Sinar matahari sudah menembus jendela kamar sedari tadi, mungkin sekarang sudah hampir tinggi. Suara yang sedari tadi berusaha membuat anak gadisnya keluar dari kamarnya
Jam hampir menunjukan kearah angka 7.00 pagi, itu tandanya 15 menit lagi sekolah akan membunyikan bel tanda masuk, sedangkan Senja yang masih sibuk dengan baju seragam sekolahnya, tidak ada lagi waktu buat mampir ke meja makan untuk sarapan.
“bruuggg” suara pintu tertutup dengan keras. “aduuh punya anak gadis satu kok susah bangun pagi” suara ibunya yang mungkin berbicara dengan peralatan dapur. ‘semoga hukumannya tidak berat ya nak’ lanjut ibunya.
Selama di perjalanan senja sudah berkali-kali melihat jam tanganya, ‘ini naik angkot apa kura-kura sih, lama banget’ makinya pelan.
Sesampainya di sebrang gerbang sekolah, Sesuai banyangan senja, gerbang sekolah sudah ditutup dan seperti biasa pak Andi sudah siap buat memangsa anak yang kesiangan, tidak ada jalan lain untuk masuk karena jalan pintas sudah terbaca oleh pak andi yang punya jurus seribu banyangan kayanya ada dimana-mana.
Walaupun bukan untuk pertama kali bagi senja berhadapan dengan bapa seribu bayangan itu, tapi kali ini senja lagi tidak punya tenaga lagi menjalankan hukumannya, tapi entah kenapa juga pak Andi selalu ingat dengan wajah yang pernah berhadapan dengannya.
Pak andi yang pindah tempat ke dalam pos satpam, senja sudah dengan pasrahnya seperti maling yang akan menyerahkan diri ke polisi dengan wajah yang nunduk.
Dari gerbang tidak jauh buat menuju ke pos satpam. Perasaan senja dia sudah melangkahkan kakinya banyak, seharusnya sekarang dia sudah di hadapan pos satpam tempat pak andi duduk, memutuskan untuk berhenti sejenak dan memastikan posisinya, dengan kepala menengok kearah kanan, yang mata senja dapat disana tidak sesuai dengan bayangannya, “ini aku yang salah atau gimana” masih dengan keadaan mematung dan kebingungan.
Satu detik kemudian senja sadar, langkah kakinya sudah melewati tempat pak Andi yang akan memangsanya itu. Sedetik kemudian kakinya sudah membawa diri senja lari dari situasi tersebut, larinya sudah seperti maling yang kabur dari kejaran polisi.
Dan setibanya di depan kelas senja yang masih mengatur napas. Harus menghadapi satu tantangan lagi untuk bisa duduk manis di kelas itu. Pak Rama, yang mungkin sedari tadi sudah mengeluarkan banyak angka dari mulutnya, iya lah jelas bapa matematika.
Tangannya sudah memegang gagang pintu, dua detik kemudian pintu itu sudah kebuka setengahnya, pandangan senja masih nunduk kearah lantai tidak ada suara dari dalam kelas, seperti biasa kelas akan memdadak sepi saat bersama Pak Rama, bagaimana tidak ketika ada yang berisik soal sudah menantinya di papan tulis. Beberapa pasang mata langsung terfokus kearahnya, seperti zombie yang akan menyerangnya.
“ja, ngapain kamu diem di pintu?” suara itu menyadarkannya, dan tidak asing di telinga senja. “hah” sekejap matanya langsung tertuju pada meja guru, dan ternyata masih kosong begitu pula papan tulisnya. “iya” lanjutnya, dengan nada yang masih bingung, dan langsung menuju tempat duduknya.
“ja, kamu telat lagi, tapi bisa kok lolos dari tangkapan pak Andi” Tanya Risa Senja hanya membalasnya dengan senyum, yang membuat temannya itu semakin penasaran Menarik napas “jadi ceritanya begini” senja mulai menceritakannya dari awal.
“seriously, ko bisa?” “jangan dulu Tanya aku sendiri juga heran, kenapa dengan Pak Andi” jawabnya dengan singkat dan sangat ringan. “ah sudah lah, kamu memiliki dua keberuntungan hari ini, ja”
Selama jam pelajaran tentunya senja tidak dalam keadaan fokus sepenuhnya kepada pelajaran yang sedang berlangsung. Dalam benaknya masih bertanya-tanya kenapa pak Andi tidak melihatnya, padahal jelas dirinya lewat di depan mukanya. Apa iya jubbah hery potter yang bisa invisible itu, padahal kan hanya switer yang dipakai. ‘atau mungkin tadi pagi pak Andi kedipnya kelamaan kali ya’ berbicara dengan dirinya sendiri ketika di dalam angkutan pulang.
Sesampainya di rumah senja tidak lupa untuk menceritakan kembali kepada ibunya. “ternyata doa ibu terkabul”.
Cerpen Karangan: Eros Rosdiana Blog / Facebook: rosdiana