“Kit!” Nikita menoleh dan mendapati sang sahabat dekat, Dito, berjalan ke arahnya bersama Lucas, Safi, dan Tiara. Ia tersenyum, melambai sebagai respon dari panggilan tadi.
“Hai, semuanya,” sapa Dito kepada Mudra, Dira, dan Dinda yang saat itu sedang bersama Nikita. Mereka berencana akan makan seblak samping sekolah dulu sebelum pulang. Lucas yang tadi bersama Dito segera nemplok kepada Dinda, sang kekasih.
“Kami mau makan seblak dulu sebelum pulang, kalian gimana?” tanya Nikita kepada rombongan Dito, Dito lebih spesifik karena mereka selalu pulang bersama. Dito memberi raut bersalah dan senyum sedih. “Gue sama anak-anak harus ngerjain tukel dari Pak Andro, nih. Lu gimana, Kit?” ujar Dito kemudian. Nikita yang mendengarnya hanya ber-‘oh’ ria, tanpa sadar mengubah raut wajahnya. “It’s okay. Nanti habis makan seblak gue susul kalo kalian belum selesai. Cuma di perpus ‘kan?” Tiara mengangguk. “Iya, nanti lu nyusul aja. Dah, yok! Udah ditunggu Juli,” ujar Tiara yang kemudian berlalu setelah melambai pada Nikita dan teman-temannya. Safi ikut kemudian, begitupun Lucas yang segera berlalu setelah melambai sedih-lebay-kepada sang kekasih yang hanya dibalas dengan ekspresi ingin muntah.
“Gue duluan, ya?” Dito berpamitan pada Nikita yang dibalas gadis itu dengan anggukan. “Semangat ngerjainnya, nanti gue susul kalau belum selesai. Dah sana, pergi cepetan!” Usir Nikita sembari mendorong Dito mengikuti teman-temannya. Dito hanya tertawa, sempat melambai kepada yang lain sebelum mengejar teman-temannya yang sudah berjalan cukup jauh. Nikita dan teman-temannya pun beranjak menuju warung seblak yang mereka ingin coba.
Dito mengamati wajah Lucas yang kusut dalam perjalanan ke perpus. “Lu mau gabung sama yang lain?” tanya Dito kemudian yang langsung disambut tengokan super cepat dari yang ditanya. “Emang boleh?” Lucas menatap penuh harap pada Dito. Dito hanya tersenyum geli, sedangkan dua temannya yang lain sudah bergidik. “Ya sana kalo mau pergi, tapi tetep lu punya tanggungan bagian lu,” Dito berujar, membuat Lucas berjingkrak senang dan hampir memeluk Dito kalau Tiara dan Safi tidak menahannya. “Thank you sooww muchiiee, bro.” Lucas meninggalkan kiss bye pada Dito dan temannya yang lain sembari berlari menuju Nikita dan teman-temannya yang sudah hilang dari pandangan. “Nanti nyusul bareng Kit!” teriak Dito pada Lucas. Lelaki jangkung yang masih sibuk berlari itu memberi sinya ‘OK’ dengan tangannya.
“Dasar bucin!” Dito mengolok Lucas, tanpa menyadari Safi dan Tiara yang saling berpandangan setelah Dito mengucapkan hal tersebut. Keduanya seakan mengolok Dito dalam diam. “Nggak ngaca dia!”
—
“Gila banget emang si Jupri.” Nikita dan Lucas memasuki perpus sambil membahas salah satu adegan di sinetron yang sering mereka tonton dari Ourtube. Tiara melambai dari sebelah barat sit section, terlihat bersama Safi yang menunduk karena sibuk menulis tugasnya. Lucas membalas lambaian Tiara dan akan berjalan ke sana bersama Nikita, tapi ternyata gadis itu menemukan eksistensi Dito di bagian timur perpus, dekat dengan deretan komputer yang biasa digunakan siswa untuk searching atau membuat laporan kilat.
