Setelah selesai memakai seragam sekolah. Nina langsung bergegas turun ke lantai satu. Karena kamar Nina memang berada diatas. Nina merupakan anak tunggal dari Ayah dan Ibu. Ayah seorang pegawai swasta, sedangkan Ibu hanya seorang Ibu Rumah Tangga.
Sesampainya di depan meja makan. Nina langsung melahap roti yang sudah disiapkan oleh Ibu. Melihat anaknya begitu. Ibu hanya tersenyum. “Lain kali sapa dulu orang yang ada di sekitar meja makan. Jangan langsung duduk, terus makan. Kan nggak sopan” jelas Ibu, lembut. Nina buru-buru meletakkan rotinya kembali. “Aduhh… Nina lupa, Bu” menegakkan posisi duduknya “selamat pagi Ayah-Ibu yang paling baik di seluuuruuuhhh dunia” senyum lebar Nina tersungging dari bibirnya. Ayah dan Ibu hanya tertawa kecil melihat tingkah Nina.
Setelah melahap santapan rotinya yang terakhir. Nina pamit ke Ayah dan Ibu. “Nina berangkat, ya. Assalamualaikum” ucapnya berlalu pergi menuju gudang tempat dimana sepeda kesayangan Nina disimpan. Nina memang selalu menggunakan sepeda. Karena letak sekolah Nina tidak begitu jauh. Sehingga bisa tercapai dengan menggunakan sepeda. Walaupun Ayah telah membelikan motor untuk Nina. Tapi Nina tidak mau menerimanya. Karena Nina lebih senang ke sekolah menggunakan sepeda kesayangannya itu. Menurut Nina dengan menggunakan sepeda, itu akan membuatnya lebih sehat dan ramah lingkungan. Tidak ada polusi. Justru Nina menyuruh Ayah untuk mengembalikan motornya kembali ke tempat dimana Ayah Nina beli. “Kamu ini gimana, sih. Anak remaja diluar sana banyak yang merengek minta dibelikan motor sama orangtuanya. Lha, kamu yang di beliin sama Ayah, malah nolak” tanya Ayah lembut. Nina hanya tersenyum mendengar pernyataan ayah.
Seperti biasa, hari ini Nina sangat bersemangat seperti hari-hari sebelumnya. Ada sesuatu yang membuat hidup Nina indah dan berwarna. Cowok? Bukan makhluk jenis itu yang membuat hidupnya indah. Selama ini Nina berusaha untuk tidak jatuh cinta. Karena itu hanya akan membuang waktunya mencintai seseorang yang nantinya belum tentu jadi jodohnya. Ada satu hal lagi yang bisa membuatnya bahagia. Yaitu jaipong. Mungkin agak sedikit aneh. Bagaimana bisa Jaipong membuat hidup lebih indah? Sedangkan remaja indonesia sekarang lebih tertarik ke budaya luar.
Menari Jaipong adalah hobi Nina. Meskipun ia sudah belajar dari kelas 6 SD. Sejak itulah Nina mulai tertarik dengan hobbinya yang baru itu. Awalnya memang tidak ada yang peduli dengan hobbi Nina. Tapi setelah Nina masuk ke SMA. Dari situlah banyak yang mencibir dan mem-bully Nina. Banyak teman-teman sekelas Nina sering bilang selera Nina kampungan. Tapi Nina tak mempedulikannya. Karena menurut Nina, menari Jaipong adalah bagian dari hidupnya. Bahkan Nina ingin sekali berkeliling ke berbagai negara untuk memperkenalkan tariannnya.
