Senja telah lama hilang berganti dengan malam yang temaram. Di atas kapal feri buatan cina yang mampu mengangkut puluhan bus yang akan melintas ke pulau jawa kini siap berlayar memebelah lautan. Disini, di sudut pojok ditemani dengan sebuah bentangan alam, aku termenung memandang lautan biru yang sangat luas terhapar sejauh mata memandang dan seolah ingin menujukan padaku bahwa di dalam warna biru yang tenang itu menyimpan kekuatan yang mampu meluluh lantakan apapun.
Tiba-tiba khayalan tentang sebuah film yang mengambil cerita tentang tengelamnya sebuah kapal membuatku sedikit bergidik dan ada rasa takut menghadap laut lagi, kualihkan pandangan ke arah tengah kapal. Tanpa kusadar ternyata Lampu kapal satu persatu telah menyala dan perlahan kapal mulai bergerak menjauhi daratan lombok.
Deru mesin kapal yang mulai berlayar kencang berpacu dengan deru perasaanku ketika melihat pelabuhan lembar semakin kecil dan hilang begitu saja ketika kapal semakin cepat melaju membelah lautan. Perasan takut, bimbang dan segala macamnya telah bercampur menjadi satu kata, yang membuat keyakinanku mulai goyah. Tak kupedulikan bagaimana angin laut berhembus begitu kencangnya, aku lebih peduli dengan badai telah lebih dulu berkecamuk di dalam diriku.
Aku mulai ragu dengan keputusan yang kubuat begitu tergesa-gesa dan penuh ambisi, terpikir olehku bagaimana ku di kampung orang yang berbeda bahasa? Orang seperti apakah mereka yang menjadi kawanku nanti? Begitu banyak pertanyaan yang mucul dalam benakku saat ini. Hingga aku Tak menyadari malam telah sempurna menampakan gelapnya. kucoba mengadah ke langit, oh astaga! begitu kecilnya aku di tengah lautan dan di bawah hamparan langit yang bertabur bintang malam ini, malam yang indah, baru pertam kali aku menyadari aku adalah malkuk yang tidak ada apa-apanya dengan ciptaanmu yang lain ya Allah. Baru kali ini aku merasa bisa menyatu dengan lukisan alam, yang mampu membuatku berfikir. Allah telah mengatur alam semesta ini dengan begitu sempurna, begitu pula dengan hidup makhluknya, salah satunya aku. Allah telah menyiapkan skenario baru dalam hidupku dan tugas seorang manusia adalah menjalankan skenario tersebut, termasuk aku.
Membiarkan diri berdiskusi dengan alam membuat nurani terketuk dan akan menemukan kejernihan berpikir. Setidaknya itulah yang kurasasakan saat ini. Rupannya aku harus mengakhiri kesendiriian ini, badanku sudah memintaku untuk istirahat, maka kuputuskan untuk kembali ke dalam kapal bergabung bersama mas heri dan 2 orang yang baru kami kenal tadi sore. Ketika aku masuk ke dalam ruangan di dalam kapal, rupanya mas hadi dan dua teman barunya asik Berbincang-bincang.
Dring.. dring… suara HP ku berbunyi, yang sejak tadi kuabaikan, ya allah beberapa message dari teman-teman memenuhi inbokku. ucapan kata perpisahan, Ahhh rasanya ingin menangis dan menghentikan kapal ini dan segera kembali tak perlu mencapai semua ini. Dengan pikiran yang semerawut aku terlelap dan baru sadar ketika mas hadi membangunkanku bahwa kami sudah sampai di bali saatnya turun ke bus. Dengan mata yang masih terpejam aku mencoba bangun dan berjalan menuju bus dengan setengah sadar.
“Sudah dekatkah kita mas?” “Masih jauh an. Tinggal 15 jam perjalanan”. Mataku langsung terbuka lebar. 15 jam! Tunggu apa aku tidak salah dengar 15 jam?. Ya Allah sungguh sebelumnya aku tidak pernah meninggalkan rumah dan kali ini aku membuat sejarah baru dalam babak hidupku. oke mungkin ini jalan terbaik yang dikatakan orang akan pahit di awal dan manis di akhir. Dan pada akhirnya aku tahu bahwa ini adalah awal sejarah baru yang kubuat, karena akan ada banyak sejarah yang kubuat dalam perjalan singkat ini. Aku menyadari di kemudian hari ini belum ada apa-apanya, akan banyak kejutan yang luar biasa yang kuhadapi di depan sana. Sungguh inikah genre hidup istimewa yang penah dikatakan mini dulu kepadaku. dahulu ketika bilin temanku yang pendiam memlih menjadi seorang penari. Menurut mini bocah ingusan yang giat mengajariku memanjat pohon. genre hidup adalah jalan hidup. Dan saat itu aku hanya mangut-mangut tanpa mengerti artinya.
Angin bertiup perlahan-lahan, embun teruntai di atap, bak mutiara ketika matahari menyentuhnya dengan sinar kuning keemasan yang lembut. Pohon pinus di pingir jalan berbaris rapi sesekali diselingi oleh perkebunan kopi dan karet. Beberapa pekerja perkebunan sudah mulai bersiap-siap dengan aksi mereka hari ini. Sementara Bus jurusan denpasar-jember tetap melaju dengan kecepatan sedang menaiki gunung gumitir yang masih dibalut dengan kabut tipis, terhampar di sebelah kiri dan kanan jalan yang terlihat hanya lereng gunung dengan pohon-pohon dan beberapa tempat persingahan seperti kedai kecil untuk melepas leleh.
Kucoba mendekatkan mukaku dengan kaca, sontak hawa dingin menjalari wajahku. Terlihat sekelilingku orang-orang masih tertidur dengan pulas, seolah aungan bus yang meraung-angung tidak mempengaruhi tidur mereka. Termasuk mas hadi ia seperti tidur di atas di kasur yang empuk.
“Pakusari… pakusari ayo yang turun jember..!!!” suara kenek mengagetkanku yang sempat tidur dan mas hadi seperti sudah bangun sejak tadi sehingga dia sudah siap dengan barang-barang kami. Kami turun dan bus pun melanjutkan perjalanan. Sebuah angkutan kota menghapiri kami dan mengatakan “kampus kampus”. aku mengikuti mas hadi yang naik lin tersebut. Jam 9:30
Ya allah aku baru saja menyelesaikan registrasi yang membuatku resmi menjadi seorang mahasiswa. Aku berdiri di depan 3 patung yang katanya adalah para pendiri universitas. Aku berdiri menatap patung ini berkata dengan polosnya. “hay aku orang baru disini dan bagian dari universitas yang kau dirikan” Hari ini adalah awal yang baru dan selamat empat tahun kedepan aku akan berada disini. Mengukir sejarah dalam hidup di awal umur 20 tahunku.
20:09 puger-jember 2016-08-25 Di tengah kekosongan
Cerpen Karangan: Nuryani Blog / Facebook: Nur Yani