Pergiliran waktu memang terasa begitu dekat dan cepat, pergi pagi tak terasa sore sudah menanti. Begitu kapal berlayar tak lama ia pun kan kembali, tapi kembali bukan suatu kepastian. Yang pasti adalah ia pergi dan belum tentu kembali. Bila itu terjadi, jangan menganggapnya sebagai pemberat hati. Kuatkanlah langkah, jangan pongah tanpa menengadah pinta kepadanya selamanya dan kapan saja.
Apul aisu nama panggilannya, biasa dipanggil dengan panggilan akrab Aps. Dia seorang pekerja daerah, daerah perumahan sebagai tukang sapu. Sudah memiliki Istri (Ag Uamitam) dan satu anak (ngaruk tiseg). Anaknya yang baru berumur satu tahun itu, suka tak terurus dikarenakan aps memang mendapat istri yang enggak sabaran, bila sedang menyuapi anaknya dengan bubur dia langsung emosi, sebab Si ngaruk otomatis nangis berontak menolak disuapi bubur. Namanya juga anak bayi.
“Anata* panggilan sayang bahasa jepang. Kapan kita berubah, hidup kita kok flat gini trus seperti tak terurus, kamu main di zona nyaman trus sih! Emang ga kepikiran gimana nanti tentang masa depan ngaruk, kalau aku ga usah! Kamu pikirin lagi, yang penting dia ini, maunya aja punya anak! nannggung resikonya ogah-ogahan, jadi laki tuh yang gesit nyari duitnya! kerja udah 5 tahun lebih, nyapu trus! sapu tuh muka kamu!” Ketus Ag Uamitam.
Aps masih merundukan kepalanya sedari tadi, badannya semakin melemas dengan keringat yang masih deras membanjiri baju kaosnya, rasa penat belum hilang setelah menyapu lingkungan perumahan, langsung ditambah dengan keluhan Istri tersayang dan tercinta, tapi hanya bagi Aps namun tidak untuk Ag Uamitam.
Aps berharap ia bisa merebahkan tubuhnya dengan leluasa ketika menyentuh rumah, ternyata jauh dari yang dibayangkan. Ia terpaksa harus menerima 2 bahkan 3 X lipat kelelahan, _Pertama_ lelahnya bekerja, _Kedua_ lelahnya mendengar keluhan Istri tersayang yang tidak sayang, _Ketiga_ lelahnya dalam berusaha mewujudkan apa yang Ag Uamitam inginkan.
“Anata, tidakkah kamu melihat bahwa kita sudah lumayan beruntung? Walaupun aku hanya sebagai tukang sapu daerah, daerah perumahan orang kaya. Setidaknya kita masih bisa berteduh dari panasnya terik matahari, berlindung dari rintiknya air hujan, memang kita masih ngontrak, tapi mengapa kita tidak memperbanyak bersyukur saja. _Pertama_ kita sudah dipercayakan untuk mengasuh seorang anak, karena banyak pasutri yang sudah lamaaa menikah belum meraih apa yang kita sudah raih, walaupun ngaruk selalu menyita waktu nonton kanal youtub nihongo mantapu, dan kanal-kanal cowok ganteng lainnya. _Kedua_ kita masih bisa berteduh dari panas dan dinginnya cuaca walau dengan rumah kontrakan yang kecil ini, masih banyak pasutri yang hidup hanya beratapkan langit lepas, beralaskan kardus yang tipis. _Ketiga_ kita masih bisa makan 3 kali sehari, dengan lauk yang berbeda, aku akui memang masakanku tidaklah enak seperti master chef punya, tapi setidaknya, ‘lapar’ bisa kita usir dari perut kita. Air mata pun perlahan mengalir membasahi pipi Aps, dengan suara berat dan terisak, ‘Ma af ka n, maa f a t aas ke be ra daaanku di hi dup mu, maaf aku telah merusak banyak mimpi indahmu.”
Ketika Momen itu terjadi, hujan pun turun dimulai dari rintik kecil berlanjut bertahap menjadi sangat deras, Ngaruk yang sedang di gendongan Ag Uamitam, ikutan mendung, ia pun menangis sejadi-jadinya ketika melihat Aps menangis. Ag pun tak kuat melihat dan mendengar ungkapan kata terdalam yang pernah ia rasakan selama hidup bersama Aps, ia tak kuat lagi tuk menahan air mata yang sudah berderai sejak tadi, dengan mendekati dan memeluk Aps yang sedang tenggelam dalam isak tangisnya.
“Anata… Kata-kata itu tak pantas kamu lontarkan, yang lebih layak tuk mengatakan itu diriku anataku,” sambil memeluk Aps, Ag Uamitam pun tak kuasa lagi menahan tangisannya, “Anata… Mulai sekarang aku akan mencoba menjinakkan diriku yang liar! ini! Tapi tolong maaf, maafkan aku, maaf atas kelancangan, kenyelekitan kata-kataku, Uaaakhhh… khaaaa… huuu… huuu…” Tangisannya pecah begitu dahsyat, Aps pun memeluk erat Istri dan Anaknya.
“Anata, aku juga akan berusaha lebih keras lagi, aku akan mencari kerja tambahan dari sore hari sampai jam setengah 10 malam, untuk masa depan anak dan kita juga tentunya, kamu yang sabar ya, aku yakin kok seyakin-yakinnya yang kita alami ini belum seberapa, hanya saja kita terlalu sering membanding-bandingkan takaran harta orang lain yang lebih tinggi dengan kondisi kita sekarang, dan seharusnya itu tidaklah terlalu perlu, lebih baik kita melihat ke orang yang lebih rendah takaran hartanya, supaya kita pandai bersyukur ya anataku. Cobalah aku, kamu, kita tuk kurangi pelan-pelan berbagai hal yang tidak menambah porsi keimanan, rasa takut kita terhadap Pencipta.” Jelas Aps dengan nada bicara rendah dan penuh harap agar Istrinya mengerti maksud tulus dari hati yang terdalam.
“… Iya anataku, sayangku, aku sadar, aku terlalu banyak kelakar, mulai dari tontonan yang tidak baik, padahal aku sudah menikah dan bukan lagi di usia remaja, alias menuju tua, entah aku kadang masih aja suka menggatal, seperti melihat kanal-kanal pemuda-pemuda ganteng gitu, salah satunya ‘nihingo mantapu’ dan banyak lagi, aku sadar diriku begitu menyebalkan, tapi kini ‘Bismillah’ aku akan mencobanya demi ridho sang pencipta yang dititipkan padamu, ku tinggalkan hal-hal sampah yang biasa kulakukan.”
Cerpen Karangan: Halub Blog: Anginsubuh93.blogspot.com halub dari Cileungsi, tinggal di Masjid Darurrozaq sebagai pembantu masjid. Asal saya dari Tangsel-Pamulang. Blog: anginsubuh93.blogspot.com Ig: halubzih93