Keesokan harinya, di sekolah Rina menjalankan hari-harinya seperti biasa. Setiba di kantin, sewaktu Rina bersama teman-temannya berkumpul di meja makan, Nayla datang menyiram wajah Rina dengan juice jeruk yang dimilikinya. “lo kalau mau jahatin abang gue mending out deh” kata Nayla. Masih dengan wajah tenangnya, bersikap acuh tak acuh. “eh. Mending lo pergi deh. Lo itu adik kelas, ga pantes kaya gini tahu! Lagian lo itu bukan lawan Rina” kata Layla sahabat Rina ikut menimpali “eh. Lo ga malu? Ntar nangis lagi” kata teman Rina “iyyuuh. Cantik juga enggak” “kampungan lo, norak tahu gak?” “Udah.. udah, ntar nangis lagi. Nama lo Nayla kan? Lo mau marah? Hak lo apa? Semua yang sudah terjadi itu antara gue dan Rio. Ga ada hubungannya sama lo” sahut Rina dengan sinisan mata tertajamnya. Nayla menangis, seakan tidak bisa melawan kakak-kakak kelas di hadapannya, disaat yang bersamaan Rio datang dari belakang. “Nayla. Kamu balik aja ke kelasmu. Dia benar, ini masalah kami aja” “Nayla di sini aja kak” kata Nayla “hay Rio. Lo apa kabar?” Tanya Rina sambil mengangkat lengan tangan kanannya “ELO??? Hey, bisa bersikap sopan ga? Gue ini kakak kelas lo!” kata Rio yang menekankan di kata ELO nya. “setelah beberapa kali kita berbicara baru ini lo berbicara tentang sopan? Terus yang kemarin-kemarin apa?” Rio pun pergi meninggalkan tempat. Tak sanggup menyakiti wanita yang sangat dicintainya itu, yang baru dekat dengannya, yang dijuluki kak Ros, yang baru memberinya kesempatan dan memotong harapannya dengan pisau tajam yang dimilikinya.
Pelajaran olah raga kelas XII MIA 7 dan XII MIA 8 gabung saat itu. Pelajaran pun berlangsung lancar. Disaat istirahat, Rio memilih duduk sendiri di bawah pohon beringin di sekitar lapangan. Semenjak kejadian itu, Rio memilih sendiri dan merenungi nasibnya itu.
“Lo cinta kan sama dia? Pertahanin dong” kata Rian dari atas pohon. Rio pun mendongakkan kepalanya ke atas. “gue ga cinta sama dia. Gue ngerasa dibohongi. Gue diperbodoh sama adik lo yan. Gue udah masuk ke jebakannya” kata Rio sambil mengepalkan tangan kanannya. Rian pun turun dan duduk di samping Rio. “rina orang yang lemah. Gampang nangis. Kelihatannya saja kuat, nyatanya dia itu sama aja kaya perempuan lainnya yo. Perangainya memang ngeri, dia orang yang sulit dijelaskan” kata Rian “soal tunangan itu?” “itu benar. Dia emang pacaran dengan Alex, teman SMP nya yang melanjutkan sekolahnya di Australia. Karena kejadian itu, Rina menggagalkan pertemuannya dengan Alex. Alex marah, dan disaat itu juga hubungan mereka berakhir. Lo tahu kelanjutannya? Dia menangis yo. Gue juga sempat kesal karena cinta, dan seterusnya yah gituu. Dia suruh preman pasar untuk habisi lo setelah lo pulang dari jalan bareng dia kan?” tanya Rian dan disambut anggukan dari Rio. “lo ga dendam sama dia? Lo kan dikenal sebagai orang yang suka dendam. Ga peduli cewe atau cowo” sambung Rian. “enggak!” “terbukti kan? Lo udah cinta sama dia. Gue Cuma mau saran, mending lo jauhi Rina. Bukan gue ga dukung. Gue Cuma ga mau Rina sedih dan gue ga mau lo tersakiti. Tapi ya terserah kalian berdua aja. Gue juga ga peduli” “gue pergi dulu ya. Pikirkan baik-baik kata gue” sambung Rian. Tinggallah Rio seorang diri di bawah pohon itu.
Bel pulang berbunyi, Rio segera menuju ke parkiran. Setiba di parkiran, didapatinya Rina sedang menunggunya di samping mobilnya. “ada apa?” tanya Rio dingin “lo ga mau minta maaf ke gue?” tanya Rina lebih dingin “gue udah maafin lo” kata Rio sambil membuka pintu mobilnya, membuat Rina terbengong. Rio pun menghidupkan mesin mobilnya, dan pergi meninggalkan Rina yang masih parkiran. “chh. Gue juga ogahan kesini Cuma karena ga penting. Kurang ajar, ini pertama kali gue merasa terhina! Uughh.. lagian ngapain sih Pak Sidiq suruh gue belajar musik sama dia” kutuk Rina di parkiran “kamu kenal Rio? Kakak kelas Xii MIA 7. Dia memiliki jiwa seni yang hebat. Belajarlah musik sama dia. Saya Capek ngajari kamu terus kalau masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Sebelum kamu belajar sama dia, jangan harap saya akan memberi kamu nilai. Dia orang sibuk, untuk jadwal saya yang ngatur. Sekarang kamu beri kertas ini ke dia” kata-kata pak Sidiq di kelas tadi masih terngiang di telinganya. “bodo amat!”
