Flashback on “Aku mau kita cerai mas!” “Sarah dengarkan penjelasanku dulu.” Sayup-sayup aku mendengar suara orang yang sedang bertengkar. Aku segera bergegas turun dari kamar menuju asal suara. “Kamu tinggalkan perempuan itu atau kita cerai!” “Sarah aku tidak bisa meninggalkan dia.” “Ternyata kau lebih memilih perempuan murah-” Plak “Ayah!” Teriakku sambil berlari menuruni tangga “Jangan pukul bunda ayah.” kataku seraya aku memeluk bunda yang menangis. “Keisya.” panggil ayah. “Aku benci ayah! Aku benci ayah yang memukul bunda.” kataku. “Ini semua karena kau Sarah apa yang telah kau tanamkan dalam pikiran anakku!?” hardik ayah pada bunda. “Cukup mas silahkan kamu pergi dari rumah ini, Minggu depan surat cerai kita akan sampai di tanganmu.” kata bunda. Ayah pun melangkah meninggalkan aku dan bunda.
“Bunda jangan sedih ya aku akan selalu bersama bunda apapun yang terjadi.” Kataku. “Iya sayang makasih ya anak bunda.” “Adek sayang bunda.” “Bunda juga sayang adek.” kata bunda seraya mengecup keningku. Flashback off
Air mataku kembali mengalir ketika mengingat kenangan menyakitkan itu lagi. Kenapa rasanya masih sangat sakit walaupun sudah 5 tahun lamanya. Tiga tahun setelah kejadian itu bunda mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya sekaligus. Meninggalkan aku yang baru berumur 19 tahun sendirian. Mencoba hidup mandiri menghadapi kejamnya dunia. Dua tahun yang lalu aku mencoba meneruskan caffe bunda yang sempat terancam gulung tikar, hingga akhirnya caffe itu kini sudah memiliki beberapa cabang.
“Kei.” panggil seseorang di sebelahku membuat lamunanku buyar. “Kenapa?” kataku. “Dari tadi ditanyain juga malah bengong.” gerutu Dita, temanku yang selama ini menemaniku. “Kenapa sih dari tadi bengong mulu perasaan.” Katanya lagi. “Aku ingat ayah Dit, kenapa ya sudah lima tahun tapi ayah nggak pernah jenguk aku. Apa ayah lupa kalau aku masih anaknya.” “Udah Kei jangan diingat lagi nanti kamu tambah sakit hati, udah sekarang kita pulang aja yuk nggak perlu mikirin ayah kamu yang nggak jelas itu.” Bujuk Dita
Aku dan Dita pun keluar dari Caffe yang selama ini menjadi tempatku mencari nafkah. Di perjalanan hanya ada keheningan yang tercipta, Dita yang sibuk menyetir dan aku yang sibuk dengan pikiranku. Dalam perjalanan aku melihat banyak orang yang sedang bergerombol.
“Sepertinya ada kecelakaan.” Kataku pada Dita. Aku dan Dita pun turun dari mobil menghampiri gerombolan itu. “Permisi pak permisi.” Kata Dita. Saat kita sudah berada di tengah orang-orang itu aku terdiam. “Ayah.” Kataku pelan. “Ayah!” “Ayah bangun!” histeris ku seraya menggoyangkan pundak ayah. “Pak tolong bantu saya membawa ayah saya ke Rumah Sakit pak.”
Tidak lama setelah aku membawa ayah ke Rumah Sakit ada seorang wanita dan balita lelaki yang menyusul. Sepertinya aku mengenal wanita itu, tapi siapa?-kataku di hati. Aku mengingatnya dia adalah wanita yang membuat rumah tangga ayah dan ibuku hancur. Dia menatapku akupun balas menatapnya.
“Keisya.” Katanya pelan tapi masih terdengar olehku. “Masih ingat denganku ternyata Tanteku tersayang.” Kataku sambil menekan kata ‘tanteku tersayang’. Orang itu orang yang telah merusak rumah tangga orangtuaku adalah tanteku, tante yang dulunya sangat aku sayangi sebelum kejadian itu terjadi. “Keisya maafkan tante nak, tante minta maaf.” “Maafmu tidak bisa menghidupkan bundaku kembali, jadi simpan saja maafmu karena aku tidak akan pernah memaafkanmu.” kataku pelan. “Keisya dengarkan tante nak, ini tidak seperti yang kamu bayangkan selama ini sayang.” kata tante. “Baiklah apa yang ingin kau jelaskan sekarang.”
