“Jinan berangkat ke Sekolah dulu yah bu, Assalamualaikum,” ucapku seraya mencium tangan ibu. “Waalaikumsalam, hati-hati yah nak. Bekalnya jangan lupa di bawa, terus ini kue tolong titip di kantin Sekolah kamu!” jawab ibu dengan menyodorkan kotak makanan untukku dan keranjang berisi kue yang dibuat ibu. “Siappp ibuku yang cantik, makasih dahh,” kataku bergegas keluar rumah.
Berbeda dengan siswa lain pada umumnya, aku tidak pernah meminta ataupun menerima uang jajan dari ibu ketika ibu memberiku uang jajan aku selalu berkata, “aku gak mau nyusahin ibu, lagipula aku bisa tahan lapar sampai pulang sekolah kok,” karena itulah setiap pagi ibu menyiapkanku bekal agar aku tidak kelaparan ketika berada di sekolah dan bisa lebih fokus lagi menerima materi pelajaran.
Namaku Anindya Jinan, nama yang indah bukan? ibuku memberiku nama yang sangat indah yang berarti, “perempuan sempurna dan karunia Allah Swt. dari Surga”. Sekarang aku berusia 18 tahun dan hanya tinggal berdua dengan ibuku di rumah yang sangat sederhana, ibu bekerja sebagai tukang jahit keliling yang setiap pagi harus berkeliling kampung untuk mencari jahitan, setiap hari ibu selalu bangun subuh dan membuat kue untuk dijual di warung dan aku titip di Sekolah untuk menambah pemasukan agar tetap bisa bertahan hidup dan membayar uang sekolahku.
Ayahku pergi meninggalkan ibu ketika aku masih dalam kandungan, sejak itulah ibuku berjuang sendiri untuk membesarkanku dan tak mau kalau aku kekurangan apapun, meski ibu harus menjadi ibu sekaligus ayah untukku. Setiap kali aku bertanya soal ayah, ibu selalu mengalihkan pembicaraan dan mengabaikan pertanyaanku, ibu juga melarangku bertanya lagi soal ayahku. Entah karena ibu tak ingin mengungkit masa lalu atau ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.
Di ulang tahunku yang ke 18 tahun hanya tinggal menghitung hari, aku hanya ingin 1 kado istimewa yaitu ayahku. Aku ingin sekali melihat ayah, bagaimana rupanya? siapa nama ayahku? apakah wajahku mirip dengan wajah ayahku? inilah pertanyaan yang kerap muncul di pikiranku dikala aku sangat merindukan sosok ayah. Namun, itu mungkin hal yang mustahil dipenuhi oleh ibu. Semenjak pergi, ayah tak pernah memberi kabar ataupun bertanya pada ibu apakah anaknya sudah besar? apakah anaknya perempuan atau laki-laki? mungkin ayah tak pernah menginginkan kehadiranku.
Hingga pada akhirnya hari ulang tahunku yang ke 18 tahun telah tiba, seperti pada tahun-tahun sebelumnya ibu akan mengambil uang tabungannya untuk membelikanku hadiah seperti baju, sepatu atau boneka, lalu membuat kue ulang tahun untukku. Namun kali ini berbeda, dari pagi aku tak melihat ibu, mungkin dia pergi pagi sekali dan tak sempat berpamitan denganku. Hingga malam tiba ibu belum juga pulang,
“Kok ibu belum pulang yah?” ucapku meneteskan air mata sambil memegang kue ulang tahun yang diberikan Raihan yang akhir-akhir ini sedang dekat denganku. Setelah shalat isya aku tetap menunggu kepulangan ibu dengan perasaan cemas takut ibu kenapa-kenapa, hingga jam menunjukkan pukul 20.30 WIB. Tak lama kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu, “Mungkin itu ibu yang pulang?” ucapku bergegas membuka pintu untuk ibu.
“Selamat ulang tahun putri ayah!” Aku terkejut dan tak tahu ingin berkata apa-apa, aku hanya berdiri diam seribu bahasa mendengar suara laki-laki paruh baya yang berada di hadapanku dengan memegang sebuah kue kecil dengan lilin yang menyala mengucap kata, “putri ayah” sementara ibu hanya tersenyum meneteskan air mata menatapku yang masih diam membisu. “Aa-aayah?” kata pertama yang terucap dari bibirku disusul bulir-bulir air mata yang mulai membanjiri pipiku. “Iya nak, ini ayah!” jawab pria paru baya itu. Aku masih tidak percaya, aku menatap ibu dan dia hanya tersenyum mengangguk membenarkan perkataan pria itu.
“Apa kamu tidak mau memeluk ayahmu ini?” Sontak aku memeluknya tanpa ada rasa benci karena telah meninggalkan ibu dan aku selama 18 tahun, suasana malam itu di penuhi rasa haru, aku tak berhenti menangis di pelukan ayah.