“Gue ke Dito dulu, deh! Nanti baru nyusul ke kalian,” ujar Nikita yang langsung berjalan cepat menghampiri sahabatnya-mengabaikan Lucas yang hendak menahan tangannya atau sinyal dari Tiara agar tidak melakukan niatnya. Namun, semua usaha teman-temannya itu sia-sia-karena Nikita sudah terlanjur menghampiri Dito dan mengetahui fakta yang sedari tadi coba teman-temannya jauhkan darinya. “Oalah lagi pedekate…” Nikita tersenyum menggoda. Langkahnya belum sampai duduk. Ia mencoba berdiri membungkuk di antara Dito dan gebetannya, Sofi. “Cieee…” ujarnya lirih, mengingat mereka sedang di perpus yang hampir penuh dengan siswa dan guru produktif. “Kit,” Dito berujar lirih, tidak seperti rengekan. Nikita menoleh padanya, masih dengan senyum menggoda. Mereka bertemu pandang, tak ada kata. Namun, tak lama kemudian Nikita berdiri tegak-memutus tatapnya dengan Dito. “Good luck kalo gitu,” Nikita menoleh pada Sofi, lalu membisik dengan sengaja dikeraskan, “Dito suka flirting, ati-ati,” yang membuat Sofi tersipu lalu memukul pelan Nikita yang beranjak pergi. Dito mengikuti langkah gadis itu dengan matanya, yang tentu saja menuju meja teman-temannya yang ada di bagian barat. Dito tak memutus tatapannya sampai gadis yang diamatinya duduk di samping Tiara lalu mengambil buku-sepertinya novel-yang sudah disiapkan Tiara memang untuk Nikita. Gadis itu kemudian meletakkan kepalanya di meja kemudian membuka bukunya-siap membaca dengan pose favoritnya.
Dito sudah akan beranjak untuk menegur kalau suara lembut Sofi tidak membuyarkan perhatiannya terhadap sang sahabat. Dan karena itulah, Dito lebih memilih melanjutkan misi ‘pedekate’ yang tadi sudah di-good luck-i oleh Nikita daripada menghampiri sang sahabat itu sendiri.
Di sisi lain, Tiara dan Safi memandangi Dito diam-diam dengan tajam. “Novelnya sedih, guys. Gue mau nangis, nih.” Suara pecah Nikita membuyarkan tatapan tajam tadi. Tiara refleks mengulurkan kotak tisunya pada Nikita yang langsung digunakan dengan baik untuk menghapus sesuatu yang ternyata sudah jatuh di pipinya. Nikita tertawa sumbang, tanpa mengalihkan perhatian dari novel-yang sebenarnya tak ia baca-kembali berujar, “Ceritanya sedih banget.”
—
“Eh, Nikita tidur, ya?” ujar Dito ketika menghampiri meja teman-temannya dan mendapati sang sahabat yang ikut duduk di sana sudah tertidur nyenyak dengan kepala tergeletak di meja dan buku menutupi kepalanya. Tiara yang sudah selesai dengan tugasnya dan memang hanya sedang bermain ponsel pun menoleh-dan mengangguk merespon. Lucas dan Safi memberi lirikan sebentar dari tugasnya-sebuah sapaan tak langsung. Dito terlihat tak enak, tapi Tiara memberi tatapan untuk tak apa mengatakannya.
“Gue ‘kan mau nganterin Sofi dulu,” lelaki itu menoleh sebentar diikuti Tiara, menemukan seorang perempuan yang namanya tadi disebut berdiri di dekat pintu perpus, menunggu yang sedang bicara. “Kost-nya deket kok. Nanti habis itu gue langsung sini lagi. Tolong jagain Kit, ya? Nggak lama, yakin!” ujar Dito sembari memberi tatapan memohon, berharap para temannya bersedia membantunya-menjaga Kit maksudnya. Tiara mengangguk, tidak keberatan. “Tigapuluh menit lagi perpus tutup, kita nggak akan bangunin Kit sampe situ. Lu harus udah ada di sini sebelum Kit bangun,” ujar perempuan itu tegas-seperti biasanya. Dito mengangguk. “Nggak sampai tigapuluh menit, gue janji!”
Nyatanya, janji itu memang dibuat untuk diingkari. “Semua pengunjung diharap segera keluar, ya. Perpus sudah mau tutup.” Suara Kak Cici menggema melalui microphone, tanda perpustakaan sudah akan ditutup. Tiara, Safi, dan Lucas sudah memberesi meja mereka sebelum Tiara membangunkan Nikita. “Kit, bangun, yuk! Perpusnya dah mau tutup.” Perkataan sederhana yang mampu membangunkan Nikita. Gadis itu bangun dengan tampang bingung, mengamati sekitarnya sebentar lalu merogoh ponselnya di saku rok-dan menemukan layar benda itu tetap hitam walau tombol power-nya sudah dipencet. “Oh, mati,” simpul Nikita singkat. Ia masukan ponselnya yang kehabisan daya itu ke dalam tasnya. Teman-temannya menunggu dengan sabar hingga gadis itu bangkit dari duduknya.
