, dengan debu-debu menerbangkan dirinya yang selalu diinjak oleh manusia seakan ingin menangis, namun sudah pasrah akan keadaan. Ketiga sahabat itupun tidak lama lagi akan tiba di rumah Sinta.
Setibanya disana mereka melihat anjing yang sangat besar hingga menggonggong mereka, dan akhirnya Raka, Haikal dan Doni kembali dengan berlari. “Huff, teman-teman, aku kembali ke Rumah, kalian kembali juga ke rumah kalian”, ucap Raka. “Baiklah” Doni menjawab. lalu mereka berpisah satu sama lain.
Setibanya di halaman rumah, Raka kemudian berteriak memanggil Ibunya, namun Ibu Raka tidak keluar karena sakit. Raka pun masuk ke dalam rumah dan menarik Ibunya keluar hingga ibunya pingsan. Raka kemudian pergi entah kemana. Untungnya beberapa saat setelah itu, Tetangganya melihat dan menolongnya. Lalu merawatnya di rumahnya.
Beberapa hari kemudian, Ibu Raka kembali ke rumah, Raka sudah berada di rumahnya. Masi di depan pintu, Raka sudah teriak dan membentak ibunya, “Dari mana saja Bu, aku sudah lapar, tidak ada makanan.” lalu Ibu menjawab, dengan suara tersentak-sentak, “Iya nak Maafkan Ibu tidak memasak karena Ibu di rumah tetangga beberapa hari ini karena tidak ada yang merawat Ibu nak, aku ke dapur dulu lalu memasak nak. tunggu ya” Tanpa pikir panjang Raka lalu kemudian menendang pintu dan keluar ke depan rumanya.
Ibu Raka mulai memasak walaupun keadaannya sangat lemah, namun bagaimanapun seorang Ibu ingin melihat anaknya bahagia. Walaupun ia ketahui bahwa Raka merupakan anak yang nakal, namun tidak menjadi masalah baginya justru bersyukur karena Tuhan memberikan kebahagian yaitu menitipkan Raka untuknya.
“Nak, nasinya sudah masak”, sahut Ibu Raka, namun Raka tidak merespon Ibunya. Raka sedang berfikir bahwa mau pergi, sudah malas di rumahnya dikarenakan Ibunya yang sakit-sakitan. Sama sekali Raka tidak pernah bersyukur, Raka merupakan anak durhaka, karakternya rusak pada saat Ayahnya meninggal beberapa puluh tahun yang lalu karena sakit. Raka pun pergi tanpa pamit sama Ibunya, Di sepenjang jalan, Raka mengkhayal semua yang terjadi kepadanya, ingin memiliki uang untuk berfoya-foya. Tiba di suatu tempat Raka melihat orang-orang sibuk kerja di kebun pisang, lalu Raka menghampiri. “Pak apakah disini masih menerima anggota untuk bekerja?” “Iya nak Aku masi butuhkan orang”, jawab Bapak itu. Tanpa basa basi Raka pun menawarkan dirinya untuk kerja.
1 bulan kemudian, Raka sudah mengumpulkan uang, Raka kemudian duduk di samping tempat ia menginap bersama dengan teman-teman kerjanya yang lain. Raka pun berfikir, dalam hatinya ia berkata, kalau Uang ini aku pakai untuk berfoya-poya, lalu Ibu di rumah makan apa. Kesadaran Raka pun mulai kembali, akhirnya uangnya dikumpulkan. Karena kalau pulang Raka akan membelikan sesuatu kepada Ibunya sebagai ucapan minta maafnya. Raka sadar bahwa Ibu yang mengandungnya selama 9 bulan bahkan merawatnya hingga dewasa dan sekarang usia senja bagi Ibunya. ‘Aku ingin membahagiankan Ibu dan merawatnya selama sisa hidupnya, aku ingin pulang, Ibu tunggu Raka ya, aku akan mencium kaki Ibu dan meminta maaf atas segala perbuatanku selama ini’. Ucap Raka dalam hati dengan bulir-bulir air mata menetes pertanda penyesalan yang dimiliki.
Tiba saatnya Raka akan kembali ke Rumahnya, Raka lalu pamit sama teman-temannya dan juga bosnya. Di sepanjang jalan sore itu, menjadikan suasana semakin sejuk ditambah lagi angin-angin yang seolah-olah ingin memberikan kabar sesuatu untuk Raka. Raka terus saja jalan dengan wajah bahagia ingin segera bertemu ibunya dan memberikan hadiah. Raka membelikan sesuatu untuk Ibunya tanda maafnya.
Namun Tuhan berkendak lain, Melihat dari jauh, Rumahnya Raka dipenuhi oleh banyak orang, hingga melihat salah seorang Ibu keluar dari rumahnya sambil menghapus air matanya. Tiba-tiba, sesak dan sakit kini hadir untuk Raka air matanyapun mengalir, rasa bersalah mulai disesali, hadiah untuk mamanya kini tidak sempat dijadikan sebagai tanda minta maafnya.
Raka berjalan menuju rumanya dengan tersentak-sentak, Raka semakin dekat, semakin dipenuhi tanda tanya, ada apa ini? Dibalik dari banyaknya orang itu ternyata Ibunya sudah tiada lagi. Ibu telah tutup di usia senja. Rakapun berlari lalu kemudian memeluk ibunya dan minta maaf apapun yang Dia lakukan selama ini. Rasa sesal dan sakit tak terhitung yang sedang menyelimuti keadaan Raka. Ibu maafkan anakmu ini. Segala perbuatanku selama ini telah menyakiti hati ibu, walaupun Aku tau bahwa Ibu selalu menyayangi Raka dan pengen membahagian Raka, kerja keras Ibu dari mengandung Raka, melahirkan Raka hingga merawat Raka tak ada hentinya.
1 tahun kepergian Ibunya, Raka kemudian merintis sebuah usaha kecil yaitu jualan ES keliling, dan itulah kerjanya setiap harinya. Raka pun menjadi orang bijak dan dewasa, dan masa kecilnya dia lupakan. Lambat laun usaha ES nya pun makin sukses. Hingga mendirikan dimana-mana usaha ESnya dan usaha lainnya. Kini Raka menjadi orang yang memiliki segalanya, penyesalan ada namun Raka optimis untuk selalu memaafkan dirinya dan terlebih kepada Tuhan.
Cerpen Karangan: Gusti Suhardi Blog / Facebook: penikmatkisahkatagusty / Gusty Harry Kane Nama saya Gusty, lahir di kirak, 11 juli 1997 Dan merupakan anak pertama dari 4 bersaudara Hobbi saya membaca dan menulis Note: tidak mampu merangkai kata yang indah, tetapi kemauan yang tinggi hingga berani mengirim cerpen.