Nama gue Geisha Adhyaksa, anak bungsu dari 2 bersaudara. Mereka biasa manggil gue dengan sebutan Gege. Entahlah, sedikit aneh, tapi katanya panggilan kesayangan untuk putri satu satunya. Gue punya kakak cowok, Namanya Gevano Adhyaksa, mahasiswa itb jurusan teknik informatika. Tiap hari tanpa absen, gue selalu liat Vano didepan komputer kesayangannya. Oh Iyah, orang terdekat biasa memanggilnya dengan sebutan Vano, dan orang luar diizinin buat manggil dia Gevan.
“Vano, Lo berantem?.” Geisha yang sedang asik memakan permen kesukaannya lollipop, menajamkan penglihatannya ke arah Vano. Bagaimana bisa? Vano pulang dengan wajah yang sudah dipenuhi luka. Ga seperti biasanya, Vano tipe orang yang tidak suka mencari masalah, lalu apa yang terjadi sekarang?. “VANO JAWAB GUE IIIH!!.” teriaknya saat melihat Vano berjalan melewatinya tanpa sepatah katapun. “Kenapa sih bocah.” Ucapnya pelan, tak urung mengekori Vano menuju kamarnya.
Tuk… Kepala Geisha terbentur dengan pintu kamar Vano saat cowok itu menutupnya, dengan kesal Geisha kembali memanggil saudaranya itu dengan mengetuk pintu sekuat mungkin.
Door door door… “Kak, buka ga? Lo kenapa?.” Tanyanya tak henti untuk terus mengetuk pintu berwarna hitam itu.
Beberapa menit tak mendapat Jawaban, Geisha kini kembali ke kamarnya, mungkin dia akan menemui Vano beberapa waktu kedepan.
Sekarang waktunya telah menunjukkan pukul 20:15, tapi Vano masih belum menampakkan dirinya. Kedua orangtuanya pun bingung dengan sikap anak laki lakinya itu, tapi Geisha mengatakan bahwa Vano terlihat sangat lelah dan mungkin sedang beristirahat.
“Pah, coba kamu cek. Waktu makan malam sebentar lagi akan selesai. Aku takut dia kelaparan kalau seandainya dia masih tidur sekarang.” Seru Atina, kepada suaminya. “Ntar juga kalau lapar dia turun sendiri Ma…” jawab Gege. “Ga baik sayang kalau makan terlalu malam. Ga sehat.” Ucap Atina diikuti senyuman. “Sebentar.” Jawab Adrian yang sedang menyelesaikan makanannya yang tersisa satu suapan.
10 detik menyelesaikan makanannya, Adrian kini melangkahkan kakinya menuju kamar sang Putra. Sama seperti apa yang Gege lakukan, pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu kini menggedor pintu anaknya. Tapi nihil, tidak ada jawaban. Kini dengan paksa, Adrian mendobrak pintu tersebut.
Gege dan Atina yang mendengar suara dobrakan dari lantai atas, ikut berlari menyusul Adrian.
Deg… Ketiga manusia berbeda usia tersebut kini terdiam kaku di depan kamar Gevano, tak dapat berbicara dengan apa yang mereka lihat saat ini. Di depan sana, Vano tengah terduduk lemas dengan banyak darah yang bercucuran dari lehernya. Yaa, Vano bunuh diri dengan cara menggores pisau di lehernya.
Atina yang kaget dengan keadaan putranya, kini mulai mengeluarkan isak tangisnya. Adrian yang menyadari suara istrinya, kini langsung berlari kearah putranya. “Vano, Vano bangun.” Ucapnya berusaha menyadarkan Gevano. Adrian dengan mengeluarkan ponselnya kemudian menghubungi ambulance untuk membawa Vano ke rumah sakit.
Gege yang sejak tadi diam, kini berjalan pelan mendekat kearah Atina, gadis itu menarik tangan sang Mama untuk mendekat kearah saudaranya. Matanya terus mengeluarkan cairan bening tanpa henti. Kedua perempuan itu, kini berada didepan Vano, dengan cepat Atina langsung memeluk putranya tersebut.
“Bang, ini mamah. Ayoo mandi, baju kamu kotor Semua.” Ucapnya. Tidak mendapat jawaban, Atina terus berucap. “Bang, kok ga dengerin kata Mama, ayoo biar kita jalan jalan berdua, tanpa Gege dan Papa.” Suara tangis dari Atina mulai memburu, Adrian yang melihat istrinya mulai tak baik baik saja, kini memeluknya. “Ikhlas Atina.” Ucap Adrian.
Setelah ibunya, kini Gege mendekati saudaranya itu. “Vano, lo belum cerita… sa-sama gua.” Air matanya kini semakin deras, gadis itu bahkan tak sanggup untuk berbicara, tapi dia harus bisa. “Van.” “VANOO.” teriak gege sedikit keras, kini emosinya semakin meningkat. “VANO, BILANG SAMA GUE, SIAPA YANG UDAH BUAT LO KEK GINI.” “VANO BANGUN. VANO…!!! VANOO DENGERIN GUEE, BANGUN… BANGUN.” ia terus menepuk pelan pipi Vano agar cowo itu tersadar, tapi nihil Vano masih belum menjawabnya.
