Jam kosong membuat anak anak kelas XII IPA 2 bahagia, tak terkecuali aku. Waktu jam kosong aku gunakan untuk main game kesukaanku.
“Sayang,” panggil seseorang lembut yang suaranya tak asing di telingaku. Aku hanya mengabaikan panggilan itu karena aku sedang fokus ke game yang aku mainkan. “Zelin sayang, kok kamu diem aja sih aku panggilin,” ucapnya lagi. “Apaan sih Adrian sayang? Aku lagi males berduaan sama kamu ah,” ucapku yang telah menatapnya malas. “Kamu gitu deh yang, mumpung jam kosong,” ucapnya. “Enggak enak tau, aku mau main game aja. Game-nya lagi seru,” ucapku lagi.
Kami berdua akhirnya hanya saling diam. Aku terfokus ke layar ponsel dan Adrian masih menatapku. Suara kelas tiba tiba senyap ketika kepala sekolah datang ke kelasku. “Berlian Zelinata Putri Amira,” kepsek memanggil namaku. “Saya bu,” ucapku dan mengangkat tangan. “Kamu pindah kelas ke XII IPA 1,” ucap kepsek. “Iya bu,” ucapku lemas karena aku harus pindah kelas meninggalkan pacarku. Aku menggendong tasku dan berjalan meninggalkan kelas XII IPA 2.
Setelah bertanya ke kepsek kenapa aku dipindahkan, ternyata alasannya aku ditukarkan dengan Alena. Posisiku yang nilai kenaikan dulu lebih tinggi dari Alena, menjadikan aku hatus bertukar kelas dengannya. Dengan perasaan yang sebenarnya gak ikhlas, aku tetap menerima semua ini.
Waktu berjalan begitu cepat dan aku sudah 2 bulan menempati kelas XII IPA 1 juga sudah selama 3 bulan berada di kelas XII. Jam istirahat hari ini aku gunakan untuk ke kantin bersama teman temanku.
“Zel, lo nyaman gak nih sekelas sama kami berempat?” tanya Fika. “Nyaman sih, soalnya kelas 10 kita udah pernah bareng,” jawabku. “Hmm, pasti sih ada gak sukanya lo pindah kelas kan Zel?” tanya Rasti. “Pasti lah. Secara dia harus pisah ama doi-nya,” Aneta menjawab pertanyaan Rasti. “Gak cuma itu ajah. Gue sebel karena harus tukeran ama Alena. Secara dia itu udah putus sama Randy dan dulu dia itu mantannya Adrian. Gue kan takut kalau mereka CLBK,” ucapku. “Wah wah wah, bener juga kata lo Zel. Apalagi kan Alena itu cewek centil dan ganjen,” ucap Eliza. “Emm, ngomong ngomong tentang Adrian gue jadi sadar kalau dia gak ke kantin hari ini,” ucapku. “Kita dateng ajah ke kelas dia Zel,” ucap Eliza.
Kami berlima pun pergi menuju kelas Adrian dan meninggalkan makanan yang sudah dibeli. Sepanjang berjalan, perasaanku sungguh gak enak dan masih memikirkan bagaimana kalau Adrian selingkuh. Saat sampai di kelas Adrian, tak tampak Adrian disana. Mataku terus menyusuri seisi kelas. Mataku tertuju pada kedua orang yang tengah berada di pojokkan.
“Prok… prok… prok,” aku bertepuk tangan dan berhasil membuat Adrian dan Alena menoleh kearahku. “Zelin,” ucap Adrian kaget. “Bagus lo yah Dri, mentang mentang gue udah pindah kelas lo jadi bebas berduaan sama mantan lo,” ucapku dengan menyebutkan kata ‘lo’. “Gak gitu kok yang, aku gak bermaksud selingkuh,” jelasnya. “Gak usah panggil gue sayang. Gue sebel lihat lo sama Alena. Lo harusnya bisa jaga jarak ama dia, ini malahan berduaan kayak gini,” ucapku marah marah. “Sayang, aku mo-,” belum sempat Adrian menyelesaikan ucapannya, aku memotong. “Udahlah, gue mau pergi. Silahkan berduaan sama mantan lo itu,” ucapku lalu berjalan pergi meninggalkan Adrian sambil menjatuhkan kursi.
Esok harinya kelasku ada pelajaran olahraga. Aku sungguh malas untuk ikut olahraga karena masih mengingat kejadian kemarin. Semua anak laki laki bermain basket dan semua anak perempuan bermain voli. Namun, aku tidak mengikuti voli dan malah duduk di tepi lapangan.
