Malam semakin larut. Aku memandang laptopku lekat-lekat yang sedari tadi memang sudah kupandang. Beruasaha menetralisir rasa kantukku yang pelan-pelan membelai kelopak mata yang memang sejak dari tadi pun ingin diistirahatkan. Malam ini rasanya sangat sulit untuk mendapatkan tidur yang cukup. Ujian semester semakin dekat. Tugasku masih ada yang menumpuk. Belum lagi masalah kegiatan organisasi yang membuat otakku semakin melilit dibuatnya.
Jariku sedari tadi memang mengetik sesuatu. Tugas resensi buku. Momok bagiku yang bisa dibilang sangat membenci tulisan. Sudah tiga jam. Tiga paragraf. Jujur aku tidak pandai dalam hal tulis menulis. Tugas ini membuat otakku yang melilit lebih melilit lagi. Hingga jam menunjukkan pukul 12 malam. Aku tidur. Tapi rupanya tidak bisa lagi. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal di kepalaku.
Pagi menyongsong. Aku segera bangun dari mimpi singkatku untuk menunaikan shalat subuh. Kembali setelah itu aktivitas pagi kulaksanakan. Seperti itu setiap paginya. Aku memang tipe orang yang sangat menyukai pagi. Entah kenapa jika kulihat siluet jingga diam-diam muncul dari arah timur sambil melewati dahan pepohonan, rasa-rasanya itulah waktu yang paling baik untuk mencari inspirasi. Merilekskan otakku yang sejak tadi malam melilit karena urusan tugas ini itu.
“Nabil…!” suara mama memanggilku. Aku beranjak dari beranda kamarku yang juga menjadi tempat favoritku selama ini. Segera turun ke lantai bawah menuju sumber suara di mana mama memanggilku. Aku menuju dapur. Kelihatannya mama sudah menyiapkan sarapan. Nasi goreng ikan tuna kesukaanku.
“Kapan ujian semestermu?” mama mengawali percakapan pagi itu. Aku yang masih mengenakan pakaian tidur duduk di meja makan sambil mengisi gelas dengan air minum. “Sebulan lagi ma” jawabku sambil menyendok nasi goreng yang super lezat itu. “Tugasmu? Menumpuk lagi?” mama selalu begitu. Selalu menanyakan tugas. Mama tipe orang yang perhatian dengan tugasku. Karena sejak aku masuk sekolah, bisa dibilang suatu kebanggaan jika tugasku tidak menumpuk di akhir semester. “Begitu deh ma. Habis mau gimana lagi” semangat sarapanku pagi ini hilang karena persoalan tugas dan ujian semester. “Mama kan selalu bilang. Kalau ada tugas selesaikan hari itu juga. Jangan ditunda-tunda. Begini kan jadinya. Setiap semester numpuk terus, numpuk terus. Nggak bakal berubah kalau bukan kamu yang mengubanya Nabil” iya ma, iya batinku “Nggak terasa Nabil, nggak cukup setahun kamu sudah jadi mahasiswa. Sebulan lagi kamu akan jadi siswa kelas dua belas. Kalau bukan kamu yang merubah sifat “tunda-tunda” ini, sampai kakek nenek kamu begitu.” “Susah ma. Tugasnya berat-berat. Terus tempat untuk kerja tugasnya nggak ada yang asik” “Kalau persoalan berat, itu bukan alasan yang baik Nabil. Kuli bangunan saja yang tiap hari kerja seberat itu, nggak pernah tuh mama dengar ngeluh berat kayak kamu. Lagian kalau kamu mau cari tempat yang asyik untuk kerja tugas, kamu salah kalau kamu bilang tidak ada”
Batinku menebak-nebak. Apa tempat yang asyik untuk kerja tugas yang setiap hari bertambah terus. Kalau tugasnya main bola, setiap hari pasti aku akan kerjakan. Tapi ini persoalannya lain. Tugasnya bukan main bola. Tapi bermain dengan tulisan yang sejak SD sudah aku benci mati-matian.
Hari ini memang hari libur. Setelah sarapan aku kembali ke kamarku untuk kembali memandang matahari yang semakin naik. Dahan yang diterpa angin pagi diam-diam membuatku tersenyum. Ada sesuatu yang sangat indah muncul pagi itu yang selama ini tidak terpikirkan olehku. Mama benar. Tempat yang asyik itu memang ada dan setiap hari kukunjungi.
Kupandang dahan pohon yang diterpa sinar matahari itu. Sinarnya menembus celah-celah dahan pepohonan membuat lukisan bayangan yang indah dan enak dipandang. Aku suka bagian ini. Tapi kenapa tidak sejak awal terpikirkan olehku. Tempat yang asyik itu ada di beranda kamarku sendiri. Dengan semangat aku segera membuka laptopku sambil memandang indahnya matahari pagi yang semakin naik semakin membuat dahan-dahan yang diterpanya juga menjadi lebih indah lagi.
Aku sadar. Sebenarnya bukan tentang tempatnya kita bisa tenang dalam mengerjakan sesuatu. Tapi tentang suasana hati yang memang dengan ikhlas menerima amanah yang telah diberikan kepada kita. Aku berjanji di tahun terakhir aku bersekolah saat ini, akan kubuat sebuah prestasi baru dalam hidupku. Berproses dengan baik maka hasil yang akan kudapatkan akan baik juga. Mengerjakan sesuatu dengan hati yang ikhlas dan penuh keyakinan. Seperti ikhlasnya dahan diterpa sinar matahari yang membuatnya indah dipandang sampai kapanpun.
Kalian mungkin bertanya-tanya, lalu apa maksud dahan yang rindang itu? Dahan yang rindang itu adalah perumpamaan suasana hati yang tenang dalam menghadapi sesuatu.
Gowa, 1 Agustus 2017
Cerpen Karangan: Da’watul Khair Blog / Facebook: Da’wa Da’watul Khair a.k.a Da’wa / Kelas XII SMAIT Al-Fityan School Gowa / IG : @dawkhair / line : dawkh