Udara berhembus menyelinap masuk melalui jendela kamarku. Aku yang saat itu duduk di depan jendela kamarku merasakan dinginnya angin yang lembut itu menerpa wajah dan rambutku. Aku duduk termenung mengingat kejadian kemarin, saat bunda menyuruhku membeli gula di toko dekat rumahku. Saat itu di toko sangat ramai ibu yang berbelanja dan bercerita. Aku yang masih berusia 7 tahun hanya diam mengamati dan mendengarkan pembicaraan mereka, aku tidak menguping, hanya saja suara mereka sangat keras sehingga aku bisa mendengar. Lalu Bu Yuni, tetangga di samping rumahku melihat ke arahku.
“Fika hari raya sudah dapat paket baju kiriman bapakmu apa belum?”, tanyanya ke arahku. “Maksudnya ayah Soni?”, tanyaku. Di rumah aku terbiasa memanggil ayah, bukan bapak. “Bukan, maksudku ayah kandungmu”, jawab Bu Yuni. Aku kebingungan, setelah aku selesai berbelanja, aku berlari ke rumah. Ibuku sedang menyapu di rumah, sore itu tepat jam 4, sedangkan adikku yang masih berusia 2 tahun terlelap di depan ruang tamu.
“Bun, aku boleh nanya nggak?”, tanyaku. “Apa?”, tanya bundaku. “Apa aku bukan anak ayah Soni?”, tanyaku lagi. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?”, bunda kembali bertanya kepadaku. Aku terisak melihat wajah bundaku, aku sudah sering mendapatkan pertanyaan seperti itu sebelum hari raya.
“Kenapa kamu menangis?”, tanya bunda lagi. “Aku Cuma pengen tau bun, apa aku bukan anak kandung ayah Soni?”, tanyaku lagi. “Bukan”, jawab bunda kepadaku sambil membelai wajahku. “Kenapa bunda merahasiakan ini semua dari aku?”, tanyaku. “Karena kamu masih kecil untuk mengetahui kenyataan itu”, jawab bundaku. “Bunda bercerai dengan bapakmu saat kamu masih bayi dan kembali menikah dengan ayah Soni saat kamu berusia 2 tahun”, tambah bunda lagi.
Aku tidak pernah menyangka bahwa kehidupanku akan seperti ini, aku merasakan rasa sakit yang luar biasa, aku ditampar oleh kenyataan. Sosok ayah yang selama ini selalu aku anggap sebagai ayahku ternyata bukan ayah kandungku. Ayah yang ikut andil merawatku, memberiku kasih sayang, dan mencukupi kebutuhanku sebagai seorang anak ternyata orang lain. Ternyata ayah hadir setelah aku berusia 2 tahun.
“Kenapa bapak dan bunda bercerai saat aku masih bayi?”, tanyaku pada bunda. “Karena sudah tidak ada kecocokan diantara kami berdua”, jawab bundaku. “Aku sering membaca novel, bukankah dua orang yang memutuskan menikah itu saling mencintai?”, tanyaku pada bunda. “Dulu memang bunda sama bapak saling mencintai, tapi seiring berjalannya waktu cinta diantara kami mulai hilang, dan akhirnya kami meutuskan untuk berpisah”, jawab bundaku.
Sejak saat itu antara aku dan ayah seperti ada jarak karena aku malu, ternyata ayah bukan ayah kandungku. Padahal aku berharap ayah adalah ayah kandungku. Jika waktu bisa berputar, aku ingin ayahku adalah ayah Soni.
Beberapa tahun kemudian, aku tumbuh menjadi gadis yang merasa kesepian. Aku merasa tidak ada orang yang bisa memahami aku dan akhirnya aku menjadi sosok gadis pemurung yang menutup diri dari lingkungan. Aku mulai menarik diri sejak mulai remaja. Bunda sudah tidak begitu perhatian lagi kepadaku, bunda hanya sayang kepada adikku. Aku mulai tertekan, puncaknya saat aku SMA, sikapku yang mulai berbeda dengan teman-temanku. Aku menjadi gadis pendiam yang hanya berkutat dengan buku sehingga aku menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolahku.
Hari itu hari jum’at, bunda datang ke sekolah untuk mengambil raporku. Saat namaku dipanggil, bunda menghampiri guruku, aku mendengar suara guruku karena aku duduk di depan ruang kelasku. “Fika itu cerdas bu”, kata guruku ke arah bundaku. Bunda hanya tersenyum. “Tapi saya sedikit mengkhawatirkan keadaannya”, kata guruku. “Apa yang dikhawatirkan bu?”, tanya bundaku kepada guruku. “Fika sangat pendiam dan tertutup kepada teman-temannya”, jawab guruku. “Apa yang bisa saya lakukan?”, tanya bundaku. “Buatlah Fika bahagia sehingga dia bisa terbuka kepada teman-temannya”, kata guruku.
Sejak saat itu, bunda mulai perhatian kepadaku. Bunda sudah mulai bisa diajak cerita dan dimintai saran. Sejak saat itu, perlahan aku mulai bisa membuka diri kepada lingkunganku. Aku mulai bisa tersenyum dan menikmati hari-hariku seperti teman-temanku yang lainnya, seperti remaja di luar sana. Aku mulai merasakan kehangatan diantara aku dan bunda yang pernah hilang beberapa tahun yang lalu.
SELESAI
Cerpen Karangan: Sekarindahrt Blog / Facebook: Sekar Indah Nama: Sekar Indah Ret Noning Tiyas Ig: @sekarindahrt