Dalam sayup sayup cahaya di ruangan bedah, Adara hanya bisa mengharap agar dia bisa diselamatkan oleh Allah atas hidup dan matinya. Dan dia juga tersedu-sedu menangis saat persiapan operasi dimulai dia berusaha menulis lagi surat permintaan maaf untukku tapi kondisinya sudah semakin kritis jadi dia hanya memegangi surat itu. Yang dimana surat itu diberikan seorang perawat dari ruangan itu padaku. Aku berharap agar dia bisa kembali hidup dalam kedamaian ketika persahabatan sudah kembali membaik ikatannya. Bersama aku dan sahabat yang akan mendampingi hidupku selamanya, ingin sekali bertemu dengan Adara dan meluruskan atas apa yang terjadi.
—
Ketika aku masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Swasta semester terakhir, yang biasa biasa saja popularitasnya, aku memiliki sifat yang introvert sekali, apalagi aku ini sangat suka sekali menggunakan majas retorik pada diriku sendiri. Sehingga orang orang menganggapku kurang pergaulan dan hanya bisa menulis puisi puisi yang dianggap kuno pada zaman itu. Sehingga, susah bagiku mencerna keadaan dan bagaimana aku bisa mengenali teman teman di sekitarku. Ada seorang perempuan, yang begitu sukses atas kepopularitasannya mendekati aku dan berlagak dengan baiknya padaku. Awalnya, aku sangat menolak keras berteman dengannya. Namun, invitasi yang dilakukan perempuan itu membuatku menjadi ingin terjun menjadi kondang seperti dirinya yaitu Adara Rawnie.
“Memangnya kamu pikir supaya tersohor seperti aku harus menjadi pribadi yang serba individualis sepetimu? Bisakah kau buktikan Fre?” Karena kata kata itu aku ingin sekali terpegah di dunianya menjadi seorang penyajak karena aku sangat hobi membuat sajak sajak dan juga beberapa karya sastra. Tapi, lambat laun seiring berjalannya waktu aku sering bersama sama dengan Adara. Walau, aku dan Adara berbeda kelas dan juga kata kata yang sering dia kaul-kan padaku membuatku bersemangat untuk berubah. Memang dia sangat luar biasa dalam berceloteh. Namun, mungkin mental harus siap untuk mendengar itu semua. Aku cukup paham atas sikap yang satu ini. Tapi di sisi lain, dia sangat mendukungku dalam segala hal mebantuku, membuatku menjadi lumayan tersohor seperti dirinya hampir seantero sekolah mengetahui namaku. Ya namaku Fredella Ulani seorang penyajak dalam dunia maya yang masih berumur belasan tahun dan menduduki peringkat tersohor terbaik setelah Adara.
Hari demi hari berlalu, dan aku memiliki banyak orang yang memujiku, menyenangiku, mengapresiasi karyaku dan itu membuatku semakin senang membuat sajak hingga suatu hari aku berharap sajak sajakku diterima oleh sebuah blog untuk menerima aspirasi para masyarakat yang ingin memajang karyanya pada blog tersebut. Namun, dari ketiga sajakku tetap saja blog ternama itu tidak meloloskan sajakku dalam penyeleksian. Aku sudah berusaha menghubungi pemilik blog yang dimana dia tidak ingin memajang karyaku. Bukankah aku seorang anak bangsa? Salahkah jika aku ingin sekali mempertunjukkan karyaku sebagai anak bangsa? Oh para retorikku.
Tidak berhenti sampai disitu saja aku memanfaatkan kesohoranku agar bisa membuat petisi untuk mempertunjukkan karyaku. Baru sekali, aku menampilkannya dalam peramban. Tapi mengapa tidak ada seorang pun yang membantuku membuat petisi itu. Aku semakin kacau aku merasa sangat pikuk hanya karena karya yang aku kerjakan ditolak oleh beberapa orang. Aku merasa sangat terpuruk namun untuk kali ini Adara sahabatku sama sekali tak berkutik atau bahkan menolongku dia hanya menyenyumiku ketika bertemu dan menghindariku.
“Sepertinya nona muda itu sedang kesulitan mencari koneksi untuk mengirimkan sajak sajak itu bukan kawan?” Celoteh Adara sambil terbahak bahak. “Ya aku rasa kamu dan kita memang bisa mengalahkan dia. Tapi bukankah kau memiliki ikatan persahabatan dengan si individualis puitis itu? Aku membencinya dia sudah membuatku Dion berpaling dariku,” Sarkas Adenia sahabat terdekat Adara. “Yang benar saja, huh! Memang diriku dulu bersahabat tapi rasanya, hingar binar dunia sohor ini langsung menerima dia begitu saja aku yakin dia berambisi mengalahkan popularitasku. Dan asal kau tahu ya. Sekarang aku tidak mau tahu urusan nona puitis itu lagi!” Jawab Adara dengan nada tinggi. “Baiklah kalau begitu sebaiknya simpan itu ya, bagaimana kalau kita buat apapun hobinya itu menjadi sebuah terkaman harimau yang membuat dia semakin pikuk!” canda Adenia sambil tertawa.