“Hai, Nin” sapa Ani dan Ina menyusul Nina. Mereka berdua sahabat Nina. Sesuai namanya yang hampir sama. Ani dan Ina adalah saudara kembar. Wajah keduanya bagai pinang dibelah dua. Bahkan terkadang juga Nina sulit untuk membedakan antara keduanya. Nina teringat saat pertama kali masuk SMA. Saat itu Nina sedang mencari kelas barunya dan Nina tidak sengaja menabrak Ina. Nina langsung meminta maaf atas kecerobohannya karena tidak memperhatikan jalan. Pertemuan itu membuat Nina berkenalan dengan Ina. Kemudian mereka berdua harus terpisah karena keduanya punya tujuan masing-masing. Nina melanjutkan mencari kelasnya. ‘akhirnya ketemu juga’ ucap Nina dalam hati. Setelah berada di ambang pintu, pandangan Nina tertuju pada seorang gadis yang tadi ia temui. Yang membuatnya bingung adalah bagaimana bisa gadis itu ada di dalam kelas? Sedangkan tadi gadis itu berjalan berlawanan arah dengan Nina.
Karena merasa bahwa gadis itu mengenalinya. Dengan penuh percaya diri, Nina menghampiri gadis itu. “Hei. Kamu d kelas ini juga?” Nina tersenyum padanya. Gadis itu hanya memandang Nina dengan raut wajah kebingungan. “Lo siapa ya?” mengangkat alisnya sebelah. Membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona. “Lho ini aku Nina! Tadi, kan kita nggak sengaja kenalan. Kamu udah lupa ya?”
Setelah beberapa menit terdiam. Tiba-tiba gadis itu tertawa. Nina menjadi semakin bingung. Gadis itu menyeka air mata yang keluar dari ekor matanya. Kemudian ia menghentikan tawanya. Lalu menarik nafas. “Oh itu saudara kembar gue. Namanya Ina. Dan gue Ani!” jelasnya. Bersamaan dengan itu datang Ina yang baru selesai dari toilet. Nina hanya melongo melihat wajah mereka berdua yang memang kembar. Ina menghampiri Ani dan Nina.
“Hei. Kamu di kelas ini juga?” tanya Ina ke Nina. Melihat Ani yang senyum-senyum nggak jelas membuat Ina mengalihkan pandangan padanya. “Kamu kenapa? kok senyum-senyum?” Ani menceritakan semuanya. Ina manggut-manggut tanda mengerti. “Oh begitu? Hahaha… tenang aja, Nin. Kamu bukan orang pertama yang menukar nama kami kok” ucapnya pelan. Nina hanya tersenyum. Tentu saja senyum yang menyembunyikan malunya itu sangat terlihat aneh. ‘aku memang payah’ umpat Nina dalam hati.
“Hei, Nin. Kok ngelamun?” Tanya Ina menyadarkan Nina bahwa mereka masih mengayuh sepeda. “Aku Cuma teringat saat pertama kali kita bertemu” Nina melirik ke arah Ani dan Ina. Ani mengangkat sebelah alisnya “oh yang lo kira gue Ina, kan?” dengan bahasa Ani yang khas ‘Lo-Gue’ itu memudahkan Nina untuk membedakan antara Ani dan Ina. Nina hanya membalas pertanyaan Ani dengan senyuman.
Nina sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Ani dan Ina. Karena hanya mereka berdua yang mempunyai hobi yang sama dengan Nina. Yaitu menari Jaipong. Ternyata masih ada remaja yang seperti dirinya. Bahkan tanpa disengaja, Nina satu Sanggar dengan si kembar. Beruntung sekali ada Ani dan Ina. Hampir semua teman-teman di kelasnya lebih menyukai musik K-Pop dan dance modern dibandingkan dengan musik dan tarian khas Indonesia. Mereka sudah melupakan kebudayaan Indonesia. Termasuk tari tradisional seperti halnya Jaipong. Maka dari itu Nina dan Si Kembar sahabatnya itu berjanji akan melestarikan dan memperkenalkan budaya tari Indonesia ke berbagai Negara dengan maksud mengharumkan nama baik Indonesia.
