Namaku Naura Gintany, hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah, aku sekolah di SMAN Sakura. Pagi ini aku pergi ke sekolah bersama sahabatku, dari smp kami sering pergi dan pulang sekolah bersama. Nama sahabatku itu adalah dila, kami sudah bersahabat selama 3 tahun, Kami sekolah di tempat yang sama, tapi kami tidak 1 kelas.
“Tidak terasa ya dil, hari senin kita akan menghadapi ujiian kenaikan kelas. rasanya baru kemarin kita masuk ke sekolah ini.”. kataku padanya. “Iya, aku pun merasa seperti itu”. Jawabnya.
Sepulangnya dari sekolah ternyata teman ibuku yaitu tante rara sedang di rumahku, mereka membahas cara memasak kue. Tanteku ini sangat pandai dalam memasak kue, aku juga sangat dekat dengannya. Anak tenteku ini bernama vivi, dia juga sahabatku ari smp. Tapi aku lebih duluan kenal dengan dila dibandingkan vivi.
“Kamu datang juga vi, aku fikir hanya tante saja yang datang” kataku. “Iya, sekalian juga aku nanti mau ngerjain tugas sama temanku” jawabnya padaku.
Dua minggu kemudian, hari ini kami pembagian lapor. Alhamdulillah aku mendapatkan nilai yang memuaskan, begitu juga dengan dila.
29 JULI 2013 Pada saat jam istirahat aku bersama temanku lia dan dina, kami ke perpustakaan. Dari kelas 1 kami memamg sering menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan. Saat kami sedang di perpustakaan, aku meliahat vivi berbicara dengan teman sekelasnya. Ketika dia melihatku, dia pun langsung mendatangi aku.
“Lagi ngapain naura? Kamu ke sini sama lia dan dina?” tanyanya padaku. “Kami sedang mengerjakan tugas Matematika, mereka ada di sana”. (sambil menunjuk kursi tempat lia dan dina duduk). “Kemarilah sebentar, ada yang ingin aku kenalkan padamu” Kata vivi sambil menarik tanganku. “Namaku ryan, teman sekelasnya vivi, nama kamu?” tanya padaku sambil mengulurkan tangannya. “Aku naura, aku sahabatnya vivi. Aku tinggal ya, aku masih ada urusan.” kataku. Kemudian, aku langsung meninggalkan mereka berdua. Aku pun melanjutkan pelajaran yang tadi kami bahas bersama lia dan dina, tak lama kemudian bel masuk kelas pun hidup. Kami pun langsung masuk ke kelas bersama-sama.
Seminggu kemudian, ketika aku sedang berjalan dengan vivi. Tiba-tiba saja hp ku bergetar, dan aku pun mengambilnya dari sakuku. “Siapa ra?” Tanya vivi padaku. “Aku juga gak tau nih, soalnya nomor baru. Kamu kenal nomor ini vi?” jawabku sambil memperlihatkan layar Hp ku padanya. “Tentu saja, ini kan nomor ryan. Teman sekelasku yang kukenalkan padamu waktu itu”. “Tapi, dari mana dia mendapatkan nomorku? Aku tidak pernah memberikan nomorku padanya.” “Maafkan aku tidak memberi taumu, sebenarnya aku yang memberikan nomormu padanya. Aku tidak tau kalau dia akan langsung menghubungimu” katanya. “Iya” jawabku.
Selama perjalanan kami hanya terdiam, hingga sampai di rumahku. Hamper setiap hari dia datang kerumahku, menunggu ibunya menjemputnya. Kadang dia juga ketinggalan bus saat pulang sekolah. Jarak dari rumahnya ke sekolah sekitar 15 menit, dia juga tidak dikasih membawa kereta sendiri.
“Apa kamu membalas pesannya ra?” tanyanya padaku. “Tidak, kenapa?” “Tidak apa-apa, aku hanya bertanya saja (sambil berfikir). Apa boleh kalau aku saja yang membalasnya? Aku merasa kasihan karena kamu tidak membalas pesannya.” Katanya padaku. “Iya, silahkan saja,” sambil memberikan hp ku padanya.
12 AGUSTUS 2013 Selama ini jika ryan sms ke nomorku, vivi lah yang selalu membalas smsnya. Dan pada saat pulang sekolah, dia pun menunggu ibunya di rumahku.
“Naura, apa selama ini kamu sering smsan dengan ryan?” Tanyanya padaku sambil terus membalas sms ryan. “Tidak, bukannya selama ini yang membalas smsnya itu kamu. Kenapa ra?” “Dia menyatakan perasaannya padamu” katanya sambil menunjukkan layar hp padaku. “Emangnya apa yang kau katakan padanya vi, sampai dia menyatakan perasaannya padaku?” “Aku tidak mengatakan apa pun, apa kau juga memiliki perasaan yang sama padanya?” tanyanya “Tidak,”
Aku pun langsung merebut hp itu dari tanganku, dan langsung membalas sms ryan. Aku pun merebut hp ku darinya, tapi tidak berhasil. Setelah dia membalas sms ryan, dia mengembalikan hp ku padaku.
