Saat itu pagi hari jam menunjukkan pukul 6 pagi semua orang beranjak meninggalkan rumah untuk beraktivitas kecuali Miko seorang anak sekolah yang masih duduk di tepi kasurnya melihat embun yang terbentuk di udara serta mendengar nyanyian burung dari jendela kamarnya, hingga ia menyadari dirinya harus pergi ke sekolah.
Sudah dua bulan Miko bersekolah di sekolah barunya tersebut semenjak rumahnya terbakar bagaikan kertas dan membuat dirinya harus pindah keluar kota meninggalkan rumah, sekolah dan teman-temannya.
Pagi itu, Miko datang ke sekolah dengan tas adidas di punggungnya sambil menggenggam sebotol coca cola di tangan kirinya dan langsung duduk di sebelah Shania, satu-satunya orang yang dia kenal dengan baik di kelas tersebut. Keduanya pun duduk berdampingan di sebuah meja yang letaknya merapat di dinding, tidak jauh dari sebuah rak buku di sudut belakang kelas.
“Sampai kapan kamu akan selalu begini?” Tanya Shania. “Mungkin selamanya, hingga aku kembali ke sekolahku yang dulu.” “Memang apa yang membuatmu ingin kembali ke sekolah tersebut?” “Terlalu banyak hal yang ingin membuatku kembali dan keluar secepatnya dari belantara ini.” Jawab Miko
Shania pun kembali mengalihkan pandangnya pada guru yang sedang menjelaskan sambil sesekali melihat ke arah Miko yang menaruh dahinya pada meja dan tangannya asik memainkan rubik di bawah meja sambil menunggu bel pulang berdering meskipun dia tahu bel tersebut tidak akan berdering sebentar lagi.
Sebuah tangan dengan jam tangan besar tiba-tiba datang dari bawah meja dan mengambil rubik milik Miko, ia pun terkejut sambil membalikkan kepalanya melihat siapa pemilik tangan dengan jam tangan besar tersebut, Miko pun tertawa kecil, pemilik tangan dengan jam tangan besar tersebut ternyata Rexy. Dia memang agak berbeda dengan anak kelas lainnya, dia suka bercanda dan seperti tidak pernah menyembunyikan sesuatu dalam pikirannya. Hingga seseorang sering tersinggung dengan ucapannya.
“Apa yang ingin kau lakukan sepulang sekolah nanti?” Tanya Rexy “Mungkin akan sama seperti hari-hari sebelumnya,” jawab Miko. “Seperti apa? Menghabiskan satu liter coca cola dalam satu malam?” Miko pun tersenyum, “aku tidak akan berbicara denganmu sekarang jika melakukan itu setiap malam.” “Lalu?” “Seperti biasa, duduk di depan layar dan bermain game online bersama teman sekolah lamaku.” “Terdengar sangat membosankan di telingaku.” “Ya, sama membosankannya seperti sekolah ini.” Jawab Miko
“Sepulang sekolah anak kelas akan makan bersama di restoran depan sekolah, kamu ikut?” “Makanan di rumah jauh lebih enak.” Jawab Miko dan langsung meninggalkan Rexy
Tak lama setelah Miko meninggalkan Rexy, bel pulang sekolah pun berbunyi. Lalu Miko bangkit dari kursinya dan menaikkan resleting jaketnya yang berwarna hitam. Tanpa melihat sekelilingnya, dia melangkah pergi meninggalkan kelas yang masih ramai. Sesampainya dia di gerbang sekolah dia melihat seorang gadis yang seperti dia kenal berjalan meninggalkan sekolah dibawah teriknya matahari siang itu. Cahaya matahari yang bersinar terang membuat jepit rambut berbahan besi yang dipakai gadis tersebut terbias mengkilap, sang gadis terlihat terburu-buru sambil menutupi wajahnya dari sinar matahari.
Miko yang penasaran dengan gadis tadi pun tanpa ragu berlari untuk memastikan siapa orang yang seperti dia kenal tersebut. Semakin dekat Miko dengan gadis tersebut suasana terasa semakin sunyi seolah membawanya ke alam lain, alam yang belum pernah dia datangi. Di ujung jalan tersebut menuju perempatan berdiri kokoh sebuah lampu listrik tua yang tertutup dengan bayang-bayang dedaunan pohon besar di dekatnya. Kaca lampu tersebut terlihat berdebu, kotor dan mulai retak. Miko melihat ke arah kaca lampu tersebut dan melihat pantulan wajah gadis tersebut.
Ternyata dugaan Miko benar gadis tersebut adalah orang yang dia kenal, Shania. Miko berpikir dalam hatinya. “Mengapa Shania tidak ikut dalam acara makan bersama di depan sekolah.” Merasa ada yang mengikutinya Shania memutar kepalanya dan melihat Miko berlari tidak jauh dari dirinya. Dia pun melambaikan tangan pada Miko.
“Mengapa tidak ikut acara makan bersama?” Tanya Miko “Acara tersebut tidak akan berjalan lancar, anak kelas sangat sulit diatur, malas mengurusnya,” jawab Shania “Setuju denganmu, sudah lama ingin mengatakan itu,” jawab Miko kesal “Itukah alasanmu ingin kembali ke sekolah lamamu?” “Mungkin salah satunya, Aku rindu dengan seorang temanku, Keira namanya, dan aku sudah berjanji akan kembali.”
Mereka pun akhirnya berpisah di perempatan tempat lampu listrik tua tersebut berdiri. Miko pun kembali berjalan meninggalkan Shania yang masih berdiri dan melihat bayangan tubuh Miko semakin menjauh hingga tidak terlihat lagi olehnya.
Di bulan-bulan berikutnya kegiatan Miko masih sama, tidak ada yang berubah dalam dirinya. Dirinya semakin gila dan sudah benar-benar ingin kembali untuk meninggalkan sekolahnya, demi memenuhi janjinya pada Keira untuk kembali. Segala cara dia pikirkan namun tidak kunjung menemukan jawaban.
Hingga pada suatu malam yang dingin Miko keluar dari rumahnya untuk memikirkan cara lainnya. Dia berjalan menembus dinginnya embun malam yang semerta-merta menyingkirkan serpihan debu di jalanan. Itulah sebabnya Miko suka berpikir ketika malam hari. Dia menyusuri seluruh jalan di kota yang sedang tertidur itu hingga sampai di perempatan tempat dimana lampu listrik tua berdiri kokoh.
Dia melihat ada beberapa orang berjaket kuning dengan sepatu boots berdiri mengitari lampu tua tersebut. Sebuah alat berat juga berada di dekat mereka. Miko pun mendatangi orang-orang tersebut. Dilihatnya lampu tua tempat dia melihat wajah Shania dikaca lampu yang sudah mulai retak tersebut dicabut dari tanah dan Miko pun berpikir. “Mengapa lampu yang masih kokoh tersebut dicabut dari tanah?” Tidak lama kemudian Miko masih berdiri di situ dan melihat sebuah truk datang dari ujung jalan mengangkut lampu yang terlihat modern dengan panel surya tertanam diatasnya sebagai sumber energi dipasang di tempat lampu tua tersebut dulu berdiri dengan kokoh.
Miko pun akhirnya sadar seperti lampu tua yang diganti dengan yang baru, selalu ada yang baru dalam kehidupan, pertemanannya dengan Keira mungkin memang masih kokoh namun ada sesuatu yang baru dihadapannya, sesuatu yang mungkin lebih baik dari yang dulu yang harus dia jalani tanpa memikirkan masa lalu.
Cerpen Karangan: Kafeer Blog / Facebook: namolisa.blogspot.com