Nina cs memarkirkan sepedanya di tempat biasa yang selalu mereka parkir untuk menitipkan sepedanya. Baru saja turun dari sepeda. Mereka bertiga sudah mendapat sindiran dari teman-temannya. “Zaman modern kayak gini masih ada, ya. Orang yang suka sama Jaipong. Kampungan banget sih” berbisik ke teman yang ada di sebelahnya dengan suara yang sengaja dikeraskan. “Hahaha betul banget. Lebih keren juga K-Pop” ejek teman yang satunya lagi.Nina cs tidak menghiraukan sindiran itu. Mereka langsung pergi menuju kelas, meskipun sudah sering mendapat sindiran seperti itu. Nina cs tetap optimis. Mereka akan tetap mempertahankan apa yang ingin mereka wujudkan.
Teng!!! Bel tanda istirahat berbunyi.Nina cs memutuskan untuk pergi ke kantin. Sambil menunggu pesanan mereka datang, Nina cs hanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan, sampai datanglah tiga orang anak perempuan bernama Novi, Tika dan Wulan. “Ternyata di zaman modern kayak gini masih ada juga orang yang suka dengan Jaipong. Rendah banget sih seleranya” sindir Novi dengan wajah sinis. Nina hanya memandangi Novi dengan sorot mata tajam “Emang kenapa? Masalah buat kalian?” Novi mendengus angkuh mendengar pertanyaan Nina. “Kalian jangan mimpi bisa mewujudkan cita-cita kalian yang aneh itu” “Betul banget” sambung Tika dengan melipat kedua tangannya di dada.
Nina menarik nafas untuk menahan emosinya. Karena ia tidak mau berurusan dengan Guru BP hanya karena tiga orang itu. “Oh ya, kita lihat aja nanti. Suatu saat nanti pasti kami akan berhasil mewujudkan apa yang kami inginkan” Nina seberusaha mungkin untuk terlihat tetap tenang. Ani dan Ina yang duduk di sebelahnya hanya diam menontonnya. Novi tersenyum mengejek. “Silahkan jika kalian bisa. Karena dance jauh lebih keren dari pada jaipong. Lagi pula siapa yang mau sama tarian jaipong. Nenek-nenek aja nggak mau. Hahaha“ tawa Novi diikuti kedua temannya. “Come on, girl. Kita pergi dari sini”
Nina cs hanya melihat kepergian mereka dengan perasaan jengkel. “Sombong banget sih mereka. Belum tahu apa kalau tarian Indoesia itu jauh lebih keren. Kalau aja mereka bawang, udah gue cincang deh” Oceh Ani mempraktekan seolah ia seorang koki yang sedang memotong bawang dengan sadis. Tak hanya Ani, Ina juga ikut mengoceh. “iya, mereka pikir mereka tinggal dimana” Nina hanya memandangi kedua sahabatnya itu. Dengan sedikit kesal “Kalian itu telat tahu marahnya. Tadi saat mereka masih disini malah pada diam. Sekarang giliran udah pada pergi aja. Baru, marah-marah” Nina memanyunkan bibirnya. “Hehehe… maaf, maaf. Tadi belum kepikiran sih mau ngomong apa” alasan Ina, menggaruk-garuk kepalanya yang sudah jelas tidak gatal. “Hmmm.. dasar” gumam Nina.
—
“Gue udah nggak sabar, nih ketemu sama anak-anak yang di Sanggar” kata Ani seraya membawa sepedanya kearah gerbang bersama Ina dan Nina.
Sesampainya di Sanggar, Nina cs langsung disambut hangat oleh Kak Helda. Kak Helda adalah pemilik Sanggar. Nina sangat senang melihat anak-anak yang masih mau melestarikan budaya tari Indonesia, meskipun usianya jauh lebih muda dari Nina cs. Hanya mereka bertiga yang sudah SMA.
Setelah selesai mengganti pakaian, Nina cs langsung bergegas mengikuti gerakan yang dilakukan oleh Kak Helda sesuai dengan irama musik. “Satu… Dua… tiga… Empat… Angkat kaki” perintah KakHelda, mereka mengikuti gerakan langkah kakinya. Tanpa disengaja saat Nina melihat ke sebuah pohon yang letaknya tak jauh dari Sanggar. Ia melihat seorang anak laki-laki sedang memperhatikannya. Karena tersadar sudah kepergok Nina. Anak laki-laki itu langsung terburu-buru pergi meninggalkan pohon tempatnya mengintip. Tapi Nina tidak mempedulikannya. Ia kembali terhanyut dalam setiap gerakan tariannya.
