Malam itu gerimis, di luar rumah terdengar samar-samar suara gerakan angin, dari kaca kamar nampak terlihat kabut memenuhi taman bunga milik almarhum mamah. Almarhum mamah sangat menyukai bunga, apapun jenis bunganya, kata Papah, “Mamah sangat menyukai bunga, suatu hari ketika mamah dan papah lari pagi, saat melewati jalan di pinggiran danau kecil, tepat di bawah naungan pohon pinus ada tumbuh bunga mawar, mamah segera menghampiri dan mengambilnya dengan hati-hati lalu menanamnya kembali di taman”.
Bagiku almarhum mamah adalah orang yang baik, hatinya mudah tersentuh. Suatu hari, ketika cuaca sangat panas, di depan rumah terdengar seorang penjual gorengan keliling menawarkan makanannya, “Gorengan, gorengan, murah, masih hangat,” Pedagang itu tampak kelelahan, tetesan keringat dan warna debu di wajahnya yang keriput seolah memberi tahu bahwa dia adalah pekerja yang ulet dan tak kenal lelah.
Pedagang gorengan itu segera menghampiri mamah dan mulai membuka gorengan di wadah yang ditutupi kain.
“Beli berapa, bu?” Pedagang itu bertanya Mamah menjawab, “Kami membeli setengahnya saja, pak?” Pedagang gorengan dengan senang hati membungkus gorengannya lalu berkata, “50 ribu semuanya, bu” Mamah memberi uang 100 ribu rupiah, “Bu, uangnya kebesaran. Belum ada uang kembalian, bu,” ucap pedagang gorengan sedikit sesal “Tidak apa-apa, ambil saja kembaliannya untuk istri dan anak-anak bapak di rumah, ya” Mendengar kata-kata mamah, wajah pedagang tampak setengah malu namun senang sambil mengucapkan terima kasih.
Begitulah mamah mengajariku tentang arti berbuat baik, bukan dengan banyak nasehat, akan tetapi langsung dengan contoh perbuatan yang sangat mulia. Mamah pernah berkata ketika kami sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah, “Sayang, anak-anak lebih membutuhkan contoh daripada banyak dikritik.”
Lima tahun telah berlalu, mamah meninggalkan aku dan papa. Aku anak tunggal, aku bersyukur memiliki orangtua yang sangat baik dan penyayang. Papa sangat bertanggung jawab, begitu juga Mama. Selama lima tahun itu, papa tidak pernah mencari pengganti mama. Meski penasaran, aku tidak berani membicarakan kenapa papah belum mencari pengganti mamah.
Namun malam itu, rasa penasaranku terjawab saat papah mendekatiku di kamar pada malam hari.
Pada suatu malam di musim dingin papah masuk ke kamarku dan mendekatiku yang sedang sakit berbaring di tempat tidur, papah membelai rambutku dan sesekali mencium keningku sambil ikut berbaring di sampingku.
Aku memberanikan diri untuk bertanya, “Pah, mengapa belum mencari pengganti mamah?” Papa terdiam sejenak. Dalam benak, aku menerka apakah papah tersinggung dan akan marah atas pertanyaanku, sambil berbaring dan menutupi tubuhku dengan selimut papah berkata cukup lama, “Untuk papah, satu istri cukup untuk dua kehidupan, sayang. Takdir manusia itu kalau tidak meninggalkan pasti akan ditinggalkan, jika tidak demikian itu kapan kita akan merasa bahwa seseorang itu sangat berharga dalam hidup kita.”
Aku menatap mata papah yang mulai berkaca-kaca, ada rasa menyesal karena bertanya, tapi hatiku cukup lega karena rasa penasaranku selama lima tahun ini terjawab. Papah mengambil foto mamah yang aku taruh di atas meja di samping tempat tidur, papah menggosok foto itu dan berkata penuh arti, “Nak, suatu saat nanti ketika kamu bertemu orang yang mencintaimu, bertemu dengan siapa pun yang menyayangimu, entah itu pasangan hidupmu, atau teman, berbuat baiklah pada mereka, sayangilah mereka dengan tulus sebagaimana mamah menyanyangi kamu dan papah. Jadilah orang baik untuk siapa pun, karena itu yang selalu mamah ajarkan kepada kita berdua. Bagaimana, kamu siap sayang?” “Layla siap, pah. Layla ingin seperti mamah jadi orang baik dan penyayang” “Naah ini baru anak papah. Sekarang kita istirahat. Besok kan ulang tahun mamah. Kita rayakan dengan pergi berziarah ke makam mamah. Kamu ingin memberi kado apa untuk ulang tahun almarhum mamah tahun ini?
“Mamah kan sudah meninggal pah, apa bisa Layla memberi kado di ulang tahun almarhum mamah?” aku bertanya “Emang kata siapa tidak bisa, hayooo?” “Iya kan mamah sudah tidak ada lagi, pah. Bagaimana cara Layla memberikan kadonya dan apa coba kadonya?”
“Sayang, kado tidak harus selalu berbentuk benda, berbuat baik untuk orangtua juga tidak harus ketika mamah atau papah masih hidup. Kapan pun kamu bisa berbuat baik dan memberikan kado untuk almarhum mamah. Mau tau kadonya apa, sayang?” “Apa papah?” Aku bertanya penasaran “Kado kali ini dan untuk ulang tahun mamah seterusnya adalah doa. Mendoakan mamah yang telah tiada bukan hanya kado dari kamu, nak, melainkan kewajiban setiap anak untuk berbakti pada kedua orangtuanya yang telah meninggal” “Siap laksanakan, papah. Ayo kita istirahat supaya besok kita bisa pergi berziarah ke makam mamah.” Jawab aku penuh semanagat sambil memeluk papa, papa membalas pelukan itu dengan ciuman lembut lalu mematikan lampu kamar dan akhirnya kami berdua tidur.
“Nasib manusia kalau tidak meninggalkan pastinya ditinggalkan. Kalau tidak demikian itu, bagaimana kita mengerti bahwa seseorang sangat berharga dalam hidup kita. Yang telah tiada terkenang dalam doa. Yang ada disayang dengan cinta.”
Cerpen Karangan: Wahyu Nugraha Facebook: facebook.com/profile.php?id=100046175318877