“Bang, plis bangun. Gua belum siap.” Lirihnya diiringi dengan tangis. Adrian dan Atina pun tak sanggup untuk bersuara, semuanya terjadi secara tiba-tiba. Kini suara ambulans mulai terdengar, Vano pun segera diperiksa.
“Saya turut berduka cita Pak, Bu. Anak ibu atas nama Gevano Adhyaksa dinyatakan meninggal dunia pada pukul 19:05. Mohon perintahnya pak, agar kami bisa mengurus jenazahnya.” Ucap sang dokter dengan pakaian putih miliknya. “Ga mungkin…”
Semua pasang mata kini melihat kearah Geisha, “Mah, ga mungkin.” Ucapnya kembali, lalu pergi berlari kembali memasuki kamar Vano. “VANO BANGUN, VANO LO GA BOLEH KELAMAAN TIDUR.” “Vano gua butuh bantuan lo, ayo anterin gua ke toko buku. VANO!!.” “Vano plis bangun, Vano dengerin gua skli aja, bang ayo bangun. Gua mohon.” Atina yang mendengar suara putrinya itu segera membawa Geisha kembali ke kamarnya. Adrian kini tengah mengurus jenazah putranya bersama beberapa rekan medis.
“Permisi bu, saya tadi menemukan ini di atas meja belajarnya.” Suara itu tiba-tiba mendatangi Atina yang sedang mendengar Geisha yang masih tidak percaya bahwa Vano sudah tiada. “Terima kasih dokter Adam.” Ucapnya.
Atina membuka surat yang sudah mulai mengusut dengan beberapa tetes darah yang menghiasinya.
Untuk Gege: Ge, disaat lo baca tulisan ini kayaknya gua udah ga bisa untuk tetap ada di samping Lo. Asal lo tau Ge, selama ini gua sayang banget sama lo. Lo adek terbaik yang pernah gua milikin, anugerah terbaik dari Bunda Atina untuk gua. Dan sayangnya, perasaan itu bukan sekedar perasaan diantara saudara kandung. Sialnya, gua jatuh cinta sama lo Geisha Adhyaksa, perasaan itu tumbuh semenjak gua mulai tumbuh dewasa, awalnya gua ga peduli, tapi semakin gua bodoamat semakin gua takut untuk kehilangan lo. Lo ga pernah tau Ge, gua selalu nyari cara biar gua ga kehilangan lo. Gua selalu takut kalau suatu hari nnti lo bakal ninggalin gua karena lo pasti bakal temuin seseorang yang spesial. Gua selalu takut lo bakal jatuh cinta sama orang lain Ge. Dan posisi gua sebagai saudara kandung, sangat tidak mungkin untuk bisa dapatin lo seutuhnya. Karena itu, gua ga bisa bertahan untuk lo Ge. Karena itu, gua milih untuk pergi, cara terbaik yang terlintas dipikiran gua. Dengan pergi dan ga berada disamping lo selamanya, maybe bisa buat gua tenang dan ga takut untuk kehilangan. Karena ditempat baru gua, lo milik gua seutuhnya. Asal lo tau Ge, gua pulang dengan keadaan yang rusak karena Karel sahabat gua dia suka sama Lo, gua yang ngerasa cemburu bener bener emosi saat dia minta izin untuk bisa jadi pasangan hidupnya, wkwkw sorry. Setelah ini lo bakal bebas dimilikin siapapun. Sampaiin sama bunda, gua sayang kalian semua. And the last i say, I love you Geisha.
Gevano Adhyaksa.
Atina menangis membaca pesan yang Vano sampaikan kepada anak perempuannya, ia tidak menyangka bahwa putranya rela melakukan hal itu karena cinta.
“Maa… Aku mau baca.” Ucap Geisha tiba-tiba, Atina yang tidak ingin putrinya tahu, kini membuat alasan untuk putrinya. “Bukan apa apa, ternyata surat BK yang pernah abang kamu terima waktu itu.” Ucapnya sambil tersenyum.
“Ayo tidur, biar mama ngurusin jenazah abang dulu yah. Kamu harus kuat biar kita bisa nganter Vano ketempat terakhirnya.” “Bangunin Gege yah kalau udah selesai. Gege capek Maa…” jawabnya sambil menggenggam tangan ibunya. Atina pun pergi meninggalkan sang putri yang kini sudah menutupi mata indahnya.
“Selamat tidur Geisha Adhyaksa.” Suara berat itu terdengar memasuki telinga Geisha stelah kepergian Atina. “Vano?.” Ucapnya tanpa sadar dengan mata yang masih tertutup rapat.
Cerpen Karangan: Cahya Ig: chissst_
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 6 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com