Sepulang dari Sanggar. Nina langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur tempat tidur. Melemaskan otot-otot tubuhnya. “Lelahnya” Saat memejamkan mata, bayangan anak lelaki itu kembali muncul dalam pikiran Nina. Entah mengapa Nina penasaran dengannya. Sepertinya Nina mengenalinya. ‘siapa ya dia?’ gumamnya dalam hati. Ah tapi ya sudahlah. Untuk apa memikirkan hal yang nggak berguna begitu. Nina mengangkat pundaknya.
Keesokan harinya, Nina menemukan setangkai bunga mawar dan selembar kertas terlipat diatas mejanya. ‘bunga siapa ini?’ pikirnya dalam hati. Nina melirik kiri kanan tidak ada siapa-siap. Hanya ada Ani dan Ina yang baru muncul dari pintu kelas. “Apaan tuh?… Bunga! Dari siapa, Nin?” tanya Ina. Nina mengangkat bahunya. “entahlah aku juga nggak tahu. Tadi waktu aku datang juga bunganya udah ada disini” Ina menyipitkan matanya “coba baca suratnya. Siapa tahu ada nama pengirimnya” “Iya. Siapa tahu dari orang yang diam-diam suka sama lo” goda Ani. “Ani, please! Masih pagi. Jangan dulu menggodaku!” Ani hanya cengengesan. Nina membuka suratnya dengan perasaan dag-dig-dug. Dan isi suratnya
*untuk Nina Setiap hari aku selalu memperhatikanmu, bahkan saat kamu menari di sanggar. Gerakan tarianmu sungguh indah membuat mataku terpesona. Aku sering melihatmu diejek. Sebenarnya aku ingin sekali membelamu. Tapi apalah dayaku. Bertemu denganmu saja aku tidak berani. Aku memang pengecut. Aku belum siap bertemu langsung denganmu. Maka dari itu, aku datang pagi pagi hanya untuk meletakkan bunga ini di atas meja kamu. Aku harap bunga ini bisa menambah semangat kamu menari. dari seseorang*
“Uhh…. So sweet….” ucap Ina berbinar-binar. “Cuma gini doang sih biasa aja” ucap Ani datar menaikkan sebelah alisnya. “Huhh… Bilang aja kalau kamu sirik. Iya, kan?” Ani hanya memanyunkan bibir. Ucapan Ina ada benarnya juga. Karena belum pernah ada cowok. yang deketin Ani. Jangan tanya kenapa! Meskipun wajah Ani terlihat sangat manis dan menawan. Justru Ani sangat galak. Coba saja jika cara berbicaranya lebih lembut. Pasti sudah banyak yang antri menjadi belahan hatinya.
“Udah-udah jangan berantem. Masa saudara kembar kayak Tom and Jerry. Harusnya kalian tuh saling menyayangi…” Ani dan Ina saling pandang. “Iya Bu Nina” ucap mereka bersamaan. Dan tertawa. Nina hanya tersenyum. Kemudian Nina diam melamun. Siapa orang yang sudah mengirimnya bunga? Tiba-tiba muncul bayangan anak laki-laki yang kemarin memperhatikan Nina di Sanggar.’apa benar dia? Atau mungkin ini cuma orang yang iseng mau mempermainkanku?’
“Nin!” senggol Ina membuat Nina tersadar “kenapa diam?” “Ini aku cuma lagi berpikir, kira-kira siapa ya orang yang kirim aku bunga ini?” “Udahlah. Nanti juga tahu. Mending sekarang kita ke taman. Pagi-pagi gini sejuk hawanya” ajak Ani. Merekapun pergi menuju taman sekolah. Sementara bunganya, Nina taruh di kolong meja. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari jauh. “Semoga kamu menyukainya” ucap seseorang di balik jendela.
Cerpen Karangan: Irma Erviana Blog / Facebook: Irma Erviana