Menikah di umur yang terhitung muda, 21 tahun, memang membuatku seperti anak SMA meski sekarang sudah berumur 25 tahun dan mungkin juga karena aku belum dikarunia anak.
Merasa diri masih bocah, merasa diri belum dewasa, selalu menjadi sesuatu yang terus berputar di dalam otak.
Cukup menganggu tapi beginilah jalan hidupku. Banyak orang yang senang ketika dikira masih seperti anak SMA. Tapi beda untukku, seperti sebuah sindiran hingga membuatku selalu merasa tidak enak. Anak SMA cenderung kekanakan dan belum dewasa, kan? Begitulah tanggapanku.
Pernah suatu hari ketika sedang pulang ke rumah orangtua di kampung, ada dua sales datang berkunjung ke rumah, laki-laki dan perempuan, yang aku taksir umur mereka tidak beda jauh denganku. Pakaian mereka rapi, penampilannya menarik, sekali lewat parfum mereka tertebak angin hingga wanginya tercium.
Mereka meminta izin kepada Ayah yang memang kebetulan sebagai RT di kampung. Ketika aku tak sengaja lewat karena ingin mengambil baju Ayah, mereka menoleh dan aku hanya menganggukkan kepala tanda kesopanan.
Lama mereka berbincang, hingga setelah usai mereka pergi dan aku menyusul ibu di ruang tamu. Mukanya sedikit cemberut tapi tetap cantik.
“Ada apa Bu tadi?” Tanyaku tentang maksud kedatangan mereka ke rumah. “Itu biasa, mau izin buat ajak warga pakai obat herbal.” Jawabnya dengan nada sedikit kesal. Aku hanya ber-oh ria saja, karena aku tidak mengerti sama sekali dan tak mau bertanya pula.
“Tadi yang laki, nanyain kamu. ‘tadi anaknya Ibu?’. ‘Udah nikah apa belum?'” ucap Ibu menirukan gaya bicara si laki-laki sampai membuatku menahan tawa. Lucu sekali ibu. “Terus Ibu jawab apa?” Kataku menyimak dengan baik. Padahal dari tadi sudah ingin tertawa karena melihat mata ibu mendelik. “Ya ibu bilang, ‘Iya anak ibu.’ ‘ya udah dong, dia udah punya suami’.” Ucap Ibu dengan bersungut-sungut.
Seketika aku terbahak, bukan karena pertanyaan si Mas-nya, tapi gaya menjawab Ibu yang sewot karena ada laki-laki yang berani bertanya soal anaknya, padahal anaknya sudah ada yang punya.
“Makanya, Dek, pulang tuh sama suami, jangan sendirian, jadi dikira masih jomblo deh padahal udah dipasang cincin (nikah).” Kata kakak lekakiku yang datang dari kamarnya. Sepertinya sejak tadi dia mendengar obrolan ibu dan aku.
Aku meringis saja. Setelah ini aku harus cerita ke suamiku biar dia nggak sibuk terus sama istri keduanya. Alias kerjaan.
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah Blog / Facebook: ipeeh.h (instagram)