Bintang Ranatasya, sosok gadis remaja yang dipaksa kuat oleh keadaan, dipaksa dewasa oleh keadaan, dipaksa selalu tegar oleh keadaanya.
Lahir dari keluarga yang kurang harmonis, sejak dulu Bintang sudah harus mandiri. Mempunyai dua adik, membuatnya memliki tanggung jawab yang besar. Sedikit saja ia pulang terlambat ke rumah, siap siap saja mendapat sebuah pukulan dari ayahnya, seperti sudah makanan sehari harinya. Ya, ayahnya memang sekasar itu terhadap dirinya.
Terkadang jika Bintang ada waktu, ia keluar sebentar dari rumah untuk menghirup udara segar. Entahlah, Bintang bingung kenapa banyak orang yang mengatakan jika rumah itu adalah tempat berpulang yang paling nyaman. Bintang tertawa mendengar itu, rumah yang mereka jadikan tempat untuk berpulang, bagi Bintang adalah ruang yang memenjarakannya pada rasa sakit yang mendalam.
Kalau kata Bintang, “sesusah itu pengen hidup tenang di rumah”.
Ada saatnya dimana Bintang berada di titik paling lemahnya. Kedua orangtuanya setap hari bermusuhan sampai terkadang mereka melampiaskan amarah itu kepada Bintang. Itulah alasannya ia selalu pulang cepat sehabis sekolah karena ia khawatir dengan adik adiknya yang masih kecil. Ia takut jika orangtuanya melampiaskan semua amarahnya kepada adik adiknya yang tidak tau apa apa.
Bercerai? Haha entahlah sudah berapa kali Bintang mendengarkan kalimat itu keluar dari mulut kedua orangtuanya. Bintang tidak mau, biarlah mereka berdua musuhan setiap hari, biarlah, asal jangan sampai mereka bercerai.
Bintang sadar dirinya egois. Tapi dia hanya ingin keluarganya tetap utuh walaupun sudah setengah hancur.
Tapi ternyata itu semua hanyalah harapan Bintang yang tak mungkin bisa dikabulkan. Ayah dan Bundanya sudah bercerai, mereka benar benar sudah berpisah.
Hari itu disaat mereka resmi bercerai, Bintang merasa hidupnya hancur berkali kali lipat daripada hari sebelumnya. Ia gagal, ia gagal membuat keluarganya utuh kembali, ia gagal melaksanakan janji yang ia buat terhadap para adiknya agar bisa makan malam bareng di meja makan seperti dulu lagi. Bintang gagal, Bintang hancur.
Kedua orangtuanya meninggalkannya begitu saja, bahkan mereka membawa adik adiknya. Pada akhirnya sinar bintang mulai memudar. Disaat ibu dan ayahnya berpisah. Menurut mereka, itu adalah jalan terbaik. Nyatanya, itu awal semua luka dalam hidup Bintang.
Bintang ga punya alasan untuk membenci kedua orangtuanya. Seburuk apapun keadaanya. Orangtua, tidak untuk dibenci.
Bintang benar benar lelah, bahkan untuk menangis pun ia sudah tidak memiliki tenaga lagi.
Terkadang ia iri dengan anak anak sebayanya diluar sana yang masih bisa bercanda dengan ayahnya, yang masih bisa masak bareng ibunya. Bintang iri, Bintang mau ngelakuin itu setidaknya sekali dalam hidupnya.
Benar benar ia merasa benci terhadap dirinya sendiri. Kalau pun ia tau kalau ia lahir akan begini, lebih baik ia memilih untuk tidak dilahirkan di dunia ini. Kalau kata teman teman Bintang sih, “enak ya jadi lu, hidupnya happy terus”. Terkadang hati Bintang tertawa renyah mendengarkan kalimat itu. “Mereka tau senyumku, tapi tidak untuk lukaku”, –Bintang. Kesedihan yang kita alami itu ga baik buat diumbar umbar, cukup kita dan Allah saja yang tau. Lagian orang lain cuman ingin tau, bukannya peduli.
Sejauh ini, Bintang tumbuh sendiri. Tanpa pundak dan pelukan hangat ketika tubuh sedang tidak baik-baik saja. Semesta terlalu jahat, dia menambah luka, padahal luka sebelumnya belum mengering.
Terkadang sih, Bintang merindukan keluarganya dimasa lalu. Boleh Merindu, tapi ingat semua yang sudah terjadi tidak dapat diubah apalagi dikembalikan.
Hampir semua orang didewasakan oleh keadaan, bukan usia. Dia yang lebih dulu ngerasain luka, dia juga yang lebih dulu menjadi dewasa.
Bintang tdak pernah meminta kepada tuhan untuk merasakan ini semua. Tapi tuhan, si maha baik yang mengajarkannya untuk menjadi dewasa bahkan sebelum waktunya. Kini, Bintang belajar untuk percaya pada mimpinya sendiri.
Yang rusak itu catatan di kartu keluarganya, bukan dirinya. Bintang memang korban. Tapi mau sampai kapan dirinya mikir jadi korban? Ayah dan bundanya emang punya masalah dan punya hidup masing-masing. Mereka punya pilihan begitupun dengan Bintang. Temasuk pilihan, dirinya mau terpuruk atau sukses.
“Aku emang gak mungkin bisa lihat mereka bersama lagi, tapi aku bisa milih, aku mau bangkit! Pilih kebahagiaan buat diriku sendiri atau aku mau terpuruk selamanya dan nyalahin semua orang karena aku gak bahagia? Tentu aja aku milih kebahagian buat diriku sendiri!”, –Bintang
Justru karena Bintang terlahir dari keluarga yang hancur dirinya harus berusaha lebih keras dari yang lain. Dirinya gak bisa terus menerus nyalahin keadaan, tuhan yang atur semua kan. Terus harus gimana? Ga mungkin kan Bintang marah sama tuhan karena nasib nya ga seberuntung yang lain? Enggak mungkin, Bintang bukan anak yang seperti itu.
Yang punya masalah bukan anak anaknya. Tapi orangtuanya, mereka yang gagal membangun rumah yang baik. Tapi anaknya belum tentu. Karena dia akan membangun keluarga yang lebih baik di masa depan, nantinya.
“Kelak, aku akan mencari dan membangun rumahku sendiri. Rumah yang menghadirkan rasa tenang, rumah yang menjadi tujuan untuk pulang bukan untuk sekedar istirahat, tetapi untuk menghilangkan segala resah”, –Bintang.
Bintang percaya, tuhan punya rencana yang lebih baik dibalik ini semua, dan bintang bangga bilang kalau dirinya itu istimewa, karena dikasih kekuatan lebih daripada kebanyakan orang diluar sana.
“Ya tuhan, sederhana saja, semoga aku menjadi orang yang selalu bahagia bukan hanya yang terlihat bahagia saja”.
Cerpen Karangan: Rheina Hanifah @rhrxnizz_ (instagram)