“Best Friend Forever” Seorang gadis menggumamkan kalimat itu saat memandangi sebuah foto yang terbingkai cantik dalam sebuah frame berwarna coklat muda. Ia adalah Nana, seorang gadis kelas 2 SMA yang merasa kesepian. Ya… sebetulnya ia punya banyak teman, bahkan sahabat. Seperti yang ada dalam foto dalam frame yang saat ini ia genggam. Ia punya tujuh, ya tujuh sahabat yang selalu menemaninya dulu. Nayla, Sasa, Dannisa, Sekar, Laila, Wanda, dan Yola adalah sahabat-sahabat Nana semenjak ia masuk SMA. Bagi Nana memang cukup sulit untuk menyatukan pribadi dari dirinya dan masing-masing dari mereka untuk bisa membaur satu sama lain. Karena mereka berdelapan, hal tersebut bukanlah hal yang mudah.
Seperti yang ia alami sekarang, ia merasa hubungan persahabatan mereka sudah renggang. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Nayla, Sasa, Sekar, dan Wanda sibuk dengan urusan mereka di OSIS. Laila dan Yola sibuk dengan kegiatannya di pramuka. Yang terakhir ada Dannisa yang sibuk latihan menyanyi, ia mengikuti ekstra musik dan ia menjadi penyanyi utama dalam band sekolah. Sedangkan Nana sendiri, ia sebenarnya anggota tim basket putri. Sayangnya, untuk saat ini ia tidak bisa bergabung dengan tim basket karena ia cedera. Baik pelatih maupun orangtua Nana tidak mengizinkannya untuk latihan basket sementara waktu ini.
“Gue tau gengs, kalian orang-orang sibuk. So, ngga perlu mempedulikan persahabatan kita” gumam Nana dengan senyum miris. Ia lalu meletakkan frame foto tersebut di meja belajarnya, lalu ia membaringkan tubuhnya. “Gue harus lekas tidur, besok bisa jadi hari yang berat” gumamnya sekali lagi sebelum tidur.
Pagi hari seperti biasanya, Nana berangkat sekolah dengan sepeda legendarisnya. Tak lupa ia memakai helm mungil pemberian Pamannya. Ia menyapa setiap orang yang ia jumpai selama perjalanan ke sekolah. Begitulah Nana, ia adalah gadis tomboy yang ramah dan pemberani. Pelajaran pertama yang harus ia tempuh bersama yang lainnya adalah Fisika. Sebenarnya Nana malas datang ke sekolah. Bukan karena guru Fisika yang killer, tapi karena sahabatnya yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Nana sengaja datang terlambat untuk menghindari sahabat-sahabatnya. Setidaknya sebelum guru Fisika masuk, Nana sudah duduk manis di kelas.
Tanpa terasa, kegiatan di sekolah sudah hampir usai. Nana sudah berniat untuk pulang, karena ia tahu bahwa sahabat-sahabatnya akan langsung pergi dengan urusannya masing-masing tanpa mempedulikannya. “Na.. mau kemana?” tanya Sekar yang tiba-tiba menghampiri Nana. “Baliklah, emang gue kayak lo lo pada” jawab Nana ketus, lalu pergi.
Melihat ekspresi Nana yang begitu kesal, Sekar merasa bersalah dan ia langsung menghampiri yang lainnya. Dan dari kejauhan mereka melihat Nana sedang bersama seorang anak laki-laki. “Itu bukannya Andy ya?” tanya Wanda kepada yang lainnya. “Iya, itu Andy anak basket” jawab Yola yakin. “Lho katanya mau balik? Tapi kok malah berduaan sama Andy? Dasar penipu!” Dannisa tampak sangat emosi melihat Nana dan Andy jalan bersama. “Lo ngga cemburu kan Dan?” tanya Sasa polos. “Ih apaan si! Ya enggalah! Udah ah, gue mau latihan” jawab Dannisa, lalu pergi.
Ternyata Nana dan Andy melihat anak basket putri latihan. Nana tampak gusar, tapi ia tak bisa menyembunyikan raut wajah senangnya. “Kan gue udah bilang, gue pantang buat ke lapangan basket. Kalo bukan buat ambil nilai, gue ngga mau ke sini. Apalagi jadi penonton. OGAH!” “Na.. gue tau lo pengen banget paling engga liat tim lo main. Lo emang egois sama diri lo sendiri. Lo ngga mau jadi penonton padahal lo juga pengen tau perkembangan tim lo. Lo cuman mau denger dari pemain? Tanpa liat sendiri? Dan lo percaya?” Andy mulai menggebu-gebu. “Lo ngga usah sok peduli” jawab Nana ketus. “Gue tau Na, lo kesepian. Lo butuh temen. Di saat kayak gini, sahabat-sahabat lo justru sibuk sendiri-sendiri. Gue juga tau lo butuh support. Gue nemenin lo bukan karena… ya lo tau, bukan karena gue suka sama lo, tapi juga bukan karena gue kasian sama lo. Tapi karena gue peduli sama lo Na. Gue tau, lo punya mimpi punya persahabatan yang keren di masa putih abu-abu ini” “Lo tau dari mana?” tanya Nana curiga. “Kita sama-sama anak basket. Inget itu. Udah pokoknya lo liat temen-temen satu tim lo main. Lo liat sendiri perkembangannya. Trus kita selesain masalah lo sama sahabat-sahabat lo” ucap Andy lalu meninggalkan Nana dengan kebingungannya.
“Gue masih ngga habis pikir sama sikap lo. Sepeduli itu kah? Atau ada maksud lain?” tanya Nana saat ia berjalan dengan Andy menuju kantin. Karena hari ini hari Senin, maka kantin akan buka hingga pukul 17.00. Sedangkan hari biasanya hanya buka hingga pukul 15.00. “Hmm, iya ada, ada maksud lain” ucap Andy menggantung. “So, what???” tanya Nana penasaran. “Itu mereka lagi kumpul. Pas banget. Sana omongin baik-baik” Andy menunjuk ke arah remaja-remaja putri yang sedang berkumpul. Tapi Nana langsung membalikkan badan, bermaksud untuk pergi. Tapi Andy mencegahnya dan menarik tangannya.
“Ahhh.. sakit Andy! Lepasin!” Nana mengerang kesakitan. “Nih gengs, ada yang mau gabung sama kalian. Gue balik dulu ya” Andy langsung pergi dan meninggalkan Nana dengan wajah kesalnya. “Awas lo ANDY!!! ABIS LO SAMA GUE NANTI” gumam Nana pelan. “Abis pacaran ya? Trus diputusin? Gimana? Sakit? Trus kalo udah ngersain sakitnya dikhianatin cowok langsung balik ke kita gitu?” tanya Dannisa ketus. “Dan.. jaga emosi, please” ucap Nayla mencoba menenangkan. “Ngga masalah Nay, dia mau emosi kayak apa juga. Gue ngga takut, karena apa yang dia omongin ngga bener” ucap Nana dengan nada bicara setenang mungkin. “Gue tegasin ya. Gue sama Andy ngga pacaran, emang selama ini kita deket. Ya karena dia peduli sama gue. Dannisa bilang gue udah ngerasain sakitnya dikhinatin cowok, itu salah besar. Gue justru ngerasain dikhianatin sahabat gue sendiri” tanpa terasa air mata Nana sudah menetes membasahi pipinya.
Suasana lengang dan Nana menarik napas dalam. “Sesak rasanya. Saat gue cedera, kalian kemana? Kalian sibuk dengan urusan kalian masing-masing! Asal kalian tau, tiap malem gue selalu mikirin kalian yang entah mikirin gue atau engga. Gue masih berharap banget kalian setidaknya tanya kondisi gue. Ya gue hargai usaha kalian yang kadang peka kalo gue lagi sendiri. Tapi sorry banget, kalian bukan sahabat yang gue harapkan kalo kalian beigini terus”
“Gue paham banget kalian sibuk. Tapi gue pengen banget setidaknya kalian mikirin kapan kita punya quality time bareng. Ngga terpecah-pecah kayak sekarang. Kita nyatu karena kita punya satu tujuan, punya persahabatan yang keren, yang sampe kita tua nanti ngga bakalan putus tali persahabatan ini. So, kita mau gini terus?” tanya Nana. Tiba-tiba Laila memeluk Nana. “Maafin kita Na. Maaf banget kita ngga pengertian sama kondisi lo dan sibuk sendiri-sendiri” ucap Laila yang tak dapat menahan tangisnya. Begitupun yang lainnya, semua menangis. Hingga akhirnya mereka semua berdiri dan saling berpelukan.
Tanpa mereka sadari, dua pasang mata melihat mereka sambil tersenyum manis. “Alasan gue peduli karena gue juga punya harapan yang sama. Tapi bedanya, gue ngga bisa mewujudkan hal itu. Gue ngga mau, kalian bernasib sama kayak gue” gumamnya, lalu pergi.
Cerpen Karangan: Danvi Sekartaji Blog / Facebook: Danvi Sekartaji