“Dito mana?” Si gadis bertanya sambil menyampir tasnya. Tiga yang lain saling berpandangan, lalu Tiara memberi jawaban. “Nganterin Sofi pulang.” Nikita terdiam sebentar, begitupun tiga yang lain menunggu responnya. Namun, Nikita hanya ber-oh lalu meminta tolong pada Safi untuk memesankan ojek online untuknya. “Nanti sekalian chat Dito kalo gue langsung pulang kost gue. Hape gue mati, habis batre,” sambung Nikita setelah meminta tolong tadi. Safi merespon dengan lirihan ‘Oke’ sembari keempatnya berjalan keluar perpus.
“Dadah, Kak Cici,” Nikita menyapa riang-melupakan bahwa ia baru bangun tidur. Yang disapa sudah tentu menyapa balik, lalu ditambah sedikit protes karena Nikita hanya numpang tidur di perpus yang hanya bisa dijawab ‘Hehe’ dan raut malu teman-temannya. “Muka gue sih muka bantal, nggak?” Gadis itu menoleh ke belakang, karena tadi ia memang jalan paling depan, dan menemukan teman-temannya dengan senang hati mengamati. “Muka bantal sih enggak, tapi yang jelas muka lu sembab karena lu tidur-“ “Habis nangis,” sambung Safi tega ketika Lucas terlihat ragu memberi komentar. Tiara tidak berpendapat, ia hanya mengamati ekspresi Nikita ketika dua temannya yang lain menyampaikan fakta. “I know, right?” Nikita berbisik lirih. Pandangannya sendu, lari dari kejaran tatapan teman-temannya. “Tapi gue nggak jelek-jelek amat ‘kan?” tanyanya kemudian dengan ceria. Lucas yang memang dasarnya penaik mood langsung menanggapi dengan hebohnya, “Oh, ya jelas tidak Non Nikita!” Lalu tawa keempat teman itu menggema di antara geudng sekolah yang mulai kosong.
“Eh, bapaknya telpon,” ujar Safi sembari mengangkat ponselnya ke telinga. Terdengar beberapa percakapan sembari keempatnya berjalan ke arah gerbang. Tiga yang lain tetap berbincang biasa, seperti mengenai Jupri atau Lexis pengendara badai. “Pak, saya lambai, ya?” Safi mengode Nikita untuk mengikuti perkataannya, yang dibalas lambaian seorang bapak dengan motor dan jaket hijaunya. “Gue duluan, ya, Ayangie-deull! Jangan lupa chat Dito!” Nikita berlari menuju ojeknya sembari melambai pada teman-temannya. Yang dilakukan teman-temannya tentu membalas lambaian Nikita dengan senyuman, sebelum senyuman itu luntur ketika Nikita mulai sibuk dengan ojeknya dan berlalu.
Diam. Senyap. Suara motor hilir mudik mengisi. Suara Lucas memecah itu semua. “Sejak kapan Nikita suka Dito?” Tiara menghela napas. Gadis yang sudah mengenal Dito dan Nikita sejak menengah pertama itu yang memberi respon, “Kelas delapan kata dia, itu pas dianya udah paham konsep suka lawan jenis tuh gimana. Soalnya selama deket sama Dito, Kit kira itu emang wajar dirasain seorang sahabat ke sahabatnya yang lain.” Lalu hening. Dan lagi, Lucas membuyarkannya.
“Trus, sejak kapan mereka kenal?” “Dari SD kelas empat,” Safi yang menjawab, “itu awal Kit tinggal di sini. Dia pindah dari Semarang.” Ketiganya lalu menghela napas, sibuk memikirkan perasaan si gadis, sedangkan yang dipikirkan si gadis muncul tak lama kemudian dengan dengan motornya. Dito berlari menuju mereka dengan tergesa.
“Kit mana?” tanya yang pertama kali keluar, “Gue tadi diajak makan dulu sama Sofi soalnya dia belum makan dari siang.” Dito terengah dalam ujarannya-terlihat sekali lelaki itu memang sesegera mungkin kembali ke sekolah. “Dia barusan pulang naik ojek online, Safi yang pesenin,” ujar Tiara menjawab. Safi mengangguk. “Kit minta gue chat lu, bilang dia udah pulang langsung ke kost dia sama kalo hape dia mati. Maaf, gue lupa.” Dito mengangguk. “It’s okay. Gue duluan, ya, kalo gitu! Bye, semua.” Lalu pergi, sepertinya mengejar Nikita yang kemungkinan masih di perjalanan.
“Gue lupa diminta chat Dito.” Ini Safi. “Gue kira udah ada yang chat Dito.” Ini Tiara. “Gue bahkan nggak inget Kit nyuruh kita chat Dito?” Ini Lucas yang langsung dapat pelototan gratis dari Tiara dan Safi, duo aneh kelasnya. Abaikan saja kekasih Dinda ini!
Cerpen Karangan: Sekar Pinestri
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 15 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com