“Berlian,” seseorang memanggilku dengan nada lembut. Aku menoleh ke sumber suara dan ternyata adalah Randy yang memanggil juga duduk di sampingku. “Eh, Randy. Jangan panggil gue Berlian deh, panggil ajah Zelin,” ucapku. “Main basket yuk Zel,” ajaknya. “Gak mau,” ucapku. “Hmm, semenjak lo jadian sama si Adrian lo jadi gak pernah main basket lagi tau gak. Lo padahal paling jago main basket,” ucapnya lagi. Aku hanya tersenyum dan bangkit dari dudukku. Aku langsung menuju anak laki laki dan bermain basket. Aku berhasil memasukkan bola berkali kali dan timku berhasil menang. Aku kembali duduk dan mengipasi badanku dengan tangan.
“Zel, nih minuman buat lo,” ucap Randy dengan menyodorkan minuman. “Makasih,” ucapku mengambil minuman itu. Aku pun bercanda bersama Randy hingga jam olahraga selesai.
Selama satu bulan ini, Adrian tak mendekatiku sama sekali. Aku terakhir memang marah dengannya, seharusnya dia minta maaf denganku. Hari ini aku memilih berdiam diri di kelas dan membaca buku. Saat aku ingin bangkit dari kursi, tiba tiba pandanganku kabur dan akhirnya tubuhku terjatuh begitu saja. Aku tak sadarkan diri. Saat mataku terbuka, terlihat empat orang yang tengah menungguku bangun. Aku bangkit dari tiduran dan berusaha duduk.
“Zel, akhirnya lo sadar juga. Gue khawatir banget sumpah,” ucap Aneta. “Iya Zel,” ucap Eliza. “Gue cuma kecapean aja kok. Adrian gak kesini?” tanyaku. “Tadi gue udah kasih tau dia kalau lo sakit, tapi sampai sekarang dia gak kesini,” jawab Fika.
“Zel, syukurlah lo udah sadar,” ucap seseorang dari arah pintu. Semua menoleh ke sumber suara, ternyata itu suara Randy. “Aku bawa makanan nih, lo itu kecapean dan maag. Makanya lo pingsan,” ucap Randy lalu menyodorkan roti dan minuman. “Makasih Dy,” ucapku. “Kita berempat ke kelas dulu yah, GWS diamond,” ucap Rasti dan pergi meninggalkan aku dengan Randy.
Aku menunduk dan memandangi roti yang dibawakan Randy. Mataku mulai berkaca kaca ketika mengingat ucapan Fika. “Zel,” Randy memanggilku. Aku tak berkata apapun dan langsung memeluk erat tubuh Randy. Aku mulai meneteskan air mataku di pelukan Randy. Randy merasa bingung, dia bingung untuk membalas pelukanku atau tidak. Ketika menangisku semakin menjadi, Randy membalas pelukanku. “Ka ka kamu kenapa?” tanya Randy terbata bata. “Adrian, Adrian jahat sama gue. Dia gak peduli sama sekali ke gue. Gue sakit bukannya perhatian atau gimana, ini muncul dihadapan gue aja gak. Dia itu emang udah gak sayang sama gue,” ucapku. Rendy mengelus lembut punggungku dan mulai melepaskan pelukanku. Sekarang posisiku sedang bertatapan dengan wajah Randy. Randy menghapus air mataku pelan lalu memegang kedua pipiku.
“Berlian, Adrian itu gak jahat. Mungkin dia lagi ada pelajaran penting yang gak bisa ditinggalkan. Dia sayang sama kamu kok, kamu harus ngerti,” ucap Randy menenagkanku. “Lo gak boleh nangis lagi, masa seorang BERLIAN ZELINATA PUTRI AMIRA yang tomboy gini nangis gara gara cowok sih,” ucapnya lagi. Aku menatap dalam kedua mata Randy. Aku merasakan hal yang beda dari biasanya. Aku merasa tenang dan nyaman dekat Randy. Perhatian yang kini sudah tak Adrian beri, Randy berikan itu semua. Aku merasa, sosok Randy lebih baik dari Adrian. Aku tidak menyangka dia adalah sosok yang perhatian sekali meskipun di kelas dia orang yang pemalas dan nakal.
“Aku mau balik ke kelas Dy,” ucapku. Randy lalu menuntunku pergi ke kelas.
Cerpen Karangan: Selda Arifani Blog / Facebook: Selda Arifani Hallo Readers…. Aku lahir di Purbalingga (Jawa Tengah), 30 Maret 2003. Aku hobi membaca. Aku anak pertama dari 3 bersaudara. Add dan Follow akun media sosialku. Fb: Selda Arifani (Frist Account) Selda Ran (Second Account) Ig: @seldaarifani30 Twetter: @Selda_Ariffani
Maaf Kalau Ceritanya Gak Jelas Dan Gak Bagus. Saya Masih Penulis Pemula, Harap Di Maklumi.