“Kenapa kau membalas smsnya dan mengatakan aku menyukainya? Kau tau kan vi kalau aku tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Selama ini aku tidak masalah jika kamu membalas sms nya, tapi setidaknya kamu jangan menagatakan yang tidak-tidak padanya. Jika kamu memang menyukaiya katakana saja, jangan bawa-bawa aku vi” ucapku padanya dengan suara tinggi yang penuh emosi. Dia pun hanya terdiam dan tidak membalas ucapanku. Aku masih merasa kesal dengannya dan aku memilih untuk pergi dan membereskan rumah
1 JANUARI 2014 Keluargaku dan keluarga vivi sangat dekat, apa lagi ibuku dengan tante rara sudah seperti kakak adik. Aku juga sangat dekat dengan tante rara. Saat aku dan vivi pulang sekolah, ternyata tante rara sedang ada di rumahku.
“Assalamu’alaikum” ucapku sambil membuka pintu. “Wa’alaikumsalam.”
Aku dan vivi pun pergi menuju ruang tamu. Aku langsung menghampiri ibuku dan mencium tangannya. “Kamu sudah pulang dari sekolah naura?” Tanya tante rara padaku. “Eh ada tante, iya tante ni juga masih capek banget.” “Gimana sekolahnya hari ini ra, apa ada pelajaran yang sulit?” Tanya tante padaku sambil duduk di sampingku. “Tadi aku ulangan matematika, trus soalnya itu susah banget tante. Apalagi soalnya tu ada lima tapi essay semua, trus satu soal itu anaknya ada tiga. Untungnya kami itu ngerjain soalnya open book.” “Trus, soal matematika tadi kamu jawab semuanya kan ra?” Tanya ibu padaku. “Enggak semuanya sih bu, karena waktunya juga gak lama bu”. “Jadi kamu jawab berapa soal ra?” Tanya tante padaku. “Cuman siap 9 tante” jawabku dengan dengan nada sedih. “Itu kan sudah bagus ra, sudah lebih dari setengah soal yang karmau jawab” ucap tante. “Tapi, kan belum tentu bener semua tante” “Berfikir positif aja ra” kata ibu padaku. “Aku dengar dari dila kalian udah ulangan matematika, ulangannya kemarin kan? Gimana soalnya vi, mudah?” tanyaku pada vivi. “iya, lumayan” jawabnya ketus.
Aku pun heran dengan sikap vivi yang tiba-tiba berubah padaku. Aku pun sudah pernah menanyakannya langsung padanya, dan dia selalu mengatakan “Aku gak papa ra, aku pun merasa sikapku padamu biasa saja”. Itu lah yang selalu dikatakannya padaku saat aku bertanya padanya.
3 Maret 2014 Saat ini aku sibuk mempersiapkan diri menghadapi UN, begitupun lia, dina, dan dila. Meskipun kami dan dila tidak satu kelas, kami masih sering kumpul dan belajar bersama. Hari ini kami pin membahas soal-soal matematika di perpustakaan.
“Aku belum ada membahas soal ini, jangan kan bahas ni soal baca juga belum” ucap dinna. “Kamu kan memang gitu orangnya, pemalas” ucap lia dengan nada ngeledek. “Enak aja bilangin aku pemalas, yang pemalas itu kamu. Buktinya kemarin aja kamu gak ngerjain catatan biologi” balas dinna. “sudah sudah, kalian kok malah ribut sih, kita kesinikan niatnya mau belajar. Liat tu naura jadi gak konsen gara-gara kalian ribut” ucap dila. “Iya mama dila” ucap dinna dengan nada ngeledek. “Yaudah, sekarang kita lanjutkan pelajarannya. Kali ini harus pada serius.” Ucapku. “Kamu udah siap berapa ra?” Tanya lia padaku. “Baru siap 10 nih.” “Udah siap 10 kok baru, itu kan udah hebat ra” kata dila. “Kalo hebat itu siap semuanya, baru namanya hebat la. Aku cari buku matematika kelas 1 dulu ya” uacapku.
Aku mencari buku matematuka di rak khusus pelajaran matematika. Setelah aku mendapatkan buku itu, aku pun kembali ke tempat dudukku. Sebelum aku tiba di tempat dudukku, aku melihat ketiga sahabatku berbicara dengan 2 orang cowok.
“Kalian disini, naura mana? Kenapa dia tidak bersama kalian?” Tanya salah satu cowok. “Dia sedang mengambil buku, kenapa ryan?” Tanya dila. “Itu dia” kata dinna sambil melihat kearahku.
Mereka semua melihat kearahku, dan ternyata cowok itu adalah ryan dan kent. Kent juga teman sekelas ryan dan dila.