Keesokannya di sekolahan, guru-guru memutuskan untuk tidak belajar dihari ini, dikarenakan ada tamu penting yang datang. Namun, tidak diperbolehkan pulang. Rina merasa suntuk di kelas, ia pun berjalan menuju ruang musik. Ruang dimana ditemuinya alat musik yang dibencinya. “untuk apa coba belajar sama dia? Gue juga bisa. Di zaman secanggih ini apa sih yang ga bisa? Iyyuuuh” kata Rina sambil mengambil seruling dan ditiupnya dengan asal-asalan “agghhh! Untuk apasih belajar musik?” sambung Rina geram sambil membuang serulingnya dari tangannya.
“untuk mengekspresikan jiwa kamu” kata Rio dari belakang ”dengan musik, kamu bisa mengungkapkan apa yang ingin kamu katakan. Tentang perasaan, permintaan maaf, emosional. Untuk menciptakan suara yang indah 1 hal yang harus kamu ingat. Tundukkan musik itu padamu. Anggap aja, kamu adalah majikan dari alat tersebut, pelajari secara perlahan” sambung Rio membuat Rina terdiam. Kata-kata ini sangat dinantikan oleh Rina, kata-kata yang tidak pernah didengar dari Alex. Penampilan Rio yang menggunakan kaus oblong, dan celana sekolahnya. Keringat bercucuran di keningnya, rambut acak-acakan tak karuan justru menambah ketampanannya. Rio pun mengambil alat musik seruling yang dibuang Rina tadi.
“Kamu? Sejak kapan lo pakai ‘kamu’?” tanya Rina. “sejak kita berbicara tentang sopan” kata Rio menekankan di kata KITA “oke Rina. Kita mulai dari mana?” sambung Rio. “rioo..” panggil Rina “hm?” “aku benci samamu” “oke. Kakak akan menjelaskan. Ini adalah seruling. Cara memainkannya yang paling utama ialah pelajari nada-nada pada suling. Ada nada DO-RE-MI-FA-SOL-LASI-DO. Untuk nada Do, kamu tutup semua lubang, untuk RE, buka jari kelingking, dan seterusnya gitu. Buka satu persatu jari secara berurutan. Cara megangnya juga gini ya” kata Rio “coba kamu praktekkan” sambung Rio Rina pun memegang suling tersebut, dengan pegangan yang salah. “rina. Bukan seperti itu. Tapi seperti ini” kata Rio memperbaiki pegangan suling di tangan Rina, menyentuh kulit Rina. Seakan berhenti, mata mereka pun beradu. Saling menatap dengan hangat. Rio pun menambah erat pegangan tangan Rina.
“rio..” “Rina..” “aku lelah” kata Rina “kakak akan minta izin ke kesiswaan mengantarkan kamu pulang. Latihan bisa kita lanjutkan dilain waktu” “aku tidak ingin pulang” “baiklah. Kamu diperbolehkan istirahat sebentar di ruangan ini. Pak Sidiq mempercayai kakak untuk mengurus ruangan ini. Kakak mau ke kantin, kunci kakak percayakan pada kamu” kata Rio meninggalkan Rina dengan kunci yang ditinggalkan Rio. “Bukan ini yang gue mau! Entah kenapa gue lebih suka lo bersikap galak ke gue. Rio, entah dari kapan dendam ini berubah menjadi sayang. Rio, gue rindu genggaman tangan lo. Rio, tolong gue! Gue masuk ke perangkap lo. Rio, tolong culik gue lagi yo. Sama kaya elo culik gue ke labor. Pliase yo” : Rina “gue juga ga tahu kenapa gue bisa bersikap gitu ke elo. Seharusnya gue marah sama lo. Seharusnya gue bisa madami perasaan gue ke elo. Seharusnya gue bisa balas dendam ke elo, seharusnya gue bisa benci sama lo. Tapi sayang, gue udah terlanjur cinta sama lo rin. Ga peduli siapa elo, dan segarang apapun elo. Menurut gue, elo udah jodoh yang dititipkan Tuhan untuk gue” : Rio
Waktu berlalu, Rina tertidur pulas di ruang musik, Rio pun mauk sambil membawa banyak makanan ke dalam. “Cantik!” kata Rio melirik ke arah Rina. Rio pun melangkah kakinya keluar, meninggalkan Rina sendirian. “maaf Rina. kakak harus menghentikan semuanya, dengan pergi dari kehidupanmu” kata Rio dalam hati,
Cerpen Karangan: Ellya Syafriani Blog / Facebook: Ellya Syafriani Namaku Ellya. Ini cerpen keduaku. mohon saran dan kritiknya. terima kasih 🙂