“Bunda gak akan lama kok sayang cuma tiga hari aja hari Selasa nanti juga udah ada di rumah” Bujuk Diana kepada anaknya Monna. “Kalau ayah sama bunda gak pergi ke Depok perusahaan kita disana bisa bangkrut, kalau bangkrut kita bisa jatuh miskin emang Monna mau?” Ucap Hardi juga ikut membujuk. Monna mengelengkan kepalanya tentu saja ia tidak mau jatuh miskin.
Monna melepas pelukan pada bundanya “Yaudah deh” pasrahnya. “Nah gitu dong, itu baru anak ayah” puji Hardi. “Arfian, jagain adik kamu ya! Kalian jangan bertengkar!” Pesan Hardi pada kedua anaknya. Arfian dan Monna. “Jangan lupa besok harus sekolah ya!” Pesan Diana dan keduanya mengangguk menyetujui.
Detik detik berlalu, hingga hari pun telah berganti. Pagi ini Monna sudah rapi dengan seragam putih abu abu dan segala atribut lainya. Ini hari Senin jadi penampilannya harus lengkap dan kalau sampai kurang satu atribut saja ia bisa dihukum sama guru BK. Begitu pikir Monna.
Setelah dirasa siap Monna segera turun dan berjalan menuju ruang makan untuk menyantap sarapan yang disiapkan pembantu di rumahnya. Ternyata disana Arfian (sang kakak) telah duduk manis sambil menyatap roti dengan penampilan yang tak kalah rapi dari Monna.
“Sekarang hari apa sih?” Tanya Arfian disela makan mereka. Monna mengangkat sebelah alisnya “Hari Senin, emang kenapa?” “Ah nggak” jawab Arfian. Entah mengapa rasanya ada sesuatu yang ia lupakan hari ini hingga beberapa menit kemudian ia ingat akan satu hal.
‘Gawat! Tugas matematika belum dikerjain, Kok bisa sampai lupa sih, dasar pikun! Kalau sekarang masuk sekolah udah pasti dimarahin habis habisan sama pak Jaka, mending kalau cuma dimarahin, kalau sampai suruh bersihin toilet bisa mampus deh gue’ batin Arfian panik.
“Kok ngelamun? Lagi mikirin kak Karmila ya?” goda Monna namun Arfian tidak mengubrisnya. “Aaaagghh!” Entah sadar atau tidak Arfian malah berteriak histeris membuat Monna melongo seketika atas kelakuan abangnya. “Abang kenapa?” Tanya Monna heran. “Aku gak mau sekolah” jawab Arfian tegas membuat Monna kaget bukan main namun Arfian tidak mempedulikanya ia malah bergegas menuju kamar meninggalkan adiknya yang masih menganga karenanya.
“Bang! Mau kemana? Bang! Bang Arfian!” Panggil Monna dengan suara sekeras kerasnya namun Arfian tidak peduli dan masih terus berjalan menuju kamarnya. Terpaksa Monna membuntuti Arfian karena hanya Arfianlah yang bisa mengatarnya sampai sekolah. Pak supir sedang pulang kampung terlebih ia tak bisa membawa motor sendiri.
Monna terus membuntuti Arfian, Namun usahanya gagal karena Arfian langsung mengunci kamarnya saat ia masuk.
“Bang! Ayo kita berangkat! Takut telat, bang Arfian Buka pintunya!” Monna terus saja mengedor pintu kamar Arfian dan berteriak sekeras kerasnya.
Karena merasa terusik akirnya sang penghuni kamar buka suara juga “Aku gak mau sekolah Monna” ucap Arfian di dalam sana. “Tapi kenapa bang? Apa alasanya coba gak mau sekolah?” Tanya Monna. “Kalau kamu mau sekolah, ya sekolah aja, aku gak mau sekolah” ucap suara dari dalam sana. “Kalau temen temen abang nanyain abang, Monna harus jawab apa?” Tanya Monna. “Bilang aja abang sakit” jawab Arfian enteng. “Monna harus berangkat sekolah naik apa?” Tanya Monna dengan nada membentak. “Bawa motor abang aja” jawab Arfian dengan seenak jidatnya. “Tapi kan Monna gak bisa bawa motor” rengek Monna. “Naik angkot aja sana!” Suruh Arfian.
Monna mendengus sebal “Dasar Sialan! Bajingan! Menyebalkan! Pemalas! Gak punya perasaan! Gak tau diri” cibir Monna dengan suara lantang dan wajah yang merah karena marah. Kehabisan kata kata kasar untuk mencaci Arfian, Monna malah melanjutkan dengan mengabsen hewan di kebun binatang hingga aktivitasnya terhenti kala ia ingat harus segera berangkat sebelum telat.
Pada akhirnya sampai juga Monna di area sekolah. Terpaksa ia harus naik angkot gara gara Arfian dengan keras kepalanya menolak untuk sekolah. Monna terus berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya yang berada paling pojok hingga suara bariton menghentikan langkahnya. “Monna!” panggil suara bariton itu. Monna berbalik dan mendapati seorang pemuda tampan dengan empat orang gadis menghampirinya, yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat sahabatnya Arfian.
“Kak Bastian! Kak Karmila! Kak Mira! Kak Nadhia! Kak Anita!” Sapa Monna ramah pada kesemuanya. “Tumben sendiri? Arfian Mana?” Tanya Bastian dengan senyum manis yang ia tampilkan. “Gak sekolah” jawab Monna. “Kenapa?” Tanya Nadhia. “Sakit” jawab Monna singkat.