Aku tak menyangka selama 18 tahun aku tak tahu siapa ayahku dan tepat di hari ulang tahunku ayah datang menemuiku. Ibu telah memberiku kado istimewa yang aku inginkan selama ini, aku tak kuasa menahan rasa bahagiaku, di malam itu aku menghabiskan sepanjang malam bercerita dengan ayah. Aku menceritakan semua yang terjadi dalam kehidupanku tanpa kehadirannya, hingga aku tidur di pangkuan ayah.
Hingga suatu hari saat pulang dari sekolah aku mendengar percakapan ibu dan ayah di ruang tamu, mereka sepertinya membicarakan hal yang serius. Karena tak ingin mengganggu pembicaraan mereka, akhirnya aku memutuskan untuk tidak langsung masuk dan menunggu di luar hingga mereka selesai bicara.
Bagai disambar petir di siang hari, hatiku bagai disayat-sayat ketika mendengar ibu mengucapkan terima kasih pada pria itu karena dia telah membantu ibu mewujudkan keinginanku dan membohongiku. Tenyata dia bukan ayahku, melainkan pamanku. Kakak dari ibuku yang baru saja pulang dari Malaysia, ia tak pernah pulang selama 19 tahun karena itulah aku tidak mengenalnya.
“Anakmu sudah besar, dia bukan lagi anak kecil yang bisa kita bohongi kapan saja lambat laun dia pasti akan tahu semuanya, tapi senang bisa membantu kamu. Kasian Jinan dia begitu sangat merindukan ayahnya, yang entah apakah masih hidup atau sudah tiada, setidaknya setelah sekian lama kita tidak bertemu aku bisa membuat keponakanku bahagia,” kata pria itu menunduk sedih, sedangkan ibu tak kuasa membendung kesedihannya.
“Ibu jahat, ibu udah bohongin aku,” teriakku dari luar menatap ibu penuh amarah. “Jinan, dengerin penjelasan ibu dulu,” teriak ibu berusaha menghentikanku. Aku pergi dengan perasaan kacau, aku pergi tak tahu arah tujuan, di sepanjang jalan air mata terus mengalir membasahi pipiku hingga aku tak sadar ada mobil yang hampir saja menabrakku. Seseorang turun dari mobil itu dan memegang kedua tanganku. “Jinan kamu gak papa kan?” ternyata dia Raihan yang hampir saja menabrakku. “Jinan kamu kenapa?” aku terus saja menangis tanpa menghiraukan pertanyaan Raihan. “Sekarang kamu ikut aku dulu yah,” Raihan menuntunku memasuki mobilnya.
Raihan membawaku ke sebuah taman agar aku bisa menenangkan diriku, dan menceritakan semuanya. “Jinan sekarang kamu tarik nafas terus buang pelan-pelan, kamu tenangin pikiran kamu. Setelah itu kamu ceritain semuanya sama aku, mungkin aku bisa bantu agar kamu bisa sedikit lega,” kata Raihan berusaha menenangkanku. “Aku kecewa sama ibu, kemarin di hari ulang tahunku dia udah bohongin aku, ternyata pria paru baya yang aku kira ayahku adalah pamanku kakak dari ibuku. Mereka bekerja sama untuk membohongiku dan membuatku kecewa, hukhukhuk” jawabku tersedu-sedu. “Oalah ternyata itu, aku pikir apa hehe,” kata Raihan tertawa. “Kamu kok ketawa? kamu pikir ini lucu? ini tentang hidup aku Rai!” jawabku kesal. “Maaf, aku gak bermaksud gitu, aku cuma mau kasih tahu kamu kalau ibu kamu pasti punya alasan dan terpaksa bohongin kamu,” “Kemarin kamu mau kado istimewa yaitu ayah kamu kan? pasti ibu kamu sudah berusaha mewujudkan keinginan kamu dan tidak ada cara lain selain membohongi kamu. Jinan kamu dengar kata-kata aku semua ibu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya termasuk ibu kamu, jika bisa dia akan memberikan bintang jika anaknya meminta, dan mendatangkan ayah kamu adalah hal yang mustahil ibu kamu lakukan, dia tidak tahu dimana keberadaan ayah kamu, apakah ayah kamu masih hidup atau sudah tiada, apakah jika bertemu kamu ayahmu mau mengakui kamu atau tidak, dan dia gak mau kamu kecewa karena keinginan kamu gak terwujud karena itulah ia terpaksa berbohong demi kamu,” lanjut Raihan. Mendengar ucapan Raihan, seketika aku tertampar dan menyesal karena kecewa aku meninggalkan ibu dan membuat ibu cemas dengan keberadaanku. “Makasih yah Rai, kamu udah bawa aku ke sini akhirnya aku mulai sedikit lega, dan makasih karena kamu udah nasehatin aku, sekarang aku menyesal seharusnya tadi aku tidak semarah itu sama ibu,” jawabku menunduk sedih. “Iya sama-sama aku senang bisa bantu kamu, ohiya aku antar kamu pulang yah pasti ibu kamu cemas nyariin kamu,”
Cerpen Karangan: Ulva Mega Puspita Assalamualaikum, nama saya Ulva Mega Puspita, umur 17 tahun.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 27 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com