“Baiklah tante akan menjelaskannya padamu tante mohon jangan potong omongan Tante. Keisya ayahmu dan tante tidak pernah menikah sayang. Memang lima tahun yang lalu tante pernah ada hubungan dengan ayahmu nak dan tante minta maaf sama kamu soal itu, sebenarnya hubungan tante dan ayahmu sudah selesai sejak dua bulan sebelum ibumu meminta cerai kepada ayahmu sayang. Tetapi, waktu itu ayahmu baru mengetahui ternyata dia menderita kanker otak stadium akhir. Hingga akhirnya ayahmu membuat skenario seakan-akan kita masih memiliki hubungan agar ibumu tidak terlalu sakit hati ketika ayahmu tiada nanti.” Jelas tante.
“Setelah ayahmu bercerai dengan bundamu ayahmu menjalani pengobatan di Singapura, satu tahun kemudian ayahmu menjalani operasi tetapi dia mengalami koma selama 2 tahun. Ketika ayahmu bangun, dia mendapat kabar jika ibumu meninggal. Ayahmu mengalami depresi berat hingga akhirnya dia menjalani terapi dan baru dinyatakan sembuh satu bulan lalu.” Lanjut tante.
Aku terdiam mendengarnya, jadi selama ini ayah sakit. Selama ini ayah masih ingat denganku dan bunda. Tapi kenapa ayah harus melakukan itu semua, semua ini membuatku dan bunda menderita.
“Keluarga pasien.” Kata dokter yang menangani ayah. “Kami keluarga nya dokter.” sahut tante. “Pasien sudah sadar dan sudah boleh dijengguk.” “Masuklah nak temui ayahmu, dia pasti sangat merindukan putrinya.” Kata tante. Aku melangkah memasuki ruang rawat ayah.
“Ayah.” panggilku pelan. “Keisya, ini kamu nak. Keisya putri ayah.” kata ayah seraya memegang pipiku yang telah dibasahi air mata. Aku tidak kuat, aku segera memeluk ayah menyalurkan rinduku selama ini. “Maaf sayang, maafin ayah udah buat kamu dan bunda menderita selama ini.” Kata ayah yang masih mendekapku. “Maafin kei juga ayah selama ini kei benci ayah tanpa tahu keadaan ayah.” Kataku seraya mendongak memandang cinta pertamaku ini. “Ayah harus cepat sembuh, Keisya butuh ayah.” “Iya sayang, nanti kita pergi ke makam bunda sama-sama ya.” Kata ayah.
—
“Bunda maafin ayah, hiks selama ini ayah hanya bisa hiks memberikan kesedihan untuk bunda hiks.” Kata ayah dengan sesenggukan di makam bunda. “Ayah janji hiks ayah akan menjaga buah hati kita bunda hiks ayah sayang bunda.” Lanjut ayah. “Bunda adek menepati janji adek bunda, seperti yang bunda bilang kalau adek nggak boleh nangis di makam bunda sekarang adek gak nangis lagi bunda.” kataku dengan mata berkaca-kaca “Bunda tahu, sekarang adek bahagia bunda. Ayah udah kembali bunda, caffe bunda sekarang juga udah punya banyak cabang bunda, adek sekarang udah jadi sesuai keinginan bunda adek udah mandiri sekarang bunda. Semoga bunda juga bahagia disana.” sambungku.
“Sudah hampir hujan ayo kita pulang dulu sayang.” Ajak ayah. “iya yah.” “Aku pulang dulu ya sayang, Sampai jumpa.” Kata ayah seraya mengecup nisan bunda. “Adek pulang bunda.” kataku dan melakukan hal yang sama dengan ayah.
Cerpen Karangan: Annisa Masyur Blog / Facebook: Anis
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 6 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com