“Tuh Karmila pacar kamu sakit, gak ada inisiatif buat jengukin apa?” Goda Anita. Karmila bergidik ngeri “Dih amit amit dah” bantahnya membuat teman temanya tertawa terbahak bahak.
“Emang Arfian sakit apa sih?” Pertanyaan Mira membuat Monna mematung ditempat. Bayangkan saja, Arfian tidak benar benar sakit, dan sekarang ada yang menyakan penyakitnya Arfian, Monna harus jawab apa.
“Kok Malah bengong?” Tanya Karmila membuat Monna tersentak dan tersadar dari lamunanya.
Monna berfikir keras untuk menjawab pertanyaan tersebut, hingga segelintir ide jahil muncul di benaknya begitu saja. Beberapa detik kemudian ia menangis tersedu sedu membuat semua yang ada disana mulai panik.
“Monna kenapa nangis?” Tanya Bastian. “Dokter bilang, hiks, ada kanker otak di tubuhnya, hiks, bang Arfian, hiks, dan ia hanya bisa bertahan selama beberapa hari saja, hiks” ucap Monna terisak isak. Tentu saja ucapanya itu membuat sahabat sahabat Arfian kaget dan panik dalam waktu bersamaan.
“Seriusan? Perasaan kemarin baik baik aja” Pekik Anita kaget. Monna menganguk lemah membuat suasana kian memanas. “Perasaan kemarin sehat sehat aja deh” ucap Mira. “Kak Arfian itu selalu menyembunyikan rasa sakitnya, katanya biar orang orang yang sayang sama dia gak ngerasa khawatir” jelas Monna. “Udah ya Monna ke kelas dulu” pamit Monna kemudian melanjutkan perjalananya menuju kelas. “Gimana kalau pulang sekolah kita jengukin Arfian?” Saran Nadhia dan semua menyetujuinya.
—
“Assalamu’alaikum, Monna pulang!” Ucap Monna begitu sampai didepan rumahnya. “Waalaikum’salam” jawab Arfian dengan tangan yang masih sibuk dengan game online nya. “Enak ya, bukanya sekolah malah main game” cibir Monna namun Arfian masih berkutat dengan ponselnya. Monna mendelik sebal kemudian berjalan gontai menuju kamarnya.
Ting! Suaran notifikasi dari ponsel Arfian terdengar, pertanda ada pesan masuk.
Dari Bastian: Bukain gerbang napa, kita berlima ada di gerbang rumahmu
“Ngapain mereka kesini” gumam Arfian. Ia tak tinggal diam dan langsung berlari menuju kamarnya lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimbut tebal.
“Ya ampun Arfian ternyata kamu beneran sakit?” Pekik Anita mentap Arfian tak percaya setelah mereka berlima masuk ke kamar Arfian. “Nih kita kesini bawain pacarmu biar cepet sembuh” ucap Bastian jahil sambil sedikit mendorong tubuh Karmila tentu saja ia mendapat pukulan keras dari karmila tepat di bahu kananya. “Aaaww ampun Karmila” ringisnya “Makanya kalau punya mulut jangan pedes pedes banget, mulut apa lada hitam” cerca Karmila
“Makasih ya udah mau jenguk, jadi ngerepotin deh” ucap Arfian yang masih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. “Sama sekali gak ngerepotin kok, apalagi umurmu kan udah tinggal menhitung hari” ucap Nadhia kemudian menutupi mulutnya dengan kedua tanganya karena sadar ia keceplosan.
“Eh siapa yang umurnya gak lama lagi?” Bentak Arfian. “Kamu yang sabar ya, kita janji gak akan bikin kamu mara di hari hari terakhir kehidupan kamu, kamu tenang aja walau sebentar lagi kita akan tinggal di alam yang berbeda, kamu masih tetap sahabat kami dan akan selalu kami kenang” ucap Mira sok bijak. “Maksud kalian apa sih?” tanya Arfian binggung.
“Kita udah tau kok tentang kanker otak itu” lirih Bastian. “Kanker otak? Siapa?” Tanya Arfian makin bingung. “Kamu” jawab Mira singkat. “Aku?” Beo Arfian. “Iya kanker otak yang ada di tubuhmu” jelas Karmila. “Kata siapa?” Tanya Arfian. “Monna bilang kamu divonis kangker otak dan umurmu hanya tinggal beberapa hari lagi” jelas Anita.
“MONNAAA!” teriak Arfian keras karena kesal dengan kelakuan Monna.
—
“Monna parah banget kan bun?” Ucap Arfian setelah menceritakan seluruh kejadianya pada orang tuanya. “Abisnya suruh siapa abang pura pura sakit, Monna gak salah kan bun” bantah Monna tak terima. “Monna itu salah lain kali kalau mau becanda jangan keterlaluan, Arfian juga kalau ada tugas harus langsung dikerjakan ya” ucap bu Diana sambil sesekali terkekeh. “Lain kali jangan diulangi ya?” Tegas pak Hardi. “Siap Boss” ucap Monna dan Arfian serentak.
Cerpen Karangan: Kirana Beta FK Blog / Facebook: Kirana Beta Fratu Karimah Semoga suka ya maaf saya masih penhlis amatiran
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 12 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com