“Ada apa kalian melihatku seperti itu?” tanyaku dengan raut wajah bingung. “Tidak ada apa-apa ra, ryan ingin bicara denganmu.” Ucap dila. “Bisa kita bicara sebentar saat pulang sekolah? Ada yang ingin kutanyakan” kata ryan padaku. “Baiklah” jawabku
Saat jam pulang sekolah, ryan menungguku di depan kelasnya. Kami pun berjalan menuju pagar sekolah. “Ada apa denganmu ra, kenapa kamu menjauhiku?” Tanya ryan padaku. “Aku tidak menjauhimu” jawabku. “Trus, kenapa sikapmu jadi berubah padaku setelah kita putus?” “Tidak ada apa-apa ryan, itu hanya perasaanmu saja.” “Apa aku menyakitimu ra, atau aku sudah membuatmu tidak nyaman?” “Tidak” jawabku singkat. “Trus, kenapa kamu seperti ini padaku ra?” Akupun hanya terdiam.
“Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku ra? Tolong jawab pertanyaanku ra.” “Sebelumnya aku minta maaf karena selama ini aku tidak jujur padamu. Selama ini saat kamu sms aku, yang membalas pesan itu bukan aku tapi orang lain yang membalasnya. Begitu juga saat kamu mengatakan tentang perasaanmu padaku.” “Jadi, selama ini siapa yang membalas pesanku?” “vivi, dialah yang selama ini membalas pesanmu, maafkan aku ryan.” “Kenapa bukan kamu yang membalas pesanku ra?” Aku pun kembali terdiam saat ryan bertanya.
“Aku kecewa dengan kalian, terutama denganmu naura. Kamu tau, aku sangat menyayangimu. Dan apa alas an vivi membalas pesanku?” “Dia meyukaimu ryan.” “Kamu ngomong apa sih naura, itu gak mungkin” ucapnya sambil pergi meninggalkanku. Akupun langsung menuju gerbang dan menghampiri dila yang sudah menungguku dari tadi. Kami pun pulang bersama.
Keesokan paginya, setelah selesai baris kami pun kembali kekelas kami. Saat menuju kelas, tiba-tiba dila menghampiriku. “Kamu dan vivi baik-baik saja kan ra?” Tanya dila padaku. “Iya, emangnya ada apa tiba-tiba kamu nanyak kayak gitu?” tanyaku dengan wajah heran.. “Aku tidak tau bagaimana harus mengatakannya” ucap dila. “Katakan saja dil” kata lia. “Aku mendengan vivi bicara dengan teman sekelasnya bahwa ibunya lebih menyayangimu dibandingkan dia, dan kamu sudah merebut cinta pertamanya.” “Kamu yakin vivi mengatakan itu dil?” Tanya dinna. “Aku sendiri melihatnya secara langsung” jawab dila. “Aku pergi dulu ya” “Kamu mai kemana ra?” Tanya lia.. “Aku mau menyelesaikan masalah ini” jawabku sambil berlalu meninggalkan mereka.
Aku pun pergi menuju kelas vivi, yang memang kelasnya berada di samping kelasku. Aku pun langsung memanggilnya, dan dia pun keluar menemuiku.
“Ada apa ra?” Tanya vivi. “Apa benar kamu mengatakan bahwa tante lebih menyayangimu dan aku sudah merebut orang yang kau cintai?” “Baguslah, kau udah mendengarnya” “Jadi, itu semua benar kenapa kamu mengatakan itu vi?” “Bukankah kamu sangat mengenalku, seharusnya kamu lebih mengetahuinya ra” “Maksudnya?” tanyaku bingung. “Aku mencintai ryan, seharusnya kamu sudah tau saat pertama aku memunta padamu untuk membalas pesannya.”
Aku pun hanya terdiam, dan diapun pergi meninggalkanku. Tak lama kemudian, ryan pun datang menghampiriku.
“Kamu gak papa ra?” Tanya ryan padaku. “Iya” jawabku singkat. Diapun hanya mengangguk. “Apa semua teman sekelasmu sudah tau tentang cerita itu?” “Mungkin” “Kamu percaya dengan cerita itu?” “Tidak, mmenurutku itu terlalu mengada-ngada.” “Apa kamu tau lelaki yang dimaksud vivi?” “Aku?” “Iya, itu kamu.” Ryan pun pergi meninggalkanku.
Aku pun memutuskan untuk menjauhi ryan dan mencoba memperbaiki hubungan persahabatanku dengan vivi. Begitu juga dengan vivi yang memilih untuk berubah dan memperbaiki hubungannya denganku.
SELESAI
Cerpen Karangan: Nur’ani Ramadhani Blog / Facebook: Nur’ani Ramadhani aku seorang siswi yang ingin belajar menjadi seorang penulis. aku tinggal di subulussalam.