Enzi Garvita adalah nama seorang gadis remaja yang cantik. Dalam bahasa Sansekerta “Enzi” memiliki makna “kekuasaan tertinggi” dan “Garvita” memiliki makna “penuh kebanggaan”. Enzi merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara. Enzi juga gadis yang ceria dan juga pintar.
Enzi memiliki 2 kakak laki-laki yang merupakan anak pertama dan ketiga, dan juga 1 kakak perempuan yang merupakan anak kedua. Kakak laki-laki Enzi yang pertama bernama “Gavino Denandra”. Kakak laki-laki Enzi yang kedua bernama “Arzan Adelio”. Sedangkan kakak perempuan Enzi bernama “Carla Adonnica”.
Kehidupan Enzi dari kecil bisa dibilang hampir sempurna karena penuh dengan kasih sayang keluarga. Ia akan diberi apa yang selalu ia inginkan. Walaupun kadang keinginannya tidak terpenuhi, ia tidak akan marah. Jika ada yang bertengkar satu sama lain juga akan diberi nasehat secara baik-baik.
Kehidupan Enzi berjalan normal seperti biasanya, hingga suatu hal yang tak terpikir olehnya menimpa keluarganya. Ayahnya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Akan tetapi, ayah Enzi harus tetap melakukan terapi selama dua bulan. Enzi dan keluarganya dengan semangat mengantarkan ayah Enzi ke rumah sakit untuk kesembuhan sang ayah.
Setelah dua bulan ayah Enzi melalukan penggobatan, akhirnya ayah Enzi bisa sembuh total. Ayah Enzi pun bisa mulai bekerja seperti biasanya. Semua juga mulai sedikit-sedikit menghilangkan kekhawatiran mereka terhadap sang ayah.
Beberapa tahun pun berlalu, sang ayah masih bekerja seperti biasanya dan ibunya membuka toko kue untuk menambah penghasilan. Kakak pertama Enzi juga mulai bekerja menjadi manager dan kakak kedua Enzi sudah berkuliah selama 3 semester, sedangkan kakak ketiga Enzi masih kelas 12 SMA.
Suatu hari, kakak ketiga Enzi mengalami kecelakan. Ia ditabrak oleh truk yang mengalami rem blong. Orang-orang yang melihat kejadian tersebut dengan sesegera mungkin menelepon ambulans. Setelah tiba di rumah sakit, pihak rumah sakit mencoba mencari informasi dari handphone pasien, dan setelah menemukannya, pihak rumah sakit mulai menghubungi keluarga pasien. Setelah mendapat kabar dari rumah sakit jika kakak ketiga Enzi mengalami kecelakaan, keluarga Enzi kaget mendengarnya, Enzi pun menangis tersedu-sedu di pelukan kakaknya dan ibunya juga menangis di pelukan ayah Enzi.
Setelah beberapa jam menuggu kakak Enzi selesai di operasi, akhirnya dokter yang menanganinya keluar dari ruang operasi. “Kami memohon maaf bahwa pasien yang kami tangani tidak dapat kami selamatkan, karena terjadi pendarahan yang besar di kepalanya” kata dokter dengan lirih. Kakak kedua Enzi dan Enzi menangis tersedu-sedu, Ibu Enzi sudah pingsan di pelukan ayah Enzi, dan kakak pertama Enzi mencoba menenangkan adik-adiknya yang menangis. “Kalau begitu saya izin pergi untuk mengurus jenazah keluarga kalian” kata dokter itu lagi. “Baik dok” kata ayah yang masih mencoba menahan tangis.
Setelah mengurus pemakaman kakak ketiga Enzi, mereka kembali dengan keadaan hati yang sendu. Enzi menjadi pendiam dan kakak-kakak Enzi yang mencoba mengembalikan Enzi yang ceria seperti dulu. “Enzi ayo coba untuk mengikhlaskan kepergian kak Arzan, dia pasti sudah tenang di surga, kalau terus-terusan kamu begini bisa-bisa kak Arzan akan ikut sedih.” kata kakak perempuan Enzi membujuk. Namun, perkataan itu hanya diabaikan oleh Enzi.
Dua tahun sudah kehilangan sang kakak dan Enzi masih tetap menjadi gadis yang pendiam. Walaupun sudah dibujuk dengan berbagai cara, hasilnya pun tetap saja. Akhirnya mereka menyerah untuk membujuk Enzi. Namun, suatu hari mereka mendapat kabar bahwa ayahnya masuk rumah sakit.
Ayah Enzi masuk rumah sakit karena penyakit jantung sang ayah yang kambuh lagi setelah sekian lama. Namun, setelah beberapa hari rawat inap, ayah Enzi tidak menunjukkan perkembangan, bahkan ayah Enzi harus dipindahakan ke ruang ICU. Tetapi hasilnya tetap saja walaupun dipindahkan ke ruang ICU ayah Enzi masih belum ada perkembangan.
Saat pagi harinya mereka dikagetkan dengan penyakit sang ayah yang drop. Dokter pun dengan sigap memberikan penanganan yang terbaik. Mereka sudah lama menunggu tetapi dokter belum keluar juga. Mereka mulai tidak tenang.
Setelah lama menunggu dokter pun keluar untuk memberikan kabar tentang ayah Enzi. Mereka dengan tergopoh-gopoh mendatangi dokter untuk menanyakan keadaan sang ayah. “Pasien sempat mengalami henti jantung, namun masih bisa kami selamatkan” kata dokter yang menangani ayah Enzi. Mereka kaget mendengarnya, namun mereka mengucap syukur karena ayah Enzi masih bisa terselamatkan.
Keesokan harinya semua berjalan dengan lancar, tapi tetap saja ayah Enzi masih belum mendapat perkembangan. Mereka khawatir dengan keadaan sang ayah yang kemarin sempat mengalami henti jantung. Setelah beberapa minggu dirawat, pada malam hari ayah Enzi mengalami henti jantung lagi, namun ayah Enzi tidak bisa terselamatkan.
Enzi menangis dan mencoba berbicara dengan ayahnya agar sang ayah bangun dari tidurnya. “Ayah ayo bangun, ayo buka matamu ayah dan kita pulang ke rumah.” Enzi terus mencoba membangunkan ayahnya sambil menangis sesegukan. Namun ayahnya tidak kunjung untuk bangun. Semua orang yang melihatnya menangis, mereka tidak tega melihat seorang anak perempuan yang ditinggal oleh cinta pertamanya yaitu sang ayah.
Beberapa hari setelah kepergian sang ayah, membuat Enzi yang awalnya pendiam karena kepergian kakaknya semakin menjadi pendiam karena kepergian ayahnya. Enzi masih suka menangis di malam hari jika sedang mengingat ayahnya. Kakak-kakak Enzi juga berusaha membujuk Enzi untuk mengikhlaskan ayahnya seperti mengikhlaskan kakaknya dulu, walaupun tau hasilnya pasti akan tetap nihil.
Seiring berjalannya waktu, Enzi mulai berdamai dengan dirinya sendiri. Sekarang Enzi sudah memasuki perkuliahan dan mengambil jurusan kedokteran, karena ia ingin menyembuhkan berbagai penyakit dan meringankan penderitaan orang sakit. Di masa depan ketika ia sudah menjadi dokter, ia akan memberitahu ayahnya bahwa ia bisa menggapai cita-citanya.
Cerpen Karangan: Kamila Suci Wulandari, SMPN 1 Puri