Semua orang menyalahkanku, semua orang tidak peduli denganku. Keluarga dan teman-temanku selalu menyalahkanku. Aku putus asa, sungguh. Percuma mengeluh, yang ada diri ini hanya disalahkan terus-terusan.
Aku capek hidup seperti ini. Aku ingin memendam semua rasa sakit yang aku derita, tapi seakan-akan ingin rasanya meledak. Aku sering lepas kontrol, semua barang-barang yang terbuat dari kaca, aku lempar kesana kemari, serpihan-serpihan kaca berhamburan. Kadang aku menangis meraung-raung, dan dalam waktu singkat aku tertawa terbahak-bahak, dan ngomong sendiri. Aku juga sering menyakiti diri sendiri, mengambil pisau dan membuat ukiran-ukiran cantik di tubuhku, seperti di tangan, kaki, leher, perut dan paha, lalu setelah itu darah mengucur keluar. Aku juga pernah berusaha untuk bunuh diri tapi gagal. Aku pernah berusaha menyayat urat nadiku sendiri sampai putus, banyak bersimbah darah, tapi nyawaku masih saja dapat tertolong. Aku juga pernah ingin lompat dari ketinggian, tapi gagal juga. Kenapa ya Allah. Orang-orang disekitarku sama sekali tidak peduli dengan keadaanku yang sekarang.
Namaku Ayana Paradita, gadis penderita bipolar berumur 21 tahun. Aku menderita bipolar sejak 2 tahun yang lalu, waktu itu aku rajin sekali berkunjung ke psikiater maupun psikolog bersama mama dan papa. Dan juga rutin minum obat. Berangsur-angsur bipolarku mulai membaik. Namun, setelah mamaku bercerai dengan papa, dan papa memilih menikah lagi, aku mengalami depresi berat. Semua yang aku lakukan terasa sia-sia.
Aku punya mental ilness. Depresi karna hidup ditengah-tengah lingkungan keluarga yang kacau dan ditambah lagi orangtuaku sudah lama bercerai, aku tinggal dengan mama. Sedangkan papa, sudah menikah lagi dan istri barunya baru saja melahirkan anak, aku putus asa menghadapi hidup. Rasanya aku tidak ingin bertemu dengan papa lagi, selamanya.
Semburat cahaya matahari pagi menembus kaca jendela kamarku. Hari ini aku benar-benar happy, sangat happy. Aku mengerjakan pekerjaan rumah dengan cepat, mulai dari depan rumah sampai ke belakang rumah pun tak luput kubersihkan. Aku semangat sekali melakukan aktivitas ini di rumah. Lalu aku pun ke dapur menemui mama.
“Mama.. mama..” Ucapku sambil memeluknya. “Kenapa sayang?” “Aku seneng banget hari ini ma. Seneng banget pokoknya.” lah kalau kayak gitu sayang. Ohh iya nak, kamu jangan terlalu capek ya. Nanti istirahat.” “Gak, aku gak capek kok.” “Iya nak, mama cuma khawatir aja sama kamu.” “Ma, udah deh, jangan ngatur-ngatur kaya gitu! Terserah aku mau lakuin apa juga.” Aku merasa tersinggung dengan ucapan mama. “Bukan maksud mama ngatur kamu Ayana, mama cuma khawatir nanti kamu kamb…” Aku pun memotong ucapan mama. “Udah deh. Males ngomong sama mama.”
Aku pun menghentak-hentakkan kakiku. Lalu aku pun pergi ke kamar. Menguncinya. Dan mengurung diri di kamar sendirian. Lagi-lagi aku merasa tidak ada artinya di rumah ini. Aku disalahkan lagi. Ucapan mama tadi membuat aku tersinggung.
Aku pun mengacak-acak tempat tidurku. Kuhamburkan semua isi kamarku. Seprei pun kuacak-acak. Kamarku sekarang jadi kapal pecah. Aku lempar bantal dan guling kesana-kemari. Tak sengaja aku menjatuhkan pigura foto yang berisikan wajah-wajah keluarga bahagia. Disana ada aku, mama dan papa sedang tersenyum ceria. Kuambil foto itu lalu aku sobek-sobek menjadi bagian kecil.
“Kamuuuu, kamuu yang udah buat aku kayak gini pah. Gara-gara kamu sama wanita lain, aku sama mama jadi korban disini, hahahahaha…” Dengan senyum seringaiku.
Lalu aku pun mengambil serpihan kaca yang ada di lantai itu, lalu kugoreskan ke lenganku berkali-kali. Sakit tapi nikmat. Ada semburat merah disana, darah segar. Lalu aku beralih, untuk mengoreskannya ke wajah tirusku. Aku coba sayatan demi sayatan di bagian pipi kiriku, dan aku perdalam lukanya. Aku menangis tapi aku menyukainya. Aku melihat di pergelangan tanganku bekas lukaku dulu, waktu ku mencoba melakukan bunuh diri dengan berusaha memutus urat nadiku dengan pisau, dan aku ingin melakukannya lagi.
POV Mama Aku mencoba menegurnya supaya tidak terlalu berlebihan dalam beraktivitas, tetapi dia marah dan tersinggung dengan ucapanku. Padahal aku menegurnya dengan cara halus, supaya dia tak tersinggung denganku. Aku menangis, kenapa putri semata wayangku harus mengidap bipolar seperti ini. Kadang amarahnya tidak dapat dikendalikan, susah makan, susah tidur bahkan berhari-hari ia mampu tidak tidur. Dan yang paling aku takutkan, ia sering mencoba melakukan bunuh diri berkali-kali, tapi selalu gagal.
Disaat dia sedang merasa bahagia, dia selalu melakukan aktivitas semuanya itu dengan berlebihan, dia tidak merasa capek sedikit pun walau mengerjakan pekerjaan rumah yang menurutku cukup menguras energi.
Dan dia sangat menyukai hobi melukis. Dia tuangkan ide-idenya dalam hobi melukisnya di atas kanvas. Lukisannya cukup bagus menurutku, bagai seorang yang sudah profesional. Dalam 1 hari ia bisa melukis di kanvas sebanyak 8 buah, dia tidak istirahat ia tidak tidur sama sekali. Kuajak makan pun dia tidak mau.
Praaanggggg Aku pun tersadar, dan berhenti menangis. Aku terkejut bukan main. Suar nya berasal dari kamar Ayana. “Ayaaannaaaaa…” Teriakku. Lalu aku segera ke kamarnya.
Pintunya terkunci dari dalam. Aku pun segera mengambil kunci cadangan yang ada di laci ruang tamu, aku berlari sebisanya. Dia kambuh lagi, aku takut dia ingin mencelakai dirinya lagi, seperti dulu.
Aku pun segera ke kamarnya dan membuka pintu kamarnya. “Astaga Ayanaaaa…” Aku melihatnya dalam keadaan kacau, penuh luka dimana-mana. Badannya penuh darah. Dia sedang menggores pecahan kaca itu di urat nadi .
“Pergi kamu… pergii.. aku ingin sendiri disini.”
Aku berusaha mengambil pecahan kaca itu dan membuangnya. Tapi naas, aku malah terkena kaca itu dan membuat telapak tanganku terluka cukup dalam. Lukaku menganga.
Dia terdiam, pandangannya kosong menatapku. Lalu tak lama ia tersadar. “Mamaaaaa…. maafin aku.” Dia menangis meraung-raung. “Sekarang ayo kita ke rumah sakit mama, luka mama harus diobati secepatnya, ayo ma aku bantu.” Dia memapahku, kulihat dia panik sekali, menangis sesenggukan.
Kami naik mobil untuk menuju rumah sakit, dia mengendarai mobil dengan gesit, terkadang dia mengklakson mobilnya supaya mobil-mobil lain memberinya jalan. 15 menit perjalanan kami tempuh, dan sekarang kami berada di rumah sakit.
“Dok… dokterrr. Tolong mama saya dok, tolong.” Katanya, aku bisa melihat buliran air matanya yang jatuh, dia begitu panik. Aku pun ditangani oleh tim dokter dengan baik.
—
Aku kambuh lagi, dan aku melukai mamaku sendiri. Dasar anak tidak berguna, caciku pada diri sendiri. Aku tidak sadar melakukan itu, aku baru tersadar setelah melihat mamaku terluka. Perasaanku berubah cepat menjadi takut dan panik. Untung aku cepat membawa mama ke rumah sakit, jika tidak? Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri, bahkan aku yakin akan menghabisi hidupku ini. Aku melihat dokter keluar dari ruangan mama di rawat tadi. Aku segera menghampiri dokter itu.
“Alhamdulillah, ibu kamu tidak apa-apa. Untung cepat ditangani dan dibawa langsung ke rumah sakit, kalau terlambat lukanya bisa infeksi. Sekarang, kamu jangan khawatir lagi ya.” Kata dokter. “Makasih dok. Saya ke dalam dulu menemui mama saya.” “Ya silahkan.
Aku pun masuk dan meminta maaf pada mamaku. “Maafkan Ayana ma, Ayana gak sadar. Ayana minta maaf mah.” Begitu terasa buliran panas membasahi pipi ku, dan menimbulkan rasa perih disana akibat ulahku sendiri. “Ayana, mama mohon ya sama kamu. Mulai besok kita harus ke psikiater. Mama gak mau kamu kambuh lagi sayang, mama gak mau kamu menyakiti diri sendiri lagi.” Mamaku menangis. Aku memeluknya erat, aku merasa bersalah, dan meangguk mengiyakan permintaan mamaku.
Setelah beberapa bulan aku ke psikiater, aku mulai merasa agak membaik dari sebelumnya. Aku rajin konsultasi, terapi psikologis dan rutin minum obat lagi, berkat dukungan dari mamaku. Aku juga ikut
Obat yang aku minum dalam 2x sehari cukup banyak, 5 kapsul sekali minum. Pagi 5 kapsul dan malam 5 kapsul. Perkembangan moodku selalu dipantau oleh psikiater. Alhamdulillah, beberapa bulan terakhir ini aku tidak merasa senang yang berlebihan lagi dan tidak depresi lagi. Walaupun ada sedikit tapi masih terkendali dan signifikan. Dan aku akan terus melakukan pengobatan ini sampai aku benar-benar sembuh. Walaupun kebanyakan orang bilang bahwa bipolar disorder ini tidak dapat disembuhkan dan akan berlangsung seumur hidup, tapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, selagi kita berusaha sekuat tenaga dan memanjat kan doa pada-Nya.
End
Note ~Bipolar disorder adalah gangguan mental yang ditandai dengan perubahan emosi yang drastis. Seseorang yang menderita bipolar dapat merasakan gejala mania (sangat senang) dan depresif (sangat terpuruk).
Cerpen Karangan: Anggun Andhini Blog / Facebook: Anggun Andhini