Sesampai rumah, Bapak dan Ibu memarahiku. “Haris, lu kaga usah ye kabur-kaburan kaya begituan, lu kerja yang bener, cari duit yang banyak! lu kaga kasihan apa sama ibu? dari kemaren ye, kita kaga makan gara-gara lu” sambil melempar panci ke arahku. Krumpyanggg. Aku diam menunduk, tak berani melawan. “ya udah kamu sekarang kerja kaga ada main-main tu, kerja sono sono!” langsung aku lari keluar.
Di sepanjang jalan aku memikirkan tentang masa depanku. Bagaimana jika hidupku terus terusan seperti ini?. Apa aku harus selalu dikekang seperti ini?. Ah aku tak tau, ku ikuti saja alur ini yang penting dimana pun aku berada aku selalu berusaha membaca buku, membuka wawasanku, dan beribadah pada Tuhan. Sambil mencari tempat yang teduh di dekat lampu merah dan mulai membaca buku. Sesekali ketika lampu merah aku mulai mengamen sampai siang menjelang sore, dan akhirnya uang pun bisa terkumpul empat ratus ribu. Dalam hatiku, aku ingin menemui Kak Ara selesai ngamen tapi aku takut nanti pulang dikasih hukuman sama Bapak Ibu. Tapi tidak apa-apa deh, aku langsung berlari menuju rumah Kak Ara.
“Assalamualaikum” sambil mengetuk pintu “Waalaikumsalam, ehh nak Haris sama siapa? Sendiri?” “Iya mbok, Kak Ara ada” ku tanya Mbok Sar “Ada nak, ya udah sini masuk gih” kata Mbok Sar sambil menarik tangan ku. “Harissssss” kata Renan memaggil sambil lari dan memelukku. “Haris nanti malam kamu tidur sini lagi ya, biar ngga dimarahin sama Bapak Ibumu terus” kata Andi. “iii yaaa” kataku sambil teringat wajah Bapak Ibu ketika marah. “Eh Haris, iya tidur sini aja ya kalau bisa selamannya tidur sini aja biar aman” Kak Ara dengan senyumannya yang manis.
Akhiranya aku memutuskan untuk tidur disini, entah esok aku dapat hukuman atau lemparan seperti apa aku pasrah pada Tuhan, semoga saja besok akan baik baik saja walaupun pada kenyataannya pasti tidak baik.
Paginya, aku menemani Andi dan Renan yang sedang berenang di kolam renang, sedangakan aku membaca buku di ayunan dekat kolam sambil memakan buah yang tadi sudah disiapkan oleh Mbok Sar. “Andi, Renan jangan lama-lama renangnya! PR mu jangan lupa dikerjakan, Haris jangan lupa makan yang banyak ya! Kakak mau berangakat kerja” kata Kak Ara “Oke Kak” kita jawab serempak.
Setelah lama membaca buku lalu aku terlelap di ayunan. “Haris, Haris ada Bapak Ibumu di depan” kata Renan sambil menepuk pipiku. “HARISSS, HARISSS! MANA HARIS, bocah kaga ada kapoknya ye!” kata Bapak teriak-teriak dirumah Kak Ara. “Hariss, mana Haris, jangan kabur haris” teriak Ibu Aku bingung aku harus kemana “Sini Haris, Haris lari lewat sini cepetan” kata Andi sambil membuka jendela kamarnya yang besar. Aku langsung lari lewat jendela tapi ternyata Bapakku lihat dari jendela ruang tamu, Bapak langsung lari dan mengerjarku diluar. “Haris, Haris! Mau kemana kamu!” teriak Bapak.
Bapak berusaha lari tapi tiba-tiba, Bapak tersandung batu langsung jatuh dan akhirnya pingsan di pinggir jalan. Aku yang sudah lari jauh dan menengok kebelakang, lalu aku kembali lagi. “Bapakkkkk” Aku membisikkan di telingannya kemudian sopir Kak Ara membawa Bapak ke rumah sakit.
2 hari kemudian, Aku dan ibu di rumah sambil makan nasi, kecap, dan krupuk. Ibu diam tak berkata apa-apa, Aku pun diam. Terdengar suara telepon dari handphone Ibu, lalu Ibu mengangkatnya dan alangkah kagetnya. “Ibu, mohon maaf apakah ibu istri dari Pak Boni?” tanya orang yang tak dikenal. “Iya saya istri dari Pak Boni” “Maaf Ibu, kami dari pihak rumah sakit ingin meminta maaf karena suami Ibu tidak bisa diselamatkan, dan sekarang sedang diantar ke rumah ibu.” Tut Tut Tut Telepon itu langsung dimatikan oleh Ibu, seketika Ibu langsung menangis keras dan jatuh ke lantai.
“Ibu” aku pertama kali memeluk Ibu dan menangis sejadi-jadinya di pundak Ibu, lalu Ibu membalas pelukanku. Ambulan pun datang dan membawa Bapak ke rumah langsung disholatkan lalu besoknya akan dikubur dimakamkan dekat rumah. Suasana di rumah pun ramai tapi sunyi. Ada Kak Ara dan sekeluarga, Ridho, dan tetangga-tetangga yang lainnya.
Sebulan kemudian, Ibu bilang ingin pindah ke Jakarta untuk kerja. Karena kata Ibu, dia tak mau merepotkan Aku dan memintaku untuk tinggal di rumah Kak Ara. Malamnya aku diantar Ibu ke rumah Kak Ara sambil membawa semua bajuku.
Tok tok tok “Assalamualikum” “Waalaikumsalam Ibu, Haris kok malam-malam? Sini masuk masuk” “Iya Nak Ara, saya disini mau meminta maaf kepada nak Ara atas semua perbuatan saya dan Bapaknya yang selalu menyakiti hati nak Ara” terlihat mata Ibu “Tidak apa Bu, saya sudah maafkan kok” “Terima kasih Nak Ara, saya juga mau menitipkan Haris kepada nak Ara, karena Saya ingin pergi merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan” “Iya Bu, saya menerima dengan senang hati, Haris disini akan saya sekolahkan setinggi-tingginya Bu, karena saya tau Haris ini anak yang punya potensi yang besar dan cita-cita yang tinggi Bu” kata Kak Ara “Iya Nak Ara, saya sangat berterima kasih kepada Nak Ara, maaf saya ngga bisa balas jasa Nak Ara” “Tidak apa Bu, saya ikhlas Bu” lalu Ibu dan Kak Ara berpelukan dan aku pun bergantian memeluk Ibu kemudian ibu meninggalkan rumah Kak Ara.
“Hati-hati ibu, jaga diri baik-baik” kataku memandang ibu sambil meneskan air mata.
10 tahun kemudian. Aku menjadi direktur perusahaan yang dibangun Kak Ara untukku. 2 tahun yang lalu aku baru saja lulus S2 dari Harvard university dan aku menjadi lulusan cumlaude. Kak ara sekarang menjadi manager utama yang jabatannya diatasku karena aku masih perlu pengawasan dan arahan dari Kak Ara. Ibu pun sudah menikah lagi dan mempunyai anak di Jakarta.
Aku juga sudah mencari informasi tetang Ayah dan Ibu kandungku di panti asuhan, tetapi ternyata mereka sudah meninggal karena sakit. Aku berdoa semoga Ayah, Ibu, dan Bapak tenang di akhirat.
Aku bersyukur dengan nikmat ini. Apapun itu dalam keadaan susah atau senang kita harus percaya bahwa Tuhan akan selalu di samping kita. Kita juga harus percaya bahwa Tuhan memiliki jalan dan alur yang baik untuk hambaNya, Tuhan tidak akan mengecewakan hambaNya selagi hambaNya melakukan perintahnya dan meninggalkan larangannya.
Puji syukur aku bisa dititik ini juga pasti karena doa Ibu kandungku yang selalu dipanjatkan untuk anaknya, wahai Ibu doakan anakmu di akhirat ya bu, kelak di akhirat nanti ketika aku bertemu denganmu aku akan mencium kakimu Bu.
Cerpen Karangan: Nadia Safira Firdaus Blog / Facebook: Nadia Safira Firdaus Nadia Safira Firdaus biasa dipanggil Nadia/Fira lahir pada tanggal 11 Juli 2003 di Purworejo. Putri dari H. Muslikhin Madiani S,Ag.M.S.I (ayah) dan Hj. Robingatul Mutmainnah M.Pd.I (ibu). Nadia adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara. Anak pertama bernama Muhammad Azka Firdaus anak ke-3 bernama Daffa Nurussofa Firdaus dan anak ke-4 bernama Zuha Elysia Firdaus. Berdomisili di PPM. El-Furqon 1 Panorama dan tinggal di Jl H. Agus Salim no.56 Purworejo, Jawa Tengah. Dari kecil hingga saat ini orangtua Nadia sangat memperhatikan sekali antara ilmu dan agama. Tak hanya itu di rumah orang tua Nadia menekankan disiplin kepada empat anaknya. Pendidikan dimulai dari TK Batik Perbaik mulai pada tahun 2007, SDIT Salsabila 5 Purworejo selesai pada tahun 2015, Mts Sunan Pandanaran selesai pada tahun 2018, MA An-Nawawi diselesaikan pada tahun 2021. Dan sekarang sedang menjalani Pendidikan kuliah di UIN Saizu fakultas Tarbiyah.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 4 Juni 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com