“Allahu Akbar Allahu Akbar..”, suara adzan shubuh terngiang di telingaku. Aku berusaha untuk bangun dari tempat tidur beralaskan tikar itu. Kedua orangtuaku sudah terbangun lebih dulu sedangkan Rifan adikku yang berumur 2 tahun masih tertidur pulas. Kedua orangtuaku segera mengambil air wudhu sedangkan aku harus menjaga adikku terlebih dahulu. Kalau ibu dan bapakku sudah mengambil air wudhu, giliran aku yang harus mengambil air wudhu di luar yang kira-kira 20 meter dari rumah gubukku. Aku tidak mempunyai toilet rumah, sehinnga kalau aku ingin ke kamar mandi harus mencarinya ke luar.
Bapakku menjadi imam, sementara aku dan ibu yang menjadi makmumnya. Setelah selesai solat shubuh rasanya begitu tenang dan segar. Aku bisa lebih semangat untuk bersekolah sekitar dua jam lagi. Untuk menunggu sekolah, aku membantu bapakku membuat layangan. Aku hanya bisa membantu bapak untuk memotong bambu-bambu kecil karena aku belum bisa memasang benang dan kertasnya. Aku masih belajar memasangkan benang namun aku belum bisa melakukannya karena usiaku juga saat itu masih 9 tahun. Sementara ibuku harus pergi ke rumah bu Fina untuk menyuci sambil membawa adikku yang baru terbangun.
Sekitar jam 7 pagi aku berangkat ke sekolah yang cukup jauh untuk aku tempuh. Aku sering berangkat bersama teman-temanku yang lainnya. Di sekolah aku bukan merupakan siswa yang begitu pintar. Namun sesekali aku selalu aktif menjawab pertanyaan dari guru walaupun jawabanku itu terkadang salah. Mendapatkan nilai 7 pun aku sudah bangga karena waktu belajarku yang masih kurang. Yang sering aku lakukan di kelas saat pelajaran berlangsung adalah bertanya tentang apa yang aku tidak mengerti, sehingga di kelas aku sering dijuluki sebagai “si banyak tanya” karena seringnya aku mengajukan pertanyaan kepada guru. Padahal aku melakukan hal itu karena memang aku tidak mengerti.
Ketika umurku 11 tahun, bapakku meninggal dunia. Saat itu aku baru naik ke kelas 6 SD. Aku sangat kehilangan seseorang yang setiap pagi selalu membuat layangan untuk dijualnya berkeliling kampung demi menghidupi istri dan kedua anaknya. Ibuku sangat terpukul sekali dengan kepergian bapak, ia bingung bagaimana membiayai aku dan adikku. Apalagi aku akan segera lulus dan melanjutkan sekolah ke SMP. Aku sempat memutuskan untuk berhenti sekolah kepada ibuku untuk membantunya bekerja namun ibuku marah besar, ia tidak mau aku menjadi orang yang bodoh, ibu ingin melihatku sekolah hingga kuliah bagaimana pun caranya, ia ingin melihatku sukses. Aku pun tidak jadi berhenti sekolah, namun setiap pulang sekolah aku pergi ke warung pak Sofyan untuk membantunya berjualan. Penghasilannya pun lumayan untukku membantu ibu dan adik.
Mulai saat itu, setiap malam aku semakin menambah jam belajarku agar aku bisa menjadi murid yang lebih pintar. Walaupun terlambat tapi tidak apa-apa, daripada tidak sama sekali. Beberapa bulan lagi aku akan Ujian Nasional dan setelah itu masuk SMP. Aku ingin menjadi siswa dengan peraih nilai Ujian Nasional terbaik agar bisa mendapatkan beasiswa ke SMP sehingga bisa meringankan beban ibuku.
Siang dan malam ibuku tak ada henti-hentinya bekerja di berbagai rumah sambil menggendong adikku. Ia sama sekali tidak lelah untuk mencuci siang dan malam demi kedua anak tercintanya. Sementara saat malam aku belajar dengan sungguh-sungguh, agar bisa mendapatkan beasiswa.
Ujian Nasional pun telah berlalu. Aku sangat menantikan hasilnya, dan hari ini pihak Kepala Sekolah akan mengumumkan siapa murid dengan nilai terbaik yang akan menerima beasiswa ke SMP unggulan di Semarang. Dan aku pun kecewa dengan hasil itu. Usahaku untuk belajar lebih giat ternyata sama sekali tak membuahkan hasil, aku tidak bisa mendapatkan beasiswa itu. Sementara ibu tidak mempunyai uang untuk mendaftarkanku sekolah ke SMP. Namun ibuku tidak putus asa akan hal itu, ibuku mencoba untuk meminjam uang kepada tetangga. Alhamdulillah, tetanggaku itu sangat baik hati dengan meminjamkan beberapa uang untukku melanjutkan sekolah. Ia pun tidak memberikan jangka waktu kepada ibuku untuk membayar hutang itu, ia hanya menerima uang miliknya ketika ibuku sudah mengumpulkan uangnya. Sangat mulia sekali tetanggaku itu. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan itu. Walaupun aku tidak sekolah di sekolah unggulan, aku yakin aku pasti bisa lebih baik di sekolah baruku ini. Aku harus bisa mengalahkan mereka yang bersekolah di sekolah unggulan.
Setelah masuk di salah satu sekolah SMP di Semarang, siang dan malam aku belajar dengan giat bahkan sampai larut malam. Ketika siang aku belajar dan mengerjakan tugas sambil bekerja di warung. Itu aku lakukan sampai menjelang lulus.
Kelas satu sampai kelas tiga SMP aku selalu mendapatkan peringkat setidaknya di 5 besar. Dan ketika pengumuman Ujian Nasional, aku berhasil mendapatkan nilai yang cukup baik walaupun hanya ada di peringkat tiga di sekolahku itu. Namun semua itu adalah pencapaian terbaikku sejak sekolah di SD. Aku pun berusaha untuk masuk ke SMA melalui jalur rapor. Dan hasilnya aku bisa masuk menggunakan jalur itu. Meskipun begitu aku masih harus menyelesaikan biaya-biaya administrasi lainnya di SMA. Ibuku kembali meminjam uang kepada tetangga yang saat dahulu juga meminjamkan uang ketika aku akan masuk SMP. Tetanggaku yang bernama pak Ismed pun kembali meminjamkannya walaupun hutang ibuku 3 tahun lalu belum terbayar semua.
Di SMA aku semakin berkembang. Prestasiku semakin banyak, aku semakin dikenal oleh guru-guru karena jasaku menjuarai berbagai perlombaan walaupun hanya sebatas tingkat kabupaten, namun itu adalah pengalaman yang sangat berharga bagiku.
Setelah tiga tahun berada di SMA akhirnya aku pun lulus dengan nilai yang cukup memuaskan walaupun belum bisa menjadi yang terbaik di sekolah. Jika aku menjadi yang terbaik di sekolah mungkin aku akan dengan mudah mendapatkan beasiswa dari sekolah untuk berkuliah. Namun aku tidak putus asa. Masih ada jalur-jalur beasiswa yang lainnya untuk siswa-siswa yang kurang mampu. Aku pun mengikuti saran guruku untuk mengikuti jalur beasiswa itu walaupun harus membayar uang pendaftaran. Aku tidak boleh menyusahkan ibuku lagi, aku membuka celengaku untuk membayar pendaftaran itu dan membayar hal-hal yang lainnya.
Ketika pengumuman siapa saja yang lolos seleksi untuk berkuliah dengan jalur beasiswa pemerintah, nama aku tidak tercantum disana. Aku kecewa dengan hasil itu. Aku sempat depresi dengan hal yang menimpa diriku itu. Aku merasa bahwa Tuhan itu kurang adil padaku. Namun ibuku tetap memberiku semangat. Ibuku yakin ini hanyalah bagian dari proses Tuhan untukku. Iya, ini adalah proses untuk menuju impianku. Aku percaya akan hal itu. Walaupun aku tidak berkuliah karena malu jika harus meminjam uang lagi kepada pak Ismed, tetapi aku harus berusaha untuk bisa meraih mimpiku. Aku memutuskan untuk pergi ke Jakarta seorang diri meninggalkan ibu dan adikku untuk mencari pekerjaan demi menyekolahkan adikku dan membahagiakan ibu.
Aku diterima di salah satu pabrik di ibu kota itu berkat ijazah SMAku. Aku bertekad untuk bekerja dengan giat agar aku bisa kuliah dengan uangku sendiri. Hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun aku semakin semangat bekerja dan gajiku pun selalu meningkat. Aku bisa mengirim uang kepada ibu dan adikku di kampung walaupun hanya sedikit karena aku sedang menabung untukku kuliah.
Satu tahun setelah aku bekerja di pabrik aku mencoba peruntunganku untuk mengikuti seleksi masuk ke perguruan tinggi melalui jalur beasiswa pemerintah. Walaupun aku sibuk bekerja tetapi aku sama sekali tidak pernah berhenti belajar apalagi saat itu teknologi semakin canggih. Beberapa minggu kemudian aku melihat hasilnya, dan aku kembali gagal memasuki perguruan tinggi lewat jalur beasiswa. Aku tetap bersabar karena ini merupakan proses Tuhan. Sebenarnya aku ingin segera kulaih walaupun jika harus melalui jalur reguler, tetapi tabunganku belum cukup untuk itu. Aku harus menunggu beberapa tahun lagi untuk bisa berkuliah.
Sudah tiga kali aku gagal dalam memasuki perguruan tinggi melalui jalur beasiswa pemerintah, padahal aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Karena sejak dahulu aku cinta akan dunia kepenulisan, aku pun sering membuat sedikit cerita atau novel. Dan sudah beribu kali aku mengirimkan tulisanku itu ke penerbit, namun sama hasilnya masih gagal. Aku pun berusaha untuk kembali bangkit.
Untuk keempat kalinya aku kembali mencoba peruntunganku untuk masuk ke perguruan tinggi melalui jalur beasiswa pemerintah. Dan hasilnya kali ini aku berhasil. Aku berhasil lolos dengan nilai terbaik. Aku sama sekali tidak menyangka. Aku langsung mengabari hal tersebut kepada ibuku di kampung melalui ponselnya pak Ismed. Ibu dan adikku pun sangat bahagia dengan kabar gembira itu. Bos di tempat pekerjaanku pun senang dengan pencapaianku itu. Aku terpaksa untuk berhenti di tempat pekerjaanku itu demi meneruskan perjuanganku meraih mimpi. Bosku sempat memberikan sedikit uang kepadaku sebagai bekal kuliah. Beruntung sekali aku mempunyai bos sepertinya.
Baru dua tahun berkuliah, aku sudah mendapatkan beasiswa ke Jepang. Aku senang dan sedih. Aku senang karena salah satu mimpiku telah terwujud namun aku harus meninggalkan ibu dan adikku di Indonesia. Aku pun memberikan sedikit uang untuk ibu dan adikku hasil buku karyaku yang berhasil diterbitkan beberapa bulan yang lalu. Hasilnya lumayan dan banyak sekali yang menyukai tulisanku itu. Aku mendapatkan beasiswa di Jepang untuk melanjutkan studyku di bidang komunikasi berkat dahulu ketika SD aku sering bertanya kepada guru. Tetapi walaupun begitu, aku masih giat untuk menulis sebanyak-banyaknya.
Aku berhasil menuntaskan studyku di Jepang setelah dua tahun dan aku pun kembali mendapatkan beasiswa di Australia untuk program seni dan sastra. Selama di Jepang aku pun banyak menulis buku dan laku di pasaran Indonesia dan juga Jepang. Aku tabungkan semua penghasilanku untuk membeli rumah di Indonesia untuk ibuku. Setelah selesai study di Australia aku kembali ke Indonesia dengan gembira dengan berbagai prestasi yang aku raih di negeri orang.
Setibanya di Indonesia, aku membelikan rumah untuk ibuku. Setelah memberikan rumah untuk ibuku, aku pun langsung menikahi wanita pujaan hatiku. Beberapa bulan setelah pernikahan itu aku langsung mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah perusahaan penerbitan dan perusahaan komunikasi lalu aku kembali membeli sebuah rumah untuk istriku. Setelah aku lulus di Australia aku pun kembali meneruskan studyku di Indonesia untuk program doctor dan cum laude. Aku berhasil mendapatkannya. Saat itu aku sesekali menjadi pembicara untuk memotivasi semua kalangan pelajar berkat pengalamanku dahulu. Dan beberapa tahun kemudian aku menjadi pimpinan di sebuah perusahaan penerbitan dan komunikasi, aku pun menderikan rumah belajar bagi mereka yang kurang mampus serta menerbitkan beberapa buku. Aku dan ibuku pun mendirikan sebuah restoran dan usaha laundry melanjutkan bisnis ibuku.
Saat itu aku sangat bahagia sekali. Bisa membelikan ibuku rumah yang sangat layak berbeda dengan rumah gubukku dahulu. Aku juga senang bisa memperbaiki rumah pak Ismed yang kini sudah semakin tua namun ia masih sehat dan bugar berkat kebaikannya kepada keluargaku. Aku juga bahagia bisa melihat adikku Rifan bisa berkuliah di luar negeri. Kini semuanya terasa lengkap dengan kelahiran buah hatiku hasil perkawinanku dengan wanita cantik asal Bandung itu. Aku percaya akan mimpi, percaya dengan kemurahan Tuhan, percaya dengan keadilan Tuhan. Aku tidak pernah berhenti bermimpi. Aku tak pernah mengeluh atas semua kegagalanku. Kegagalan membuatku bangkit dan percaya akan kekuatan mimpi. Nikmatilah prosesNya. Karena proses itu lebih manis ketimbang hasil yang kita raih. Percayalah akan kekuatan mimpi, dan berusahalah dengan sungguh-sungguh sampai semua mimpi bisa terwujud dengan hasil yang maksimal. Dan yang terpenting jangan pernah melupakan Tuhan dan selalu rendah hati.
Cerpen Karangan: Erfransdo Blog / Facebook: erfransvgb.blogspot.com / Erfrans Do Hidup itu jangan hanya sekedar mengikuti arus saja, expose dirimu, dan temukan apa yang kamu inginkan.