Fayyad sahabatku yang selalu ada untukku setiap waktu mendengar percakapan siang itu di kantin. Fayyad segera menemuiku dan mengatakan itu semua tanpa kurang lebih. Aku memang sangat kaget mendengar itu, sontak saja aku drop dibuatnya bahkan aku hampir dua minggu mogok sekolah karena kesarkasme-annya itu.
Keesokan harinya di rumah aku sakit demam, ibuku mengatakan sesuatu hal padaku dia mengatakan “Kau punya hobi yang terpuji. Lakukan semua dengan ikhlas dan Ridho dari Allah karena itu termasuk ibadah juga. Namun, kemampuan dalam diri yang tak bisa terlihat dan sangat berguna itu biasanya sangat bermanfaat bagi orang. Jadi, sebaiknya kau bermanfaat untuk orang lain dan bagi dirimu sendiri dengan kemampuan maya itu. Kemampuan yang tak terlihat namun itu jelas ada.” Tutur ibuku yang penuh aura penuh kasih sayang itu sambil mencium keningku.
Batinku, aku merasa ingin menangis benar juga apa yang dikatakan ibuku. Aku memang punya hobi membuat sastra tapi bila itu tidak berguna dan hanya disimpan saja artinya sangat tak berguna. Ini tak adil aku hanya seorang diri yang menikmati karya itu. Aku pun berusaha untuk tidak jatuh lagi. Sejak saat itu ibuku malaikat penyemangatku membuatku ingin berjuang habis habisan agar tidak mudah terjatuh lagi. Dan sejak saat itu juga, aku selalu berusaha mengikuti lomba lomba yang berhubungan dengan hobiku ini.
—
Aku sudah lulus di Sekolah Menengah Atas Negeri, aku sangat bangga karena bisa bersekolah di negeri, setelah bersekolah di swasta sebelumnya tiga tahun. Tidak lupa kini aku menjadi seorang siswi yang sering diikutkan perlombaan bertemakan atau yang berkaitan dengan sastra. Pemilik blog itu akhirnya memajang tiga sajakku. Setelah aku meraih emas dalam Perlombaan Pembuatan Puisi Tingkat Nasional. Mentari selalu memberiku cerah pagi yang membuat dunia semakin bersemangat. Dan aku pun sudah kembali untuk siap melewati hal hal apapun. Agar bermanfaat untuk orang lain dan diri sendiri. Dan Adara tetap saja membuat pencitraanku buruk dikalangan popularitasnya.
Ada sebuah penyimpangan dan terdapat kedai minuman aku duduk beristirahat disitu sementara. Sambil menatap mentari yang akan bersiap pulang membuat senja itu sudah siap pergi ke langit. Kemudian, aku memesan air jeruk karena aku yakin uangku tak akan bertahan jika aku membelikan sesuatu yang sangat royal. Aku menunggu air jeruk diantar dan melihat layar ponselku yang kosong tanpa notifikasi. Kemudian saat membolak balikan ponselku tiba tiba saja bergetar dan ada yang meneleponku menggunakan nomor tak dikenal. Awalnya, sangat ragu untuk mengangkatnya tapi siapa tahu ini penting jadi, aku angkat saja. Entah mengapa saat menjawab telepon itu aku sangat bahagia sumringah sekali hati ini. Aku segera memberikan uangku pada pelayan itu dan membiarkan air jeruk di meja tersebut. Aku berlari lari girang menuju sebuah kantor berisikan para orang orang yang membuat jantung ini berguncang hebat.
“Halo Nona Fredella Ulani silahkan masuk anda ditunggu Pak Direktur,” sahut Petugas di depan ruangan. “Ohiya terimakasih,” sambil membungkuk hormat pada petugas itu.
Dan kemudian, ketika aku sudah masuk ke ruangan itu aku mendapat beberapa hasil yang menguntungkan. Membuat iklan menggunakan kalimat kalimat puitisku, beberapa syair untuk industri hiburan yang akan dikonversi menjadi sebuah lagu dan hal hal yang lainnya seperti membuat cerpen dan beberapa karyaku untuk menjadi pembahasan topik di laman web dan surat kabar.
Cerpen